Pukul 15.00 Erland baru saja pulang dari kampus tempat ia mengajar. Terlihat jelas tubuhnya yang begitu lelah.
Erland merebahkan tubuhnya di atas sofa, namun sedetik kemudian ia kembali terduduk saat melihat bik Siti yang berada di sampingnya.
"Iya kenapa bik?" Tanya Erland, tangannya sibuk memijat pelipisnya. Mata Erland membulat sempurna saat mendengar ucapan Siti tentang Clara yang belum keluar dari pagi tadi setelah sang Mama datang.
Tok.
Tok.
Tok.
"Clara!!" Erland terus mengetuk pintu kamar Clara dan beberapa kali memanggil nama gadis itu. Berharap seseorang di dalamnya segera menjawab ucapannya.
Namun Erland semakin dibuat pusing saat mendengar suara isakan dari dalam kamar dan Erland tahu pasti itu adalah suara dari sang istri, Erland bergegas mencari kunci cadangan kamar bawah.
Tidak lama setelah ia mencari ia menemukan kunci tersebut dan segera membuka pintu kamar Clara. Betapa terkejutnya Erland saat melihat Clara yang menangis di atas ranjang dengan matanya yang sangat sembab.
Sedangkan Clara belum mengetahui jika Erland sudah berhasil masuk ke dalam kamarnya. Laki-laki itu segera melangkahkan kakinya menuju kearah Clara yang sedang bersandar dengan memalingkan wajahnya ke arah jendela kamar.
"Clara." Panggil Erland sambil memegang pundak gadis didekatnya, dengan cepat Clara menoleh dan mendapati Erland yang sudah berdiri disampingnya sambil memegang pundaknya.
Dengan sangat kasar tangan Clara menepis tangan Erland dengan kasar, hal itu membuat kedua alis Erland tertaut.
"Kenapa apa ada yang sakit?" Bukannya marah kepada Clara Erland malah bertanya tentang keadaan gadis itu. Clara menatap tajam kearah Erland yang menatapnya dengan serius.
"Bapak enggak usah sok perhatian sama saya." Jawab Clara dengan sangat ketus membuat ada rasa nyeri di hati Erland.
"Maksut kamu bagaimana?" Tanya Erland yang bingung dengan ucapan sang istri. Erland menghembuskan nafasnya pelan saat tidak mendapat jawaban dari Clara.
"Kalau saya salah saya minta maaf." Kata Erland yang ingin menggenggam tangan Clara. Namun dengan sangat cepat gadis itu menepis tangan sang suami dengan sangat kasar yang membuat Erland kembali menghela nafasnya panjang.
"Bapak tahu gara-gara bapak saya dibentak sama mama saya. Saya dimarahin sama mama!!" Teriak Clara dengan sangat keras. Kini air mata gadis itu kembali meluncur tanpa halangan dari kelopak matanya.
Sedangkan Erland ia mencoba memahami apa yang baru saja diucapkan oleh sang istri, namun ia tidak mengerti kenapa sang istri marah kepada dirinya.
"Saya benar-benar nggak ngerti apa maksud kamu?" Tanya Erland menatap mata sayu milik Clara.
"Kalau seandainya saja bapak waktu itu nggak nerima permintaan orang tua saya buat nikahin saya, mungkin saya nggak akan terikat dengan pernikahan bodoh ini, saya harus kehilangan kekasih yang saya cintai dan juga saya harus mendengar kemarahan Mama saya karena Mama saya tahu kalau selama ini saya masih berhubungan dengan pacar saya!!" Nafas gadis itu naik turun dengan seiring jatuhnya air mata dikedua matanya.
Tatapan Erland jatuh ke pada mata sayu milik Clara. Laki-laki itu tidak percaya jika gadis yang menjadi istrinya ini sangat membenci dirinya dan menganggap pernikahan mereka adalah pernikahan yang bodoh.
Erland mencoba menetralkan detak jantungnya yang berdegup sangat kencang, sebisa mungkin ia mengontrol emosinya untuk tidak marah kepada sang istri atas ucapan dari gadis itu.
Tidak mau membuat sang istri kembali marah kepadanya dan semakin emosi Erland memilih keluar dari kamar sang istri dengan cepat.
Erland sedikit berlari menaiki anak tangga menuju kamarnya. Dia segera masuk ke dalam kamar mandi tapi sebelum itu ia sudah melepaskan ikat pinggang dan juga sepatu yang melekat di tubuhnya.
Dengan kasar Erland menyalakan shower dengan air dingin kemudian mengguyur tubuhnya yang terasa panas. Erland harus mencari sesuatu untuk menjadi pelampiasan amarahnya.
Dan tembok di sampingnya yang tidak bersalah harus mendapatkan pukulan dari tangan kekar milik Erland. Erland terus mengguyur seluruh tubuhnya menggunakan air dingin yang terus mengalir dari shower.
Hatinya kembali berdenyut nyeri saat ucapan sang istri terus terngiang-ngiang di telinganya, Erland tidak habis pikir dengan Clara yang menganggap pernikahan suci mereka sebagai pernikahan yang begitu bodoh.
Erland kembali menarik nafasnya pelan kemudian menghembuskannya secara perlahan, setelah lebih dari setengah jam mengguyur tubuhnya di shower Erland mengambil handuk dan melilitkan nya di pinggang kemudian berjalan keluar dari kamar mandi untuk mengambil pakaian gantinya.
Tubuhnya lelah yang diakibatkan karena dirinya yang masuk rumah sakit selama satu minggu dan harus mengerjakan pekerjaan yang berada di Surabaya, dan ditambah lagi ia harus berjaga terus-menerus selama empat hari dirumah sakit karena sang istri yang kecelakaan.
Dan sekarang harus ditambah lagi dengan masalahnya bersama sang istri, Erland sudah mengganti pakaian nya beberapa menit yang lalu namun ia tidak memakai kaos untuk menutupi badan bagian atasnya.
Hanya celana pendek diatas lutut yang ia kenakan saat ini, tangannya bergerak membuka pintu balkon yang langsung terhubung dengan kamarnya.
Erland dapat melihat suasana di sore hari di rumah yang 1 bulan ini sudah ia tempati bersama sang istri. "Tinggal 7 bulan lagi Erland." Gumam Erland yang menyemangati dirinya sendiri untuk bisa tetap bertahan bersama Clara selama 7 bulan kedepan.
Sebetulnya Erland tidak ingin pernikahannya bersama sang istri berakhir secepat itu, namun sebagai seorang laki-laki sejati Erland tidak mau egois dengan menjerat sang istri dalam pernikahan yang tidak seharusnya mereka jalani selama ini.
Pernikahan yang seharusnya terjadi diantara kedua orang yang saling mencintai dan saling mencurahkan kasih sayangnya satu sama lain, bukan dengan pernikahan dengan satu orang yang begitu membenci.
Erland mengacak rambutnya frustasi sesekali ia memandang daun-daun yang berguguran dari atas pohon. "Kenapa daun itu jatuh?" Gumam Erland saat melihat daun jambu yang berwarna hijau jatuh ke tanah.
"Apa dia tidak mampu bertahan di atas, karena selalu tertiup angin yang begitu kencang?" Gumam Erland kembali. Erland tersenyum tipis melihat daun jambu itu yang sudah terjatuh tepat di tanah.
"Apa dia tidak kesepian, sepertinya daun itu punya nasib yang sama denganku. Bedanya daun itu memilih jatuh sebelum waktunya sedangkan aku masih mencoba bertahan sampai waktunya tiba"
Tatapan Erland terus tertuju pada daun yang jatuh, sepertinya memang benar jika nasib daun itu dan dirinya memang sama. Hanya satu yang membedakan keduanya yaitu masalah waktu.
Erland memilih kembali masuk kedalam kamarnya sebelum itu ia menutup pintu menuju balkon. Tatapannya beralih pada laptop di atas ranjangnya. Banyak pekerjaan yang harus dikerjakan secepatnya dan mungkin harus selesai pada malam hari ini juga.
Jadilah Erland mengerjakan tugas-tugasnya sebagai dosen ataupun sebagai bos, lebih baik ia berkutat dengan pekerjaannya daripada harus memikirkan bagaimana nasib kehidupannya bersama dengan sang istri.
Adzan maghrib menyadarkan Erland dari fokusnya pada pekerjaan. Laki-laki itu segera menutup laptopnya dan bangkit dari duduknya kemudian berjalan menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu.
Setelah selesai berwudhu ia segera menggelar sajadahnya di samping ranjang kemudian menunaikan ibadah sholat Maghrib seperti biasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ISTRIKU MAHASISWAKU (Selesai✓)
RomanceBagaimana jadinya jika seorang dosen harus menikah dengan mahasiswa nya sendiri, itulah yang dialami oleh Erland yang harus menikahi Clara yang berstatus sebagai mahasiswa nya sendiri. Erland terpaksa menerima pernikahan dengan mahasiswa nya karena...