***
Kanaya menatap wajah suaminya yang berbinar saat menyerahkan plastik putih berisi 3 macan testpack berbeda merek padanya. Ekpresi itu, apa Bian belum menghubungi nomer yang ia kasih? Atau pria tercinta di depannya ini tengah menyembunyikan perihal chat atau pembicaraan dengan Bian?
"Cepat tes, Sayang. Mas udah ngga sabar pengen tau hasilnya," ucap Danu sembari berlutut dan menggenggam tangan sang istri dengan erat. Sejak mendapat kabar, senyumnya terus merekah.
"Mas, apa ... ya udah, aku tes dulu ya." Kanaya berdiri. Ia mengubur niat bertanya tentang Bian pada Suaminya. Tidak ingin binar bahagia pria tercinta itu hilang dan berganti kekesalan. Lebih baik menunggu suaminya yang membuka percakapan tentang sahabat kecilnya itu.
"Mas antar." Danu ikut berdiri. Ia menghampiri Kaanu, mengendongnya. Kemudian mengulurkan tangan untuk meminta tangan istrinya.
Kanaya tersenyum. Menyambut tangan suaminya dan mereka bertiga pun berjalan menuju kamar mandi.
"Semoga positif ya, Sayang," ucap Danu di depan pintu kamar mandi.
"Iya. Aamiin. Aku masuk dulu, Mas. Adek Kaanu, Mama masuk dulu," pamit Kanaya.
Kaanu mengangguk.
"Iya, Sayang." Danu melepas tangan istrinya, mengecup keningnya dan melepas istrinya masuk ke kamar mandi dengan perasaan tegang. Dalam hati terus merapalkan mantra, 'Semoga hamil' berulang-ulang. Ia benar-benar ingin Kanaya hamil lagi.
Danu tidak berpindah tempat berdiri. Matanya pun terus menatap pintu di depannya yang tertutup rapat. Jantungnya berdegup kencang. Ini memang bukan kehamilan pertama Kanaya, tetapi ini momen pertama buat Danu menunggu hasil tes kehamilan istrinya. Waktu hamil Kaanu, Kanaya memberi kabar sembari memberi testpack positif.
Ceklek!
Kriet!
Pintu kamar mandi terbuka. Kanaya tidak melangkah keluar. Ia menatap Danu dengan tatapan datar.
"Gimana, Sayang?" tanya Danu. Ekspresi Kanaya membuat jantungnya semakin berdegub kencang.
"Hasilnya negatif, Mas. Maaf."
Danu terdiam sesaat. 1 menit kemudian ia tersenyum paksa. Mengulurkan tangan pada istrinya. Saat di sambut, pria itu menarik pelan supaya sang istri keluar dari kamar mandi.
"Ngga papa," ucapnya sembari perlahan memeluk tubuh Kanaya. Mengusap punggung wanita tercintanya itu. Yang sedih pasti bukan hanya dia, tetapi istrinya juga. Belum rezeky, itu pikirnya.
"Mas ngga marah?" tanya Kanaya.
"Ngga, lah." Danu mengecup leher jenjang istrinya. "Bukan kamu yang memutuskan kehamilan. Mungkin belum rezeky kita." Suara Danu terdengar lirih.
Kanaya mengigit bibir bawahnya. Seingin itukah suaminya punya anak lagi? Saat tahu ia tidak hamil, pria itu menutupi kesedihan dengan memberi pembelaan untuknya? Danu benar-benar suami terbaik buatnya.
"Mas masih mau, kan, berusaha sama aku?"
Danu melepas pelukan. Kanaya bisa melihat mata pria itu merah. Saking sayangnya, bahkan pria itu tersenyum untuk menghiburnya. "Mau lah, Sayang."
"Maaf ya, Mas." Kanaya sedih.
"Ngga papa." Danu mengelus pipi kiri Kanaya. Kemudian menarik tengkuknya dan mendaratkan kecupan sayang di kening istrinya itu. "Kita jemput kak Nia, yuk."
"Mas ngga mau berangkat kerja?"
"Ngga. Mas mau sama kalian dulu. Ayo."
"Iya." Kanaya mengangguk. Ia mengikuti langkah Danu ke luar rumah karena suaminya itu menarik tangannya. Bersama keluarga, mungkin cara itu untuk menetralkan kesedihan gagalnya punya anak lagi.
"Mas," panggil Kanaya saat mereka bertiga sudah berada di samping mobil.
"Ya." Danu menatapnya sendu. Pria itu kembali memaksa senyum untuk Kanaya.
"Maaf."
"Ngga papa, Sayang. Udah, ayo."
"Mas." Kanaya memanggil lagi setelah Danu mendudukkan Kaanu di kursi penumpang.
"Apa, Sayang. Ngga papa. Mas ngga marah. Mending kita berangkat sekarang. Habis jemput Kania, kita jalan-jalan ke manapun yang kamu mau." Danu melakukan ini supaya Kanaya tidak merasa sedih.
"Maaf, aku udah bohong sama kamu."
Danu menatap Kanaya dalam diam.
Kanaya menyengir. Ia memberikan 3 testpack yang dari tadi dipegangnya ke tangan suaminya. "Aku hamil."
Tangan Danu bergetar. Ia menjatuhkan testpack itu. Kemudian langsung memeluk Kanaya. Memeluk erat. Ia senang.
"Kamu kenapa jahat, hm?"
"Maaf." Kanaya tersenyum. Air matanya mengalir melihat reaski senang suaminya. Ia membalas pelukan dengan erat juga.
"Makasih, Sayang."
"Sama-sama, Mas. Aku juga makasih. Mas sayang dan cinta banget ke aku."
"Ya, mas sangat sayang dan cinta sama kamu. Terus sama mas, ya?"
"Pasti."
"Sayang, apa mas boleh kasih kamu hukuman?"
Kanaya tidak menjawab, hanya mengangguk. Ia salah karena telah mengerjai suaminya di kondisi sesensitif ini dan berhak dapat hukuman.
"Argh!" Kanaya memekik tertahan. Danu menyedot kulit lehernya. "Mas, ah!" Ia mencengkeram baju di bagian punggung suaminya. Danu melakukan bukan sekali, tetapi 2x. Setelahnya pria itu melepas pelukan. Tersenyum manis melihat hasil karyanya dan semakin lebar senyumnya saat wajah istrinya merah.
"Dasar nakal."
"Mas yang nakal." Kanaya memegang lehernya.
Danu masih saja tersenyum. "Mas sayang kamu." Pria itu kembali memeluk Kanaya.
"Aku juga."
"Juga apa?" tanya Danu.
"Juga mau bikin tanpa kepemilikan di lehernya Mas." Kanaya tersenyum miring. Kemudian melancarkan aksi.
**
Danu, Kanaya, Kaanu dan Kania kini berada di ruang tamu rumah mereka. Tidak jadi jalan-jalan, Kanaya malu jika tanda merah buatan suaminya menjadi tontonan. Jadi, memutuskan makan cemilan sambil nonton televisi aja.
"Ma, kakak Nia beneran mau punya adek baru?" tanya Kania yang duduk di lantai, bersisian dengan Kaanu.
Tadi, saat Kania naik ke mobil, Danu langsung menyampaikan kabar gembira itu.
"Iya, Sayang," jawab Kanaya yang duduk di sofa bersama Danu. Menyuap potongan buah apel pada suaminya yang berbaring berbantal pahanya.
"Apa kalian senang?" tanya Danu.
"Senang dong. Pa, nanti tambahin uang jajan kakak, ya, biar tabungan buat beli box bayinya cepat terkumpul."
"Iya, Sayang." Danu mengangguk setuju.
"Papa mau adeknya laki-laki atau perempuan?" tanya Kania sembari menoleh, menatap Danu.
"Papa mah, sedikasihnya aja. Yang penting Mama dan adek bayi sehat." Danu berucap sembari menatap Kanaya dan dihadiahi kecupan hangat dari istrinya itu.
"Apa Mas mau kasih tau mama dan lainnya?"
"Jelas. Ini kabar bahagia. Bukan hanya keluarga besar kita yang tau, tetapi orang kantor juga. Apa perlu kita buat perayaan yang mewah?" Danu duduk.
"Ngga. Itu ngga perlu. Kumpul keluarga seperti pas aku hamil Kaanu aja. Merayakan besar-besaran, Kania dan Kaanu udah besar, sudah punya rasa iri, ngga boleh pilih kasih kitanya."
Danu tersenyum. "Ya udah. Apa kamu sudah ngidam, Sayang?"
"Belum, Mas."
"Kalau udah, bilang sama mas."
"Tentu."
Danu merangkul Kanaya. "Makasih sayang. Ini kabar membahagiakan sekali."
"Iya."
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Kanaya(Season 2 nya Kawin Paksa) (TAMAT)
Romancelangsung baca yuk. jangan lupa tinggalin jejak ya.