04. Penyelamat

2.7K 332 16
                                    

BUGHHH

Bulan langsung berlari bersembunyi dibelakang tubuh laki-laki itu, diiringi isak tangisnya. Sesuatu yang buruk hampir saja terjadi jika saja laki-laki berjaket hitam itu tidak datang menyelamatkannya.

Bulan kira dirinya akan dibuat hancur sehancur-hancurnya malam ini. Tapi ternyata tuhan masih menyayangi dan mengasihaninya dengan menurunkan seorang laki-laki misterius yang sekarang ini tengah memukuli seorang pria hidung belang yang hampir saja melecehkan nya.

"Fucking jerk!"

Bulan hanya bisa tertunduk lemas. Andai saja ia tidak kabur dari Rumah. Andai saja dia tidak bertengkar dengan sang Ayah, mungkin semua hal ini tidak akan terjadi menimpanya.

Laki-laki misterius itu masih saja memukuli orang yang hampir melecehkannya itu brutal. Bahkan tak segan dia menggoreskan pisau tajam kearah lengan pria itu.

Bulan yang melihat darah menetes pada lengan pria tua itu, tanpa berpikir panjang lagi, Bulan langsung saja berlari dan memeluk tubuh bagian belakang laki-laki yang barusan menolongnya itu erat. Berusaha untuk membuat laki-laki itu tenang.

Entah apa yang Bulan pikirkan, yang jelas ia tak mau menyaksikan adegan berdarah lagi didepan matanya untuk yang kedua kalinya. Cukup hari itu saja, Bulan tidak ingin lagi.

"Hiks..."

Laki-laki berjaket hitam itu sontak menghentikan aksinya. Rahangnya mengeras, tangannya masih terkepal kuat. Tetapi bila mendengar isakan dari gadis yang masih setia memeluknya dari belakang itu mendadak mampu meredakan sedikit emosinya.

Lalu setelahnya menendang dengan kasar pria tua yang masih terbaring kaku dibawah kakinya. Tanpa banyak bicara lagi, pria yang hampir saja melecehkan Bulan barusan langsung berlari terbirit-birit meninggalkan Bulan dan laki-laki berjaket hitam itu disana.

Laki-laki misterius yang baru saja menolongnya itu pun langsung berbalik menatap Bulan dingin, "Lo nggak apa-apa?"

Bulan masih terisak. Tapi mata dan telinganya masih berfungsi dengan jelas. Suara itu seperti tidak asing ditelinganya.

"Antariksa..." lirihnya parau.

Bulan tidak mimpi kan? Antariksa telah menolongnya. Menyelamatkan nyawanya. Bulan masih tidak percaya. Namun, ini bukan lah mimpi, dihadapannya memang benar. Laki-laki itu Antariksa.

"Anta takut... " Bulan langsung menubruk dada bidang Antariksa kencang. Lagi-lagi tangisnya kembali pecah.

Antariksa masih tak bergeming. Jujur saja Antariksa tak tau cara untuk menenangkan perempuan bila sedang menangis seperti ini.

Maklum saja, Antariksa terlalu sibuk untuk mengerti semua hal itu.

Tanpa sadar Antariksa memeluk pinggang Bulan erat. Mengusap rambut gadis dipelukannya ini lembut. Seketika Antariksa merasa bersalah pada gadis itu.

Rambut acak-acakan, mata sembab, lebam disudut mata kanannya dan juga bajunya yang sedikit lusuh dan berantakan. Seketika membuat hati Antariksa ngilu bila melihatnya.

Pertama kali Antariksa melihat sosok Bulan menangis seperti ini. Jujur, Antariksa lebih suka Bulan yang bawel dan cerewet seperti sikap gadis itu disekolah. Menyebalkan dan terkadang juga sangat menggemaskan. Begitulah Bulan dimata semua orang.

"Lo di apain aja sama si berengsek itu?" tanya Antariksa sedikit berbisik.

Bulan semakin menyembunyikan wajahnya, "T-tadi baju Bulan h-hampir aja di lepas. B-bulan dipukul, ditampar, ditarik-tarik, dijambak. T-terus---"

Antariksa mengeratkan pelukannya. Ia tak sanggup lagi mendengarnya. Andai saja ia tak datang entah jadi apa Bulan sekarang.

"Anta, Bulan takut..."

Lovesick GirlsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang