***
"Mbak Naya ngga ikut?" tanya Danang sembari duduk bersandar di bantal. Pertanyaan itu muncul karena Kintan datang hanya bersama Kania dan Kaanu, anak-anak Naya.
"Tadi barengan. Dia ada urusan katanya, nanti nyusul," jawab Kintan sembari menaruh buah tangan di atas lemari kecil dekat tempat tidur. "Elo kenapa bisa sampe di sini?" tanya sembari duduk di kursi dan memangku Kaanu. Sedangkan Kania duduk di sisi Danang.
"Gue bertengkar sama mama."
"Oh! Gue kira kegenitan jadi masuk sini hanya buat gombalin para suster cantik." Selesai berkata, Kintan menunduk, merapikan rambut Kaanu yang sudah rapi. Entah, ucapannya tadi membuat pipinya menghangat.
"Udah punya elo, ngapain mau genit sama gadis lain." Danang mengucapkan sambil tersenyum. Ia suka melihat Kintan yang cerewet dan galak itu malu.
Suasana tiba-tiba membuat Kintan canggung. Tidak tahu harus melakukan apa.
"Makasih udah mau datang. Gue butuh elo buat ngambil sesuatu."
Ucapan itu membuat Kintan mendongak. Ia menatap tajam Danang yang tertawa pelan. "Dasar!" Gadis itu mencubit paha Danang dan mendengkus sebal.
"Canda, Sayang." Danang mengusap pahanya. "Punya cewek kok galak amat."
"Ya udah, kita putus. Elo cari cewek yang kalem sono. Gue seneng kalau kit putus."
Danang menghela napas. Putus? Hal yang tidak pernah pria itu pikirkan. Jujur ia merasa nyaman bersama Kintan. Walaupun galak, pas aja di hati.
"Ngga ada kata putus. Setelah gue lulus, kita nikah."
Mata Kintan mendelik. "Gue ngga pernah bayangin nikah sama brondong."
"Nyatanya takdir elo sama brondong yang manis ini. Udah, jalani dan terima aja atau yang kuasa murka karena elo nolak apa yang sudah digariskan."
Kintan memutar bola mata. Berdebat dengan Danang itu menyebalkan. Ia selalu kalah.
"Kenapa bertengkar sama mama elo?" Gadis itu mengalihkan topik.
"Semalem si Handoko datang ke rumah. Wajahnya biasa aja. Bercanda gurau sama mama gue. Nah, gue yang kesel langsung melabrak. Bongkar semua rahasia dia ke mama, eh ... ngga di percaya. Dia pulang tuh, gue di tampar sama mama gue, gue masuk kamar, ngurung diri dan pingsan. Gue kelaparan. Karena panik, mama bawa gue ke sini."
Kintan geleng-geleng. Danang itu bocah kocak yang manja. Marah, ngurung diri, kayak anak gadis.
"Bocah banget."
Danang mendengkus.
"Kan udah gue bilang, kita cari bukti dulu baru labrak. Elo mah, dudul!" Cubitan gemas kembali mendarat ke paha Danang.
"Sakit, Sayang." Danang mengusap pahanya. "Habisnya kesel liat kebersamaan mereka."
"Tapi ujung-ujungnya bermasalah. Pasti Ramzi sekarang sedang membuat rencana untuk melancarkan aksinya dan itu pasti membuat kita susah untuk mencari sela kesalahan."
"Terus gimana?" Danang merasa bersalah.
"Sembuhin diri elo aja dulu. Entar kita pikirin lagi. Elo udah makan?"
"Belum."
"Makan dulu, gih."
"Suapin." Danang mengedip-kedipkan matanya. Bukan gemas, Kintan merasa mual.
"Makan sendiri!" Gadis itu berdiri, menggendong Kaanu dan menggandeng Kania ke luar ruangan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Kanaya(Season 2 nya Kawin Paksa) (TAMAT)
Romansalangsung baca yuk. jangan lupa tinggalin jejak ya.