17. Dasar ganjen

4.8K 211 0
                                    

"Bik nanti anterin sarapan kekamar Clara, saya mau pergi kekantor dulu." Kata Erland yang sudah rapi dengan baju kantornya. Dalam satu minggu penuh Erland akan pergi ke kampus pada hari Senin sampai Rabu dan akan pergi ke kantor pada hari Kamis sampai Sabtu.

"Iya mas." Jawab bik Siti pelan. Erland langsung meninggalkan bik Siti di ruang makan. Mobil Erland membelah jalanan kota yang padat menuju ke kantornya.

Sesampainya di kantor banyak sekali karyawan yang menyapa Erland, karena sangat beruntung karyawan-karyawan yang bisa bertemu dengan Erland.

"Permisi pak." Kata Nia sekretaris Erland sambil membuka pintu ruangan Erland. Erland hanya menjawab dengan deheman kecil saja kemudian wanita yang bernama Nia itu langsung masuk ke dalam ruangan bosnya.

"Pak hari ini kita akan pergi untuk meeting." Kata Nia dengan sangat sopan. Erland hanya menganggukkan kepalanya kemudian mengangkat tangan pertanda Nia harus pergi dari ruangannya.

"Pak Erland ganteng sih, tapi kenapa dingin banget." Gumam Nia yang sudah keluar dari ruangan Erland. Nia adalah salah satu karyawan di kantor Erland yang menyukai bosnya itu.

"Nggak papa sih yang penting kan bisa ketemu sama Pak Erland terus." Sambung Nia dengan tersenyum. Sedangkan Iqbal asisten pribadi Erland yang menggantikan Erland jika dirinya sedang tidak berada di kantor mendengar ucapan yang terlontar dari bibir Nia.

"Dasar ganjen." Kata Iqbal menatap Nia dengan tatapan yang tidak bersahabat. Sedangkan Nia langsung terdiam tertunduk mendengar ucapan yang terlontar dari bibir Iqbal.

Iqbal langsung masuk ke dalam ruangan bosnya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, karena ia sudah mendapat perintah untuk langsung masuk ke dalam ruangan tersebut.

"Pak Iqbal omongannya kok pedes banget sih." Gumam Nia yang merasa sakit dengan ucapan yang terlontar dari bibir Iqbal.

"Eh kakinya kenapa?" Tanya Iqbal yang melihat kaki Erland yang berbalut dengan perban. Karena setelah Nia keluar dari ruangannya Erland langsung membuka sepatu dan kaos kakinya.

"Kena pecahan gelas." Jawab Erland sambil menatap Iqbal sahabatnya dan juga bekerja sebagai asisten nya.

"Kok bisa sih?" Tanya Iqbal yang merasa bingung. Setahu dia Erland bukanlah seseorang yang ceroboh dan mudah terluka karena kebodohannya.

"Iya bisa lah, kan gelasnya jatoh." Jawab Erland dengan tatapan fokus ke layar laptopnya. "Kenapa Lo nggak keluar aja sih dari kampus?" Erland langsung menatap sahabatnya dengan tajam.

"Nggak bisa, jadi dosen itu impian gue dari dulu." Jawab Erland dengan cepat. Iqbal menghela nafasnya pelan, sebetulnya Iqbal merasa kasihan dengan Erland yang harus bekerja setiap hari di kampus dan juga di kantor.

Terkadang Erland juga akan membawa pekerjaan ke rumah dan mengerjakan pekerjaan itu sampai dirinya tidak tidur. "Kayaknya sekretaris lo Nia suka deh sama lo." Kata Iqbal yang tiba-tiba membuat tatapan Erland semakin tajam.

"Santai dong, soalnya tadi di depan ruangan lo dia ngomong kalau yang penting dia bisa ketemu terus sama lo." Sambung Iqbal sambil tersenyum menggoda kearah Erland.

"Biarin lah, toh kalau orang suka itu mah sama siapa aja." Jawab Erland dengan santainya. Iqbal mengangguk-anggukan kepalanya pelan kemudian memperhatikan Erland yang fokus kembali pada layar laptopnya.

"Kalau seandainya kita liburan gimana?" Tanya Iqbal menatap Erland dengan penuh permohonan.

"Liburan?" Cicit Erland yang mengikuti perkataan Iqbal. Iqbal laki-laki itu menganggukkan kepalanya mantap bahwa ia ingin liburan bersama dengan kedua sahabatnya yaitu Erland dan juga Haikal.

"Kayaknya nggak bisa deh, lo kan tahu sendiri kalau Haikal udah punya istri apa lagi istrinya lagi hamil." Lagi-lagi Iqbal menghembuskan nafasnya kasar.

Pupus sudah harapan nya untuk bisa berlibur dengan kedua sahabatnya, menghabiskan waktu bersama seperti dulu di masa-masa kuliah mereka.

"Kenapa Haikal nggak ajak istrinya aja kan seru bisa rame-rame." Kata Iqbal yang mendapat gelengan pelan dari Erland.

Namun sedetik kemudian Iqbal sadar jika Haikal mengajak istrinya itu tidak akan keren bagi mereka, pastinya waktu Iqbal akan tersita untuk istrinya dibandingkan dengan kedua sahabatnya.

"Ya udah deh lain kali aja kalau kita semua udah sama-sama punya istri baru deh liburan sama-sama." Erland menatap Iqbal dengan tatapan yang sulit diartikan.

Erland menatap wajah Iqbal yang sedikit lesu, "Iya tapi lo harus cari dulu calonnya." Jawab Erland tersenyum tipis.

Iqbal mengangguk-anggukan kepalanya pertanda ia harus segera mencari calon nya terlebih dahulu barulah mereka bisa berlibur bertiga, "Tapi lo juga harus cari dong, kan lo belum punya." Kata Iqbal dengan menaik turunkan alisnya ke arah Erland.

Pernikahan Erland dan juga Clara memang tidak ada satupun seseorang yang mengetahuinya, yang tahu hanyalah keluarga dan juga saksi di pernikahan Erland dan juga Clara.

Bahkan Iqbal yang menjadi asisten Erland pun tidak mengetahui jika sang bos sudah memiliki istri yang menjadi mahasiswanya sendiri di kampus dia mengajar.

"Iya." Jawab Erland pelan. Setelah sedikit mengobrol dengan Iqbal Erland kembali melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda.

Laki-laki itu meminta Iqbal untuk menggantikannya meeting hari ini karena dengan kondisi kaki yang terluka tidak memungkinkan Erland untuk meeting dengan kliennya.

Sesekali Erland menghembuskan nafasnya pelan karena jenuh sudah seharian penuh ia menatap layar laptop dan juga kertas-kertas dihadapannya.

Sedangkan di tempat lain Clara tengah menonton tv sambil memakan cemilannya, namun kini tatapannya beralih pada lantai di bawah sofa tempat ia duduk.

Di lantai tersebut ada bercak darah yang sudah mengering dan tentunya itu adalah darah Erland tadi malam. Bukannya bik Siti tidak membersihkan lantai di ruang tengah, mungkin saja noda itu tertinggal oleh bik Siti.

"Apa lukanya sedalam itu sampai darahnya berceceran kemana-mana." Gumam Clara yang terus menatap noda darah itu.

Kemudian Clara memanggil bik Siti untuk membersihkan noda darah di bawahnya. "Bik, apa luka pak Erland sangat dalam?" Tanya Clara yang menatap bik Siti dengan lekat.

"Saya nggak tahu mbak, pas saya datang lukanya mas Erland sudah diperban." Jawab Siti dengan cepat. Clara menghembuskan nafasnya pelan kemudian memejamkan matanya sejenak.

"Apa aku terlalu jahat sama pak Erland?" Gumam Clara yang mulai menyadari jika sikapnya terhadap Erland kemarin sangatlah salah.

"Sepertinya memang aku harus minta maaf sama pak Erland." Gumam Clara dengan pelan sangat pelan sampai tidak ada satupun yang mendengarnya.

"Bener kata Mama kalau aku nggak pantas jadi istri pak Erland." Kini Clara membenarkan ucapan sang Mama jika memang dirinya tidaklah pantas menjadi seorang istri dari dosennya itu.

Sudah ada kemajuan di kaki Clara saat ini, dia sudah mulai bisa berjalan meskipun harus berpegangan dinding ataupun lemari di sekitarnya. Dan sekarang ia tidak memerlukan bantuan siapapun untuk membantunya pergi ke mana-mana.

Sejujurnya Clara ingin sekali cepat sembuh dan secepatnya kembali kuliah dan berkumpul bersama kedua sahabatnya. Clara menatap kakinya yang sudah tidak berbalut perban lagi.

Karena tadi pagi dengan bantuan bik Siti Clara melepas perban yang melilit kakinya. Sudah bosan dengan menonton TV Clara berjalan dengan sangat pelan menuju kamarnya untuk beristirahat.

ISTRIKU MAHASISWAKU (Selesai✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang