Sebuah rasa sakit

2.7K 93 2
                                    

Perjalanan ku kembali dari rumah Azkia menuju ke tempat tinggal ku di tempuh dengan kereta selama tiga puluh menit. Aku kembali duduk termenung menatap keluar jendela sembari membayangkan pertemuan pertama ku dengan Ibu kandung ku yang berakhir dengan tamparan keras.

Aku menghela nafas berat, berharap kemarin adalah mimpi buruk yang akan selesai ketika aku bangun. Tangan ku spontan memegang pipi ku dan berharap masih ada kehangatan Ibu di sana, namun nyatanya harapan ku hanya tetap menjadi harapan. Tak terasa, air mata ku kembali mengalir. Jauh di lubuk hati ku, aku hanya ingin pengakuan, aku hanya ingin beliau memanggil ku dengan panggilan anak bahkan, aku telah berjanji pada diri ku sendiri bahwa aku tidak akan membuat keluarga bahagia yang Ummi dan Abi bangun karena fakta yang aku ketahui. Biar bagaimana pun, aku juga menyayangi mereka. Tangan ku bergerak mengambil sebuah buku catatan yang di hadiahkan Azkia pada ku dan kembali menulis isi hati ku di sana.


Dengan ketengan pagi dan angin yang berhembus damai, tangan ku kembali menulis perjalanan yang cukup memberikan luka namun enggan ku lupakan, kemarin bertepatan dengan hari pertemuan ku dengan wanita yang melahirkan ku , beliau memberikan ku luka sekaligus kenangan yang singkat namun membekas.

Ingin rasanya melanjutkan tulisan di buku catatan ku, namun hati ku kembali menolak. Ini terlalu sakit untuk seorang wanita malang yang ternyata di dunia ini hanya berdiri sebatang kara. Dulu, sebelum mengetahui fakta ini, aku adalah anak yang paling bahagia namun, ketika mengetahui semuanya aku takut kebahagiaan yang mereka berikan pada ku hanya sebuah manipulasi agar aku merasa aku memang putri mereka satu-satunya.

Masih banyak kepingan puzzle yang harus ku pecahkan, surat perjanjian penjualan ku kepada orang tua Mas Yusuf juga masih ku pegang. Di sana tertulis bahwa aku akan di ambil hak asuhnya atau di nikahkan dengan Mas Yusuf pada saat usia dua puluh satu tahun karena pihak Abi sudah sepakat bahwa aku akan menjadi tebusan utang dua ratus juta yang mereka pinjam dari orang tua Mas Yusuf.

Di jual orang tua sendiri, lalu kembali di jadikan tebusan utang dan kini hidup dengan lelaki yang ku cintai namun bukan hanya status istri tapi sekaligus harta tebusan utang. Sungguh, diri ku hanya di ukur dengan sebuah benda yang di sebut dengan uang. Sungguh aku adalah salah satu orang yang malang dan tidak beruntung.

Aku menolah dan menemui seorang lelaki yang ku kenali, sialnya dia membuat ku kembali teringat. Hasan, tak bisa ku pungkiri dia adalah Kakak ku, anak yang di sayangi Ibu. Rasanya, mengingat memori indah yang di buat antara Ibu dan Hasan membuat ku benar-benar iri karena tidak merasakannya hingga saat ini. Aku memilih tak ingin bertegur sapa dengannya, namun lelaki itu malah memanggil ku.

"Nazwa."

Aku hanya tersenyum.

"Dari mana?" Tanyanya.

"Dari rumah teman, kemarin habis berkunjung ke sana," jawab ku seadanya.

"Benar-benar tidak terduga saya satu kereta dengan mu, bahkan tempat duduk kita nyaris dekat. Nazwa, kau masih ingat saya siapa?" Tanyanya.

Aku menggeleng, aku tak mengingat apapun tentangnya kecuali mengingat bahwa ia adalah kepala sekolah di tempat ku mengajar. Dia hanya mengangguk menanggapi jawaban ku.

"Baiklah, nikmati perjalan mu yah," ucapnya lalu kembali fokus dengan kesibukannya.

'Syukurlah ia tidak banyak bertanya.'

.

.

.

Langkah ku kecil ketika memasuki rumah, yang ku tahu sepertinya di dalam rumah ini ada Ayah dan juga Ibu mertua ku karena aku melihat kendaraan mereka terparkir rapi di garasi mobil Mas Yusuf. Rasanya, ingin sekali mengeluhkan segala rasa sedih dan kecewa ku pada mereka, namun mengingat apa yang Ayah lakukan pada saat aku melemparkan beberapa pertanyaan dan selalu ia hindari membuat ku enggan. Aku tahu mereka sudah mulai curiga, tapi sejauh apapun pikiran mereka yang jelas aku sudah bertemu dengan Ibu kandung ku.

Samar-samar ku dengar cekcok dari sebuah kamar kosong. Aku yakin aku mendengar suara Mas Yusuf, Ayah dan juga Ibu. Tapi tunggu mereka tengah cekcok pasal apa? Aku lalu berdiri di depan pintu dan mendengar apa yang mereka katakan, aku akui aku memang salah karena dengan sengaja menguping pembicaraan orang lain. Tapi hal ini malah semakin menarik rasa penasaran ku, karena tidak biasanya mereka seperti ini.

"Aku nggak paham sama sekali Bu, aku nggak paham dengan apa yang kalian katakan," samar-samar ku dengan suara Mas Yusuf yang tengah berbicara.

"Kau lupa Nazwa ke rumah bertanya kepada Ayah pasal apa? Harusnya kau peka kalau anak itu sudah mengetahui kalau dia bukanlah anak kandung Fauzan dan juga Ruqayya, dia pergi ke rumah Rahma untuk menemui Rahma. Dia membuat wanita tak berdaya itu terguncang dan tiba-tiba sakit."

"Ibu, Ayah. Tidakkah kalian merasa bersalah atas tindakan kalian? Pada saat ijab kabul kalian dengan sengaja tidak membuat Nazwa mendengarnya karena takut ketahuan olehnya orang tua dia sebenarnya siapa. Dan sekarang? Kalian seakan takut ia tahu faktanya. Sampai kapan kalian akan membohongi dia?"

"Bagaimana jika dia meninggalkan mu dan pergi karena ia terlanjur kecewa?"

"In syaa Allah aku bertanggung jawab Bu, aku ikhlas kalau seandainya Nazwa meninggalkan aku dan memilih pergi. Karena apa yang kita lakukan padanya sudah terlampau fatal. Kita berbohong padanya, kita tahu tapi kita enggan memberitahukan yang sebenarnya padanya. Bahkan jika keadaannya di balik, aku tidak rela jika harus di perlakukan seperti Nazwa."

Aku terdiam, Mas Yusuf ternyata sudah tahu yang sebenarnya. Berarti ia memang sengaja memberikan ku banyak petunjuk agar aku bertemu dengan Ibu kandung ku?

Aku lalu melangkahkan kaki ku menuju kamar tidur ku, apa yang ku dengar ku rasa memang sudah cukup. Tapi bolehkah aku kembali berkata bahwa aku benar-benar kecewa pada orang-orang di sekitar ku? Aku merasa benar-benar telah di bohongi.

Aku lalu mengganti pakaian ku dengan home dress hadiah dari Mas Yusuf tempo lalu dan segera pergi ke dapur untuk menyiapkan makan siang. Aku harus bersikap biasa-biasa saja, aku tahu ini berat tapi bukankah ini adalah takdir yang harus ku terima? Yang jelasnya mau tidak mau semuanya akan tetap berjalan jauh dengan rahasia mereka yang sudah ku ketahui.

_____

Ohallo, update lagi dengan waktu yang tidak terkira hehe. selamat membaca jangan lupa vote dan comment💐

Wanita Kedua Suamiku (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang