[10] Newton's Second Law: Force

217 31 6
                                    

Putar backsound di multimedia biar tegangnya makin kerasa!(tips: selagi videonya loading, langsung scroll ke bawah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Putar backsound di multimedia biar tegangnya makin kerasa!
(tips: selagi videonya loading, langsung scroll ke bawah. nanti musiknya otomatis nyala)

Happy reading, buddy! :)

===

"Rekaman wawancara sama datanya udah gue kirim ke grup."

"Iya, nanti gue selidikin," balas Alodya di seberang telepon.

Jarinya mengepal erat pada permukaan ponsel tatkala orang di sebelah memberi kode lewat anggukan kepala. "By the way, lo ada apa nelpon malem-malem gini?"

"Lo lagi ada di mana sekarang? Bisa ketemu sebentar?"

Sesuai prediksi. Tepat sekali.

Dari tenggelamnya semburat merah di ufuk barat hingga ribuan titik bintang menyinari sebagai pengganti mentari, si pemegang peringkat tiga dan empat bertekad memulai misi. Misi yang awalnya belum terpikirkan sama sekali dari kombinasi dua orang ini.

Masih bertahan di depan pagar tembok sekolah dengan topi dan pakaian serba hitam sebagai bentuk kamuflase, Gema memberi kode dengan gelengan cepat. "Jangan tanya alasan, langsung tolak!" serunya setengah berbisik.

"Gak bisa." Respons Khalil sukses membuat mata Gema melotot.

"Ada apa, Al? Butuh bantuan?"

Gema memijat kening.

"Ini gue lagi sama Gema," lanjutnya agar penerima telepon di seberang bisa mengerti. Sekarang keduanya hanya bisa bergantung pada situasi.

"Oh, kalau gitu nggak usah, deh. Kalian lanjut aja."

Mata Gema dan Khalil bertemu. Itu artinya misi kali ini akan segera terlaksana. Namun, sejujurnya Khalil ingin tahu alasan mengapa Alodya memilih nama Khalil sebagai kandidat pertama di antara ratusan siswa yang sukarela melayani dirinya.

Dengan helaan napas yang menyiratkan kesesalan, Khalil mengutarakan kalimat penutup terakhir. "Sorry, ya, Al. Gue tutup dulu telponnya."

Begitu ponsel itu sudah tenggelam dalam saku jeans hitam, Gema yang sudah tertinggal satu langkah di belakang mulai melancarkan aksi; memanjat tembok dengan ketinggian sekitar 3 meter yang sering dilalui siswa sebagai pilihan kedua untuk pergi membolos. Tidak pernah roboh meski banyak siswa sudah ramai memaksa menerobos tembok itu di menit terakhir setelah bel masuk berbunyi. Bertahun-tahun.

Terdengar hentakan kaki, rupanya Gema berhasil memasuki area sekolah. Khalil melakukan aksi yang sama dengan cepat. Diliriknya seluruh area sembari diam-diam bergerak menuju gedung utama yang hanya tersisa beberapa meter lagi, rupanya lampu taman maupun gedung benar-benar redup seluruhnya—kecuali air mancur di tengah taman dengan dua ukiran patung angsa sebagai ikon utama Intellegend. Lampu-lampu di sisi kolam dan suara pancuran air bisa menyihir mata siapa pun yang berada di sana. Sampai Gema tersadar dan merasakan sekilas cahaya di ekor matanya. Ia yang memimpin jalan tiba-tiba berhenti. Firasatnya mengatakan ada satpam yang sedang berpatroli, jadi kemungkinan besar satpam yang di dalam hanya tersisa satu.

DEXTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang