Bagian 43

4.6K 183 6
                                    

Yusuf menatap wajah mulus Safa, semakin ia menatap wajah polos itu, semakin rasa bersalah di hatinya kembali memuncak. Mengingat kebohongan Khalisa, dirinya yang ternyata mandul, dan banyak hal lain. Sampai saat ini, dia bisa menyimpulkan bahwa dia berhasil meninggalkan rumah tangganya dahulu yang penuh keindahan dan membangun rumah tangga yang pondasinya terbangun atas kebohongan.

Yusuf bersandar di sofa, menutup matanya dan kembali terbersit kalimat Nazwa.

"Baik aku ataupun kamu yang ternyata tak bisa mempunyai anak, aku berjanji akan tetap seperti ini. Mencintai kamu, kita hidup bersama, dan menua bersama."

Keputusan cepat, teledor, berakhir rasa penyesalan. Nyaris tak mampu menatap Khalisa, itulah yang ia rasakan sekarang bukan hanya itu saja rasa malu menyelimutinya kala bertemu dengan Nazwa. Kali ini, dia juga banyak menyalahkan Ibunya. Hari itu, Rani sangat banyak mengambil alih untuk setiap keputusan Yusuf. Lelaki itu pikir, semua keputusan Ibunya adalah yang paling benar. Namun, nyatanya memang tidak.

"Ayah," panggil Safa.

"Iya sayang," jawab Yusuf cepat.

"Aku bahagia bisa bersama Ayah lagi walaupun keadaannya memang tengah sakit," ucap Safa dengan suara kecil.

Yusuf menatap Safa, membelai kepala anak itu dengan penuh kasih sayang.

"Nak, kebahagiaan Ayah memang bersamamu. Namun, ini juga luka bagi Ayah. Mendatangimu ketika kamu sakit, di mana hati Ayah nak," ucap Yusuf terisak.

"Ayah, kalau kata Bunda jangan saling menyalahkan. Lagian, Ayah sudah di sini. Sudah cukup kok, awalnya Safa kecewa tapi setelah di jelaskan oleh Bunda akhirnya Safa menjadi paham. Safa sayang sekali sama Ayah," ucap Safa bijak.

Yusuf merasa takjub, ajaran Nazwa terhadap Safa sungguh berperan penting. Dan hari ini, Yusuf melihat hasilnya. Nazwa tidak mengajarkan Safa untuk membencinya mengingat apa yang sudah ia lakukan selama ini terhadap mereka. Namun, malah mengajarkan Safa untuk mengerti dan tidak menuntut. Ternyata benar, kejahatan yang di balas kebaikan maka akan menghasilkan penyesalan terhadap pelaku.

Yusuf memeluk tubuh lemah anaknya dengan erat, berharap ini adalah mimpi. Dan ternyata, di luar ruangan, Bariq tengah menatap dua orang itu. Menatap Yusuf dengan seksama, bibirnya nyaris kelu menyaksikan lelaki yang membuat hidup anaknya hancur masih di beri kesempatan untuk datang kemari dan memberikan waktu antara anak dan juga Ayah. Setelah di rasanya cukup, Bariq masuk kedalam ruangan. Sedikit terkejut, Yusuf tertunduk.

"Kamu kapan datangnya Suf?" Tanya Bariq ramah.

"Sudah lumayan lama Ayah."

Ayah. Untuk pertama kalinya Bariq mendengat kata Ayah keluar dari mulut Yusuf. Ketika lelaki itu maupun anaknya sudah berpisah.

Bariq merespon kalimat Yusuf hanya dengan anggukan. Bariq lalu menghampiri Safa dan bertanya banyak hal kepada anak itu, bukan hanya itu saja, Bariq bercerita tentang pekerjaannya dan juga orang-orang yang ia temui di tempat bekerja.

"Safa tidak akan kehilangan sosok Ayah sebab Ayahnya Nazwa telah mengisi itu bahkan, Safa malah tidak kehilangan kehangatan keluarga sebab jauh di banding diriku, Ayah sudah menberikan kehangatan terbaik kepada Safa," ucap Yusuf membatin.

"Mau nginap di sini yah?" Tanya Bariq.

Yusuf mengangguk.

"Iya Yah, hari ini dan hari-hari selanjutnya saya akan menjaga Safa di sini."

Bariq mengangguk.

"Jangan berjanji Suf, karena janji itu berat kamu sudah banyak berjanji namun akhirnya ingkar juga. Menemani Safa untuk hari ini saja, kami sudah sangat bersyukur. Besok, pulang saja. Kau juga punya keluarga nak," jawab Bariq.

Lembut namun menusuk.

Bariq lalu melangkah keluar ruangan dan di susul oleh Yusuf. Tiba-tiba saja, saat sudah di luar Yusuf langsung berlutut di hadapan Bariq.

"Maafkan aku karena sudah melukai Nazwa terlalu jauh," ucap Yusuf dengan suara bergetar.

Bariq terdiam. Maaf apa yang lelaki itu minta? Bariq lalu memegang bahu Yusuf dan menyuruhnya untuk berdiri. Menatap mata Yusuf yang penuh air mata, apa sebanding dengan air mata yang di keluarkan anaknya?

"Kenapa baru sadar Suf? Kemana akal sehatmu selama awal-awal kau akan melakukan perselingkuhan. Kenapa di saat anakmu sakit baru kau meminta maaf? Bahkan, kau lupa bagaimana lancangnya kau berbicara di hadapanku dan membela istri barumu itu. Dan sekarang apalagi Suf? Kau mau apalagi?" Ucap Bariq dengan suara kecil.

"A-aku menyesal melakukan itu. Aku minta maaf atas semua hal yang ku lakukan terhadap Putrimu."

"Sekarang kau menyesal dan meminta maaf. Mungkin akan ku maafkan, tapi semua tingkahmu pada masa itu akan terus tertanam baik di pikiranku bahkan Nazwa," ucap Bariq lalu meninggalkan Yusuf sendirian.

.


.


.

Kesibukan di kantor Gibran terlihat begitu jelas. Di sana, Gibran mondar-mandir memastikan kerja timnya berhasil.

"Bang Gib, ini sudah lumayan rampung. Gambarnya sudah sesuai yang klien mintakan?" Tanya seorang lelaki sembari menunjukkan gambarnya di komputer.

Gibran mengangguk "Biar aku yang menyusun anggarannya. Tengkyu Malik," jawab Gibran.

"Gib, mau di bantu apalagi?" Tanya Susi menghampiri Gibran.

"Nggak perlu Si, kau sudah bekerja keras seharian ini."

Susi mengangguk, lalu pergi ke tempat Arindi tengah duduk.

"Susi, sabar yah nanti juga akan ada hasil bahagia untukmu," ucap Arindi menyemangati Susi.

"Rin, kalau di lihat-lihat Gibran itu lumayan sulit yah buat di gapai. Kenapa sih lelaki dengan kriteria nyaris sempurna yang ada di Gibran itu sulit di gapai? Kamu tahu nggak Rin, waktu kami mengadakan peninjauan lokasi pembangunan proyek di Jogja, Gibran itu punya hal-hal hebat. Gaya bicaranya, ibadahnya, bahkan dia yang sesederhana itu," ucap Susi sembari menatap Gibran.

Cinta bertepuk sebelah tangan yang di jalani Susi hampir enam tahun membuat dirinya banyak gusar. Mana ternyata dia di ajak untuk berkerja di kantor lelaki yang ternyata ia cintai semakin membuat dirinya terjebak dalam lingkaran ini.

"Husss...pasti bisa kok Si. Kami yakin yah? Asal jangan menganggu kenyamanan Gibran. Kamu tahu sendirikan dia itu bagaimana?" Ucap Arindi.

Susi mengangguk. Dia tidak melakukan banyak hal untuk mendekati Gibran karena tidak ingin mengusik kenyamanan Gibran.


******
Halo..lumayan lama nggak update, hari ini bisa update jugaa. Jangan lupa vote dan comment yah💘

Wanita Kedua Suamiku (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang