54

394 22 0
                                    

***

Mata Kintan liar. Dia menatap kanan, kiri depan maupun belakang untuk mencari keberadaan Ramzi. Berharap pria itu belum sampai di Masjid, supaya ada alasan mereka belok nanti.

"Dek, kamu lagi nyari orang?" tanya Diah sembari mengangkat anaknya. Memperbaiki posisi memangku.

"Eh! Iya, Mbak. Lagi nyari tukang rujak, tapi ngga liat. Belom pada jualan kali." Kintan nyengir. Dia menatap depan. Menghela napas, mengharap pembongkaran kejahatan kali ini berjalan lancar. Entah kenapa misi kali ini membuatnya gelisah.

"Non," panggil Danang.

"Ya." Kintan yang duduk di belakang bersama Diah dan anaknya itu menatap Danang lewat cermin kecil di depan, bagian atas.

"Apa Non suka motor seperti itu?" tanya Danang menunjuk depan. Pada motor metik yang banyak stiker hello kitty warna birunya.

Kintan melihat ke arah tunjukan Danang. Sedikit kesal karena pria itu malah membahas jauh di luar misi. Namun ....

"Gue ngga su--" Mata Kintan membulat. Dia langsung kembali menatap Danang dengan senyuman manis. Berterima kasih. Itu adalah motor dari pria yang menganggu pikirannya sejak tadi. Ramzi.

Kintan menoleh, melihat Diah yang tengah bermain dengan anaknya. Wanita itu cantik dan baik, sedang hamil pula, mungkin terbongkarnya kebusukan suaminya akan membuatnya sakit hati, tetapi kalau membiarkan akan lebih kasian karena dibohongi terus-terusan.

"Mbak, kalau Mbak punya motor kayak gitu, suka ngga?" tanyanya sengaja untuk membuat Dian melihat suaminya.

"Yang mana?" Wanita itu terpancing dan melihat ke depan.

"Yang itu--" Kintan menunjuk.

"Suka. Eh, itu motor mbak. Itu suami mbak. Loh, kok dia pake baju rapi? Bukannya tadi ... loh, kok belok ke situ? Bukannya tempat kerjanya masih jauh?" tanyanya heran.

"Mau ikutin?" tanya Kintan.

"Boleh. Mbak heran aja kok penampilannya beda jauh dari pas berangkat dari rumah. Mbak minta tolong, ya."

Kintan tersenyum. "Kang sopir, ikutin."

"Baik, Non."

Danang membelokkan mobil masuk ke lorong. Mengikuti sampai motor Ramzi berhenti di sebuah rumah entah milik siapa.

"Itu rumah siapa?" tanya Diah.

"Ngga tau, Mbak. Mungkin bos baru--"

"Astagfirullah, mas Ramzi!" Diah menjerit setelah melihat Ramzi dijemput dan di peluk dengan wanita yang memakai kebaya di depan rumah. Wanita itu langsung membuka pintu mobil dan berlari ke arah suaminya.

Kintan dan Danang saling tatap. Kemudian kembali melihat ke arah Ramzi dan istrinya yang terlihat sudah bertengkar.

"Apa kita turun?" tanya Danang.

"Ngga usah. Elo udah bilang nyokap sama si tante?" tanyanya dengan mata yang tidak beralih dari Ramzi dan terlihat menghadang istrinya yang mau memukul Kirana. Gadis itu tersenyum saat melihat wajah Mbaknya yang pucat.

"Udah, tapi bukan di sini. Gue serlok dulu."

"Yo dah, buru."

Kintan turun dari mobil. Memegang ponsel dengan mode merekam video. Berjalan mengendap-endap ke pohon rindang yang tidak jauh dari rumah. Dari situ dia bisa membuat video untuk barang bukti dengan gambar yang bagus.

"Mas, kamu jahat!" Diah berteriak dengan keras. Mengabaikan anaknya yang terduduk di lantai dan menangis kencang. Wanita itu terlihat murka. Wajahnya merah padam dengan mata yang melotot.

"Dek, mas bisa jelasin semuanya." Ramzi terlihat lemah di depan istrinya. Sorot matanya terlihat penyesalan yang mendalam.

"Mau jelasin apa lagi, Mas. Apa? Aku percaya kamu keluar rumah buat kerja, cari rezeky buat aku dan anak kita. Nyatanya kamu ... Mas, aku lagi hamil. Kenapa kamu duain aku, hah?" Diah menutup mukanya. Menangis sesunggukan.

Kirana, wanita itu berdiri mematung sembari memeluk Fito yang terlihat ketakutan.

"Mbak, sabar." Pria paruh baya entah siapa itu, mencoba bijaksana. "Mari masuk dan kita dengarkan penjelasan suami Mbak. Saya ngga tau kalau dia suami orang karena bilangnya dia adalah duda."

Diah membuka tangan dari wajahnya. Matanya kembali melotot setelah mendengar kata-kata pria paruh baya yang ternyata seorang penghulu. Ini rumahnya. Kedua calon pengantin itu ke sini untuk menjemputnya baru membawa ke tempat yang sudah ditentukan untuk acara ijab qobul.

"Duda?" tanyanya tidak percaya.

"Dek, Mas bisa jelaskan." Ramzi memegang tangan Diah, tetapi istrinya itu menolak. "Dek, ayo pulang. Mas jelaskan semuanya."

"Ngga. Ngga ada yang perlu lagi kita bicarakan." Diah menyeka air matanya. Dia mengendong anaknya dan berniat pergi. Namun, ucapan Ramzi membuat langkahnya berhenti.

"Dia, wanita itu yang memaksa mas, Dek."

Ucapan Ramzi membuat mata Kirana membulat.

****

Kanaya(Season 2 nya Kawin Paksa) (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang