[04] Pertumpahan Darah di Langit Batavia

406 57 9
                                    

Reliza Reiss Anastasia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Reliza Reiss Anastasia

"She is a flower, but she isn't soft; when her petals fall, they hit like a bullets."

More:
https://pin.it/63kmyYy

===

Reliza terkadang tidak bisa membedakan antara teater dan realitas. Sebagian hidupnya terekam abadi pada panggung megah yang kini ia pijak. Sebab di sinilah bagaimana Liz secara bebas mengungkap ekspresinya di balik topeng.

Memainkan emosi, mengolah kata menjadi diksi, tanpa memikirkan realitas yang dikejar delusi.

Kilatan petir diiringi bunyi gemuruh menggema. Latar di belakang panggung menjadi gelap, sebagaimana langit yang akan menurunkan air.

Sementara di bawah langit Batavia, para aktor yang berperan sebagai pribumi dengan latar tahun '90-an tiada henti mengarahkan bambu runcing kepada bangsa Belanda.

Anak bangsawan, Rosalie, mengerang frustrasi karena posisinya yang tidak diuntungkan. Ini bukan yang dia harapkan. Membujuk Vader untuk tidak mengadakan perang tentunya mustahil.

Putus asa, Ros menurunkan lututnya. "Aku menyesal terlahir menjadi anak bangsawan."

Dor!

Suara tembakan yang terdengar membuat semuanya refleks menghindar. Vader, sebutan ayah dalam bahasa Belanda, mengarahkan tembakan kepada salah satu pribumi.

Suara gemuruh muncul kembali.

"Radeva!" Ros berjalan tergopoh menuju satu-satunya pribumi yang paling ia kenal. Pemilik tubuh itu terbaring lemah seiring cairan kental dari kepala yang merembes pada gaun megah milik anak bangsawan.

Setitik air mata mendarat di pelipis Radeva. Ia tersenyum getir. Mengingat keadaan Radeva yang sekarat, air mata Ros keluar lebih banyak daripada darah dari luka yang dialami pria pujaan hatinya. Ros berteriak sekencang mungkin hingga mengalahkan suara gemuruh petir.

"Dia pantas dibunuh, Rosalie. Hindari pribumi itu." Vader masih menodongkan senjata api.

"Jangan dekati kami!" ancam sang putri menyembunyikan tubuh Radeva yang tertutupi sebagian. "Pribumi ini yang menyelamatkan nyawaku. Kalau dia mati, aku akan sangat merasa bersalah."

Penonton semakin larut dalam cerita.

"Vader menikah dengan pribumi, maka aku juga akan begitu!" Ros menatap Radeva sejenak. "Aku lebih baik mati dengannya daripada hidup bersama Vader."

Orang-orang di sekitar berseru heboh. Tanpa mendekat, mereka berusaha mengubah pola pikir si anak bangsawan.

"Vader, bunuh aku."

Tangan sang ayah bergetar ketika mendengar permintaan putrinya. Di sisi lain, korban tembakan semakin meraup banyak udara tanpa daya. Sang putri meneriakkan keinginannya sekali lagi. "Bunuh aku!"

DEXTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang