Waktu terus berlalu, berjalan dan membiarkan orang-orang yang punya masalah untuk menyelesaikannya. Nazwa melangkahkan kakinya masuk kedalam mobil dengan tangan menenteng akta cerai di tangannya. Raut bangga di wajah sahabatnya tercetak jelas.
"Tidak ada lagi yang bisa menyakiti mu, sekarang waktunya kau mengejar mimpimu dan membesarkan Safa," ucap Azkia.
Nazwa mengangguk, ia lalu memeluk Azkia "Azki, terimakasih sudah menjadi sahabatku, kita sudah banyak lewati banyak hal dan kamu selalu sigap pasang badan untukku," ucap Nazwa.
"Nggak usah berterimakasih, aku lakukan ini karena pengen kamu bahagia. Nazwa, bahagia selalu yah? Aku tahu cukup berat selama ini menjadi kamu, apalagi Yusuf akan selalu berada di sekitarmu karena kalian juga keluarga. Aku yakin kamu bisa bangkit dari semua ini," jawab Azkia menyemangati.
Nazwa mengangguk. Mereka lalu pergi kesebuah restoran untuk reservasi tempat. Sebab, hari ini Nazwa berencana untuk makan malam bersama karyawannya dan juga memberi mereka bonus.
Di perjalanan, mereka berdua membahasa banyak sekali cerita sampai pembahasan mereka tertuju ke Khalisa.
"Itu si Khalisa masih bisa umumkan diri bahwa dia kini menjadi istrinya seorang CEO. Kata Arindi dia bangga banget," ucap Azkia tertawa jijik.
"Gak apa-apa, kan memang harus pamer biar gak sia-sia hasil merebutnya," jawab Nazwa dengan tawanya.
"Ohiya, Arindi apa kabar sih? Aku sudah lama nggak bertemu dirinya," ucap Nazwa.
"Dia baik, lagi hamil tiga bulan. Katanya mau resign dari kantornya si penjahat. Yah bukan apa-apa sih kata si Rindi, Khalisa ini banyak campur tangan bahkan sering marah-marahin pegawai padahal bukan urusan dia juga kan. Jadi bingung yang bos si penjahat atau si Khalisa," jawab Azkia.
"Rindi ada rencana mau kerja lagi?"
Azkia mengangguk "Di kantornya Bang Gibran. Ngomong-ngomong, Bang Gibran belum ada niatan mau nikah?" Tanya Azkia.
"Jangan nanya nikah sama orang yang nggak ngurus cinta. Tiap di tanya punya pacar dia selalu bilang nggak ada, masih sibuk urus kerjaan, mau bangun perusahaan arsitektur besar dulu. Yah gitu-gitu aja jawabannya, tapi balik lagi sih dia memang sibuk untuk membangun pamor perusahaannya," jawab Nazwa.
"Naz, Safa gimana? Apa kamu yang akan pergi menjemput dia?"
"Nggak. Dia di antar pulang sama sopir, kamu tahukan kalau nggak mungkin aku harus kerumah lamaku menjemput Safa."
Azkia mengangguk.
Sementara di tempat lain, Safa hanya terdiam ketika Yusuf memutuskan membawa dirinya pergi kesebuah Mall besar namun di ikuti Khalisa. Padahal, ini waktu Safa dan Yusuf mereka bahkan sudah sepakat untuk tidak mengikut sertakan Khalisa.
"Saf, kamu mau tas mana? Ayahmu bilang kamu mau belanja keperluan sekolah," ucap Khalisa.
"Terserah Tante saja," jawab Safa.
Khalisa lalu menatap Safa dengan dalam, seakan Safa ini adalah beban. Safa hanyalah seorang anak angkat, bahkan anak itu tidak berhak mengambil waktu Yusuf.
"Safa kau tahukan kamu bukan anak kandung Mas Yusuf?" Ucap Khalisa.
Safa menatap Khalisa, seakan tak percaya wanita itu akan mengatakan hal ini. Namun, anak itu hanya mengangguk.
"Jangan merepotkannya sampai menyuruhnya untuk menemani mu mencari peralatan sekolah seperti ini, dia bukan Ayah kandungmu kau lihat aku tengah mengandung? Anak ini lebih berhak mendapatkan kasih sayang Mas Yusuf di banding kamu. Kau bisa menyuruh Bundamu atau Mbok Mira."
Safa hanya mengangguk, melihat Yusuf belum datang juga membawa makanan mereka, Safa memutuskan untuk pulang. Ia pulang tanpa sepengetahuan Yusuf dan Khalisa sama sekali tidak bertanya atau apapun itu. Anak itu berjalan keluar Mall dengan air mata yang mengalir deras, sudah menghancurkan orang tuanya Khalisa juga berusaha untuk memisahkan Yusuf dan Safa.
Safa duduk termenung di sebuah kafe depan Mall, ia menelpon Nazwa untuk menjemputnya. Mungkin, setelah ini ia tidak akan lagi bertemu dengan Yusuf.
"Safa," panggil Nazwa.
Safa langsung berdiri dan memeluk tubuh Nazwa, dan menumpahkan tangisannya. Azkia yang melihat itu merasa ada yang aneh.
"Kamu di apain oleh mereka?" Tanya Azkia langsung.
Safa menjelaskan apa yang terjadi padanya tadi.
"Yaudah ih nggak usah nangis. Kamu punya Bunda kok, apasih yang nggak bisa Bunda beri untukmu? Jangan nangis sayang," ucap Nazwa.
"Safa hanya kesal sama Tante Khalisa."
"Kesal sama dia tapi jangan sampai kamu benci Ayah yah nak? Dia sayang kamu kok, yang ngomong gitukan Tante Khalisa," ucap Nazwa.
Safa mengangguk.
"Tapi Safa udah gak mau lagi bertemu mereka," jawab Safa dengan suara pelan.
Nazwa mengangguk.
"Semua kenyamanan Safa akan Bunda lakukan. Nanti, Bunda ngomong Paman Hasan biar membicarakan ini dengan Ayah yah? Kamu nggak perlu khawatir nak," ucap Nazwa lagi.
Mereka lalu keluar dan membawa serta Safa untuk pergi kesebuah restoran. Sementara itu, Yusuf datang senyuman merekah di wajahnya ia yakin sekali merekomendasikan menu yang ia sukai kepada Safa adalah ide yang baik. Pasalnya, Safa dan dia mempunyai selera yang sama.
Kening Yusuf berkerut ketika mendapati Safa tidak ada samping Khalisa.
"Mana Safa?" Tanya Yusuf.
"Pulang."
"Kenapa dia pulang? Kamu nggak tanya? Bahkan kita belum belanja untuk keperluan sekolahnya loh."
Khalisa menghela nafas berat.
"Kamu kenapasi mementingkan Safa? Kamu bisa lihat aku nggak lagi hamil gini ikut kalian jalan gini bisa bikin kakiku sakit?" Ucap Khalisa.
"Aku kan nggak bilang kamu harus ikut. Tapi, ini sudah jadwal Safa bareng sama aku loh, itu juga penting."
"Kamu pentingan Safa yang anak angkat atau dia yang anak kandung kamu sih?" Bentak Khalisa.
Yusuf tersentak, seakan tak percaya bahwa Khalisa mulai menbangun tembok tinggi untuk dirinya dan juga Safa.
"Kamu jangan menyuruhku memilih, Safa itu anak aku juga walaupun bukan kandung, tapi dia yang mempererat hubungan aku sama Nazwa."
"Kenapa bahas Nazwa? Kenapa harus dia? Kau masih mencintai dia? Kenapa di setiap pertengkaran kau selalu menyeret namanya? Apa aku kurang baik?" Ucap Khalisa.
"Bukan itu, tapi-"
"Tapi apa? Aku hanya berusaha tidak mengingatkanmu pada masa lalumu, tentang Nazwa, Safa. Kita harusnya mulai hidup baru."
"Baiklah," jawab Yusuf dengan suara kecil.
******
Nahloh, pihak sebelah sudah mulai panas sendiri🤣🤣
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Kedua Suamiku (On Going)
RomanceNazwa berpikir, bahwa pernikahannya adalah pernihakan bahagia yang jauh dari kata sedih. Di perlakukan bagai ratu, menjadi Ibu dari seorang anak angkat yang cantik juga baik, selalu di sayangi oleh suaminya dan juga rumah tangganya terbilang minim k...