[06] Variable Limits: Infinity

349 46 5
                                    

"Oh, soal ini pake cara turunan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Oh, soal ini pake cara turunan."

Melihat punggung Pak Hendra yang meninggalkan empat anggota Study Group di ruang akademi, Alodya menjelaskan bagaimana otaknya bisa memahami soal latihan nomor lima Matematika Peminatan yang dibahas beberapa menit lalu.

"Kalo udah dapet hasil turunan, tinggal cari titik stasionernya," tambah Alodya. "Habis itu ikutin cara di papan tulis."

Khalil manggut-manggut paham. Alih-alih mengerjakan tugas serupa dari Pak Hendra barusan, buku bersampul cokelat itu dimasukkan ke dalam tasnya. Alodya mengernyit heran.

"Ngerjainnya nanti aja, Al. Lo gak lihat kepala gue berasap gini?" tanya Khalil jenaka.

"Awas aja kalo masih gak ngerti," ancamnya. Ia kembali duduk di meja sebelah kanan. "Eh, lo udah balik ke asrama, ya? Ibu lo kemarin nge-chat gue soalnya."

Khalil mengangguk. Tidak menyatakan alasan pun, gadis ini pasti sudah tahu berkat insting dari hasil pertemanan 6 tahun. Selepas meletakkan tas pada bahu, keduanya bangkit dari duduk.

"Alodya, tunggu."

Baru selangkah, seruan lelaki dari belakang bangku menginterupsi si pemilik nama. Alodya berbalik, dengan buku paket tebal Matematika Peminatan yang ia genggam, menyiratkan secara tak langsung bahwa ada yang harus ia kerjakan selepas berbenah diri.

"To the point aja. Mau ngomong apa?"

Empat anggota Study Group merasakan situasi aneh akibat interaksi kedua manusia ambisius.

"Ayo bahas masalah di ruang konseling waktu minggu kemarin." Sesuai permintaan Alodya, si pemegang gelar Kapten Basket menyatakan permintaannya tanpa basa-basi. "Gue tahu kalian juga punya alasan masing-masing buat cari tahu siapa pelakunya."

Merupakan hal langka bagi Gema untuk tidak menyerang Alodya dengan mulut pedasnya. Reliza dan Khalil yang menyaksikan pun saling bertukar pikiran lewat pertemuan sepasang mata.

"Lo... ngajak gue kerja sama?" Alodya meninggikan nadanya satu oktaf. Tumben.

"Ya, tergantung sama yang lo pikirin," respons Gema santai.

"Oke, gak ada salahnya gue dengerin dulu," balasnya tak kalah santai. Alodya kembali duduk, menaruh buku paket yang sejak tadi ia pegang. "Apa jaminannya? Meskipun kita kerja sama, gak akan semudah itu mecahin kasusnya, kan?"

Keempat siswa itu berkerumun. Oke, ini cukup aneh karena pertama kalinya mereka bersatu dalam artian berdasarkan kehendak sendiri selain dipaksa keadaan.

Gema mengetuk kepala kanannya dua kali. Ia menjawab, "Ini. Kita punya otak. Satu-satunya hal yang gak dimiliki sama polisi-polisi yang gak becus itu."

Hening. Setiap orang di ruangan itu berpikiran sama. Tentang bagaimana korelasi keempat orang ini berkaitan dengan kematian seseorang di peringkat satu.

DEXTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang