***
Sampai di rumah, Kanaya melihat Danang masih duduk di lantai teras dan mukanya pun masih murung. Berarti Kintan masih di kamar dan marah.
"Assalamualaikum." Kanaya memberi salam.
"Waalaikumsalam, Mbak." Danang berdiri.
"Kintan--"
"Masih di dalam." Danang menjawab cepat. "Bantu aku, Mbak." Wajah pria itu memelas. Tadi, ia langsung mengejar Kintan setelah gadis itu pergi. Mengabaikan panggilan para suster dan pasti sekarang Mamanya sedang mencarinya.
"Emang ada masalah apa? Em ... cerita di dalam, hayuk. Mbak juga ada berita penting," ajak Kanaya.
"Yuk."
Kanaya yang menggendong Kaanu sembari memegang tangan Kania, masuk duluan, setelahnya Danang. Mereka duduk di sofa.
"Kania ganti baju dulu baru kembali ke sini makan es krim sama adek, ya."
"Iya, Ma." Kania langsung menuju kamar.
"Kintan kayaknya lagi cemburu, Mbak," ucap Danang. Pria itu membuka obrolan.
Kanaya menatap Danang. "Emang kamu--"
"Gue ngga cemburu! Jan ngomong sembangan ya bocil!" Kintan berteriak dari kamar.
"Elo cemburu! Kalau ngga, sini, temui gue." Danang membalas dengan teriakan. Tatapan Pria itu menuju pintu kamar Kania yang tertutup rapat.
Ngga ada balasan dari Kintan.
"Nang, kamu kabur dari rumah sakit?" tanya Kanaya.
"Ngga, Mbak. Hanya izin bentar buat mengejar pujaan hati yang sedang marah." Danang kembali menatap Kanaya. Pria itu menghela napas. "Mbak, bisa bicara di teras?"
"Bisa." Kanaya menatap Kaanu."Tunggu kakak Nia di sini ya, Sayang. Mama mau ke teras sama Om dulu."
"Iya, Ma."
Kanaya mengecup pipi Kaanu, setelahnya berjalan berdua dengan Danang menuju teras. Duduk di kursi, bersisian dan saling tatap.
"Mau ngomong apa?" tanya Kanaya.
"Masalah hati, Mbak.
"Kenapa dengan hati kamu?"
"Udah mulai suka sama ipar Mbak itu, tapi malah ada masalah." Danang menghela napas. "Mbak tau, awal aku ketemu dia itu pas aku lagi ngambek sama mama. Aku ngurung diri dan ngga makan. Nah, dua hari kemudian aku ngga bisa lagi tahan lapar. Aku keluar. Ke Cafe terdekat. Udah terlalu laper buat aku pingsan, tapi sebelum pingsan, ada insiden adik ipar Mbak itu nyium bibir aku. Pas sadar, aku di rumah sakit."
Kanaya mengulum senyum, ternyata yang bikin Danang pingsan itu bukan ciuman maut Kintan, melainkan kelaparan. Astaga! Kasian sekali adek iparnya dipermainkan seperti ini.
"Terus?"
"Waktu itu, muka Kintan terlihat gimana gitu. Perpaduan antara malu dan panik. Entah, pengen ngerjain, makanya aku minta dia buat tanggung jawab dengan cara nikahin, tapi kebanyakan ngerjain malah bikin suka beneran. Aku beneran suka Kintan dan mau nikah sama dia, Mbak. Menurut aku dia itu gadis yang beda."
Kanaya terdiam dengan terus menatap. Belum dapat cela untuk membuat solusi.
Danang menghela napas. "Tadi pagi dia pulang. Aku suruh balik ke rumah sakit dan dia datang, sayangnya kedatangannya lebih duluan mantan pacar aku. Dia cemburu, deh."
Kanaya tersenyum. Cinta datang memang sesuka hati. Bisa dari benci jadi cinta atau dari ngerjain jadi suka.
"Mbak, malah ketawa. Bantuin," ucap Danang memelas. "Aku ngga mau tunas cinta yang baru bertunas harus mati."
Kanaya menghela napas. "Jelasin sama Kintan kalau kamu dan gadis itu hanya mantan."
"Tapi tadi dia liat aku pelukan."
"Tetap aja jelasin."
"Kanaya!" teriak Kintan dari dalam Rumah.
"Iya, Kin?"
"Ngapain sih, masih diladeni bocilnya. Udah, usir aja." Kintan keluar dari pintu. Kali ini ia terlihat baik-baik saja setelah makan dan mendengar sedikit penjelasan Danang dari balik pintu. Sungguh, hatinya rasanya berasa nano-nano. Tetap, rasa ingin menghajar pria itu, ada.
"Kintan, aku mau--" Danang berdiri. Namun, Kintan menatapnya tajam, membuat pria itu menghentikan ucapan bahkan duduk kembali.
Kanaya menatap Kintan dan Danang. Pasangan itu lucu. "Eh ... aku punya kabar penting."
"Lagi ngga mau tau kabar siapapun. Kabar gue aja hari ini entah gimana," ucap Kintan. Gadis itu menatap tajam Danang. Kemudian berjalan masuk rumah.
"Kin. Sori," ucap Danang.
Kanaya geleng-geleng. Untung dulu ia tidak pacaran sama suaminya. Kalau pacaran, bisa-bisa putus nyambung mulu.
"Masuk, yuk," ajaknya pada Danang.
"Kintan makin marah nanti, Mbak."
"Anggap saja marahnya dia itu karena cinta. Kalau ngga marah liat kamu pelukan, tandanya ngga ada cinta, kan?"
Danang terdiam sesaat. Kemudian tersenyum dan mengangguk. Ia pun mengikuti langkah Kanaya masuk ke rumah. Duduk di sisi Kanaya, berhadapan dengan Kintan.
"Kin, Nang, ini masalah Ramzi. Beneran pada ngga mau dengar?" tanya Kanaya.
Mata Kintan membulat. "Mau. Cerita buruan. Elo dapat info apa?" tanya gadis yang lagi patah hati itu.
Kanaya pun menceritakan semuanya sembari menatap Kintan dan Danang bergantian.
"Parahnya, aku dapat info dari pak Tejo kalau setelah meninggalkan istri dan anaknya, mas Ramzi langsung pergi ke salah satu toilet umum dan pas keluar, tara ...! Penampilannya layaknya seorang pegawai kantor. Pria itu katanya bertemu dengan mbak Kirana dan Fito di Mall."
"Mereka beli apa?" tanya Kintan.
Kanaya menggeleng. Setelah mendapat info itu, ia menyuruh pak Tejo menjemputnya.
Kintan mengetuk-ngetuk keningnya. Sedang berpikir keras.
"Gue punya ide," ucap gadis itu setelah cukup lama berpikir.
"Apa?" tanya Danang dan Kanaya kompak.
Kintan menatap Danang. "Biarin mama elo nikah sama Ramzi."
"Elo gila?"
"Ngga. Gini, Nang. Ini ngga nikah beneran. Paling ngga selama seminggu ini elo baik-baiki mama elo bahkan si Ramzi. Buat pria itu ngga berpikiran buruk lagi ke elo. Sebelum akad, kita bongkar semua kebusukannya. Bukan hanya mama elo yang tau, tapi kakak gue, bahkan istrinya. Biar tau rasa."
Danang terdiam sesaat. "Baikan sama Handoko? Susah banget buat gue," ucapnya.
Kintan menghela napas. "Demi kesejahteraan mama elo, Bocil. Mau, mama elo jatuh ke tangan yang salah? Nikah bukan bahagia, malah menderita."
"Iya, sih. Tapi bersandiwara pura-pura baik itu susah."
"Lakuin sebisa kamu aja, Nang. Yang penting jaga melawan omongan dan tindakan mamamu aja dulu," ucap Kanaya.
Danang mengangguk pelan. "Kin, maafin gue, ya."
Kintan memutar bola matanya. Danang membahas masalah disaat yang tidak tepat.
"Kalau kita sukses membongkar siapa Ramzi sesuai rencana, mbak bakalan bilang sama mas Danu untuk nikahkan kalian berdua."
Ucapan Kanaya itu membuat mata Kintan membulat. Namun, mata Danang berbinar.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Kanaya(Season 2 nya Kawin Paksa) (TAMAT)
Roman d'amourlangsung baca yuk. jangan lupa tinggalin jejak ya.