***
Keluarga besar Pradipta sudah siap di ruang tamu dengan pakaian rapi juga wajah berseri. Tinggal menunggu keluarga dari pria yang melamar Kirana saja.
"Perjanjian jam berapa, Na?" tanya Danu pada Kirana yang terlihat sejak tadi senyumnya terus melebar.
"Jam setengah delapan, Mas. Mungkin macet. Tunggu bentar lagi, ya."
Danu mengangguk. Ia menatap Kanaya yang duduk di sisinya, memangku Kaanu. Istrinya itu terlihat anggun dengan gaun selutut berwarna biru navi, couple-an dengan Kintan.
"Sayang, masih ingat momen lamaran kita?" tanya Danu pelan.
Kanaya menatapnya. Kemudian tersenyum. "Masih. Waktu itu lebih tepatnya Kania yang lamar aku untuk jadi mamanya. Mas kan ngga datang."
Danu mengangguk. "Maaf," ucapnya sambil menggenggam tangan Kanaya. Dulu, ia tidak tahu kalau Kanaya adalah cinta terakhirnya. Sempat menyesal ada drama penolakan perjodohan dan marah-marah tidak jelas saat tau lebam di kening Kania.
"Ngga papa, Mas."
Danu tersenyum. Tanpa melihat situasi, ia mengecup kening Kanaya, membuat Karin mencolek paha Pradipta untuk mentapa keromantisan anak dan menantunya.
"Mama mau kayak gitu juga?" tanya Pradipta yang langsung membuat gelak tawa Kintan pecah. Ya, gadis itu duduk di sisi Papanya dan merasa lucu dengan pertanyaan cinta pertamanya itu. Namun, sukses membuat pipi Mamanya merona.
'Papa, ih!" Karin menatap ke arah lain. Menetralisir malunya.
"Kin, kenapa?" tanya Danu.
"Ngga papa." Kintan menyeka sudut matanya. Ia tertawa sampai meneteskan air mata.
"Dasar aneh," ucap Danu.
"Biarin." Kintan menatap Kirana yang matanya terus menatap ke pintu. "Mbak, udah jam setengah delapan lebih, loh. Tu orang bakalan datang atau ngga?"
"Pasti datang. Ini hari penting dan bahagia buat kami, masa ngga datang. Sabar dulu, mungkin macet," ucap Kirana.
"Kin, sabar," ucap Pradipta.
"Udah laper, Pa." Kintan seperti bocah saat dihadapan Pradipta. "Lagian, kalau emang ini hari bahagia dan penting buat dia, harusnya bisa lebih konsisten dengan waktu. Baru lamaran aja udah molor, entah apa kabar kalau nikahan?"
"Diam aja kamu, Kin. Tau apa kamu urusan kayak gini. Lagian, pasti dia kena macet." Kirana tidak suka calonnya di jelek-jelekkan.
"Nah, harusnya karena tau kalau nanti bakalan kena macet, berangkat dari rumah itu leboh cepat, supaya tepat waktu sampenya. Kayak gini, kita rugi waktu buat nungguin. Kalau tau telat, mending tadi nonton drakor dulu." Mulut Kintan yang pedas bikin hati Kirana panas.
"Ngomong-ngomong soal film, mama kelewat film kesukaan juga nih," ucap Karin.
"Nah, kan. Rugi." Kintan tersenyum saat bertatapan dengan mata tajam Kirana.
Tin-tin!
Klakson mobil membuat Kirana tersenyum lebar. Ia menatap Kintan dan mengulurkan lidah, mengejek. Yang diejek terlihat cemberut.
"Mas Ramzi datang, Pa, Ma," ucap Kirana.
"Ya udah, jemput sana." Pradipta memperbaiki posisi duduknya. Kemudian menatap istrinya. "Ma, gimana penampilan papa?" tanyanya.
Karin menatap suaminya. "Seperti biasa, selalu berwibawa, juga tampan."
"Makasih, Ma." Pradipta mendaratkan kecupan singkat di kening istrinya, membuat Karin membulatkan mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kanaya(Season 2 nya Kawin Paksa) (TAMAT)
Romancelangsung baca yuk. jangan lupa tinggalin jejak ya.