[03] Rencana tanpa Akar

477 51 14
                                    

Gema Satria

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gema Satria

"He was never quite ready. But he was brave. And the universe listens to brave."

More:
https://pin.it/3FNsuiS

===

"Kapten!"

Hantaman bola basket di bahu membawa kembali jiwa sang kapten yang berkelana pada peristiwa tempo hari. Suara familier samar-samar berputar di otak. Jarum jam seolah berhenti berirama mengikuti debaran jantung, sedangkan rasa ingin tahu secara otomatis membalikkan tubuh menuju asal suara.

Di gimnasium yang luas, para manusia yang berlalu-lalang, bukan menjadi penghalang Gema untuk fokus memandang salah satu dari mereka.

"Kapten Gema!"

Dia, Virgi. Pemicu keramaian satu Indonesia.

"Fokus, Kapten! Tangkap!"

Lantas sedetik kemudian sosoknya menjadi samar.

Bola basket diambil alih oleh tangan sang Kapten. Matanya menyapu seluruh lapangan, mendapati sorot mata rekan satu tim yang secara tidak langsung menyuruh lelaki berambut kecokelatan tersebut untuk mencetak skor.

Badan Gema mulai bergerak bersama naluri yang mengekor. Tangannya mendribel bola dengan gerakan lincah. Berkali-kali ia berkelit ketika bola nyaris direbut lawan. Hampir mendekati ring, ia mempercepat gerakan. Begitu pula sorakan dominan perempuan dari arah penonton menggema di seluruh gimnasium. Menyeru nama Gema tiada henti. Sampai lelaki itu berada tepat di depan ring, tubuhnya sedikit melompat dan mengayunkan bola dengan anggun.

Tujuh poin untuk Gema!

Peluit panjang berbunyi menandakan pertandingan telah usai. Sorakan penonton kian detik makin mereda. Rekan satu tim serempak menghampiri Gema, sedangkan ia di sana mendesah keras. Punggung lengan kirinya diangkat untuk menyeka keringat di dahi.

"Gerakan lo barusan kece banget, Gem!" puji cowok berbadan atletis sambil mengangkat tangan. High five!

Yang dipuji mengangkat bahu enteng, tersenyum sekilas. Seolah dirinya tahu kalau perkataan tersebut memang benar.

Gema berjalan menuju pinggir lapangan sambil membayangkan kejadian barusan. Yakin sekali ia melihat sosok Virgi di tengah lapangan tadi, seakan menunggu operan bola darinya.

Dan ketika Gema menoleh untuk yang ke sekian kali, sosok itu menghilang.

Lelaki itu merinding. Sumpah, dalam kurun dua bulan ini, waktu belajarnya terhambat karena kasus pembunuhan rivalnya. Terlebih ia dicurigai sebagai pelaku dengan alasan tak masuk akal.

DEXTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang