Nazwa Nurrohma. Nama itu terus berputar di otak seorang lelaki yang menyandang status kepala sekolah di sebuah sekolah dasar islam. Bagaimana tidak? Ia pernah terbayang-bayang pada seorang gadis yang terpaut jauh dengannya dahulu karena tidak sengaja bertemu anak itu di sebuah majlis ilmu, di pondok pesantren tempatnya mengenyam pendidikan SMA.
"Apakah dia Nazwa yang di panggil oleh teman-temannya waktu salah masuk masjid itu? Tapi kan nggak mungkin," ucapnya bermolog.
"Nggak, sepertinya nggak deh. Apalagi bertemu dia di kota sebesar ini," sambungnya lagi lalu kembali duduk di kursi kebesarannya.
Tok.
Tok.
"Assalamualaikum," ucap seorang wanita dari luar.
"Waalaikumsalam silahkan masuk."
Tatapan lelaki itu terkunci pada wanita yang baru saja ia ingat-ingat, jantungnya kembali berdegup kencang dan cukup terkejut bahwa Nazwa yang ia pikirkan adalah orang yang sama yang kini berdiri di hadapannya kini. Rasanya Nazwa kini sudah jauh lebih dewasa di banding dengan Nazwa yang dulu pernah ia temui dan mampu membuatnya jatuh cinta dalam sekali pandang.
"Maaf menganggu waktunya Pak Hasan, ini guru baru yang akan mengajar Bahasa Arab di kelas satu dan juga beliau yang akan bertanggung jawab muroja'a hafalan anak-anak. Namanya Ibu Nazwa Nurrohma," ucap seorang guru yang di ketahui namanya adalah Ibu Marwah.
Hasan mengangguk mengiyakan, dia tidak ingin bicara banyak, dan sepertinya kehadiran Nazwa di ruangannya ini bukan ide yang tepat.
"Iyaa, tolong Bu Marwah di tunjukkan kelasnya. Hari ini Ibu Nazwa sudah bisa mengajar. In syaa Allah, jadwal mata pelajaran yang akan Ibu isi akan di berikan langsung oleh Ibu Marwah, semoga betah yah Ibu Nazwa."
Nazwa mengangguk, wanita ini malah memilih untuk menunduk dan tidak banyak bicara. Setelah sedikit berbincang, Nazwa dan juga Marwah kembali keluar ruangan dan Nazwa segera di antarkan di kelas tempat ia mengajar.
"Ibu Nazwa umurnya berapa sekarang?" Tanya Marwah berbasa basi.
"Sekarang baru dua puluh satu tahun Bu Marwah," jawab Nazwa ramah.
"Wah masih muda sekali toh. Di sini tinggal bareng siapa?"
"Alhamdulilah bareng suami Bu."
"Maa syaa Allah, semoga Nazwa betah di sini yah? Nggak usah saya panggil Ibu deh, soalnya kamu seumuran sama anak saya. Kalau butuh bantuan dan pengen nanya-nanya boleh ke saya saja, in syaa Allah akan saya bantu kok," ucap Marwah tulus.
"Terimakasih Ibu Marwah, bimbing Nazwa di sini yah? Kalau ada kesalahan dan kekeliruan sekiranya Ibu bisa menegur saya," jawab Nazwa.
"In syaa Allah Nazwa."
"Nah ini dia kelasnya, anak-anaknya alhamdulilah bisa di atur semua kok. Hanya yang namanya anak-anak pasti ada aja ribetnya," terang Marwah sembari terkekeh.
Nazwa tersenyum simpul, rasanya dunianya sudah cukup bahagia di kelilingi dengan anak-anak lucu dengan berbagai karakter dan juga tingkah ini. Nazwa juga sudah cukup terlatih menghadapi tingkah dan pertanyaan mereka yang kadang bikin geleng-geleng kepala.
.
.
.
"Bagaimana hari pertama mengajar mu?" Tanya Yusuf kepada istrinya.
"Semuanya aman terkendali, guru-guru di sana baik semua dan juga humble-humble," jawab Nazwa yang kini tengah fokus menata makanan.
"Sudah bertemu kepala sekolahnya?" Tanya Yusuf lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Kedua Suamiku (On Going)
RomansaNazwa berpikir, bahwa pernikahannya adalah pernihakan bahagia yang jauh dari kata sedih. Di perlakukan bagai ratu, menjadi Ibu dari seorang anak angkat yang cantik juga baik, selalu di sayangi oleh suaminya dan juga rumah tangganya terbilang minim k...