[18] Chaotic Cinema

180 23 8
                                    

Lanjutan dari penghujung sore September 2022, selepas kisah Radeva-Rosalie yang berakhir sirna mengikuti tenggelamnya mentari di ufuk barat, para anggota teater berkumpul beserta tokoh utama di atas panggung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lanjutan dari penghujung sore September 2022, selepas kisah Radeva-Rosalie yang berakhir sirna mengikuti tenggelamnya mentari di ufuk barat, para anggota teater berkumpul beserta tokoh utama di atas panggung.

Namun, kali ini, kisahnya berlanjut di akhir 2022.

Tirai merah terbuka sempurna dan tergantung di tiap sisi sudut sebagai pembatas antara ratusan kursi berjajar yang diisi para siswa, dengan sorotan utama beralaskan panggung megah yang kini dramanya tengah berlangsung sejak menit lalu.

"Kenapa, Vader?" Seruan dari tokoh utama menembus menuju seisi ruangan. Baru dirinya sadar ketika darah merembes di sebelah pundak kiri alih-alih pada jantung seperti letak peluru yang menembus lelaki pribumi pujaannya. "Tembak aku sekali lagi!"

"Tidak bisa, Rosalie. Mau bagaimana pun, kamu tetap putriku. Pewaris gelar bangsawan kelak di masa yang akan datang." Vader menjatuhkan senjata apinya.

"Aku tak mau mewariskan gelar kotor itu. Lebih baik aku mati atau terlahir sebagai pribumi."

Tiba-tiba saja, seluruh aktor yang tampil mulai meninggalkan panggung satu per satu hingga menyisakan sang tokoh utama. Pemilik rambut pirang bergelombang dan pemakai gaun putih tulang yang kini dilumuri darah mulai bangkit. Pencahayaan redup, diganti dengan lampu sorot yang hanya menyoroti Rosalie sang tokoh utama.

"Saya selalu membayangkan bagaimana jika saya menjalani kehidupan seperti Radeva, sebagai anak pribumi yang dilahirkan keluarga petani miskin."

Menyapu tatap tiap penonton, kedua pasang mata Rosalie mulai berkaca-kaca.

"Setiap hari, tiap pagi-pagi sekali, Radeva berlari menuju sawah untuk membantu orang tuanya bekerja meski dalam keadaan perut kosong. Tapi, saat itu Radeva kabur. Ia pun terjatuh. Tepat sekali, saya juga ada di sana melihatnya terjatuh. Saya mencoba mengulurkan tangan untuk membantunya berdiri, kemudian menawarkan beberapa makanan yang tak sempat saya habiskan pagi tadi. Enak, katanya. Hari berikutnya saya diam-diam menyisihkan jatah makanan untuk diberikan padanya."

Sebulir air mata jatuh. Reliza dalam perannya sebagai Rosalie menceritakan kembali, seolah ia yang mengalami kejadian itu seorang diri. "Hanya saja, saya dan Radeva terpisahkan oleh norma dan aturan hukum yang diskriminatif. Saya bisa melanjutkan pendidikan ke sekolah yang bagus, sementara Radeva sebagai pribumi miskin justru dilarang sekolah, bahkan cara membaca huruf latin pun ia tak tahu. Di masyarakat, telah tertanam semacam aturan tak tertulis bahwa pribumi seharusnya berada di kasta terbawah. Hukum pun menyatakan hal serupa. Jadi, jika saya melawan, saya juga akan dipandang aneh oleh masyarakat."

Matanya ia arahkan menuju pemuda yang duduk di baris ketiga. Gema, namanya. Rupanya ia tak mengindahkan penampilan Reliza di panggung. Ia justru menatap kamera DSLR miliknya yang ditunjukkan sehari sebelum Liz pentas teater; malam di mana kelima anggota berkumpul karena tangkapan beberapa foto yang menjadi perbincangan kala itu.

DEXTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang