***
"Assalamualaikum," ucap Kintan untuk yang kesrkian kalinya. Ia mengerutkan kening, menggaruk puncak hidungnya yang tidak gatal, menatap sekeliling, merasa kalau aura rumah Abangnya malam ini terasa mencekam. Jam segini tidak biasanya pintu sudah tertutup rapat dengan lampu ruang tamu yang padam.
"Kanaya! Bang Danu! Kaanu! Kania! Kalian ada di dalam, kan?" tanyanya sembari berteriak. Berfikir kalau yang punya rumah sedang tidak ada, tidak mungkin, karena mobil mereka terparkir apik di depan rumah.
"Ada."
Ceklek!
"Waalaikumsalam. Maaf Aunty Kintan, Kania ngga dengar." Kania yang membukakan pintu.
"Ngga paa, Sayang." Kintan melangkah masuk. "Kok sepi?" tanyanya.
"Iya." Kania hanya menjawab singkat.
"Mama sama Papa?"
"Papa di kamarnya dan mama di kamar kami."
Kintan menghentikan langkah. Ia menoleh, melihat Kania yang wajahnya terlihat murung.
"Kok gitu?"
"Panjang ceritanya. Cerita di dapur aja, yuk, Aunty. Kaanu ada di sana," ajak Kania.
Kintan tidak menjawab. Ia mengangguk. Kemudian mengikuti Kania yang berjalan ke dapur.
"Aunty," panggil Kaanu saat melihat Kintan.
"Iya, Sayang. Lagi apa?" tanyanya.
"Makan." Pria kecil menggemaskan itu menyengir. Sedangkan Kania menghela napas.
"Dek, Kakak bilang makannya sama-sama. Kakak buka pintu dulu, kok telurnya di makan duluan." Kakak Kaanu itu tidak marah, hanya menegur saja. Sebelum membuka pintu, ia menggoreng telur dadar untuknya dan sang adik. Kemudian berpesan agar jangan makan duluan, malah pas balik hanya tinggal nasi tanpa lauk.
"Maaf, Kakak Nia," ucap Kaanu.
Kintan tersenyum tipis. "Udah, aunty yang gorengin lagi." Kintan berjalan ke arah kulkas. Membuka dan mengambil telur 2 biji. Kania membantu menyiapkan mangkuk dan sendok.
"Mama ngga buatin kalian makan malam?" tanya Kintan sembari mengocok telur.
"Ngga. Setelah sampai, aku dan Kaanu di ajak papa ke kamarnya, tanpa mama. Mama sudah mengedor pintu, meminta masuk, tetapi ngga dibukain."
Kintan menghela napas. Benar dugaannya. Ada sesuatu yang terjadi setelah kepulangan mereka dari kampung.
"Terus?"
"Setelah itu kedegeran pintu kamar sebelah di buka. Ngga lama kami lapar."
"Papa ngga mau masakin?" tanya Kintan gemas.
"Mau, tapi malah bikin dapur berantakan."
Kintan menatap sekeliling. Ya, dapur ini cukup berantakan. Ia mengira akibat ulah Kania yang baru belajar masak, ternyata ulah Abangnya.
"Bukan telur yang dimasak, tapi cangkang karena baku buru dengan minyak yang udah panas. Terus, keduanya telurnya gosong."
Kintan tertawa pelan. Lucu sekali tingkah Abangnya.
"Kenapa papa berbuat begitu ke mamamu?"
"Kania ngga tau. Cuma tadi pas kita baru pulang, papa nanyak enak ngga di sana? Aku jawab enak dan adek Kaanu bilang kalau di sana dia makan senek yang banyak. Papa tanya, dari siapa? Adek Kaanu jawab dari Om. Terus juga, papa teriakin mama yang masih berdiri di depan pintu, katanya mau nunggu om Bian? Kayak gitu." Kania bercerita panjang lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kanaya(Season 2 nya Kawin Paksa) (TAMAT)
Romancelangsung baca yuk. jangan lupa tinggalin jejak ya.