22. Marah

2.3K 269 25
                                    

Sastra turun dari Motor Aksara dengan perlahan-lahan. Sudah dua hari Sastra izin tidak masuk sekolah dikarenakan sakit. Hingga pada akhirnya gadis itu memutuskan untuk masuk hari ini, lantaran dirinya sudah sangat bosan hanya duduk diam di Rumah tanpa pergi kemana-mana sebab larangan dari sang sahabat, Aksara Skylandra.

Gadis berponi itu melepaskan helm yang ada di kepalanya. Membenarkan tatanan rambutnya yang rusak karena terkena angin pagi.

"Tunggu sebentar! Pakai jaket gue. Cuaca hari ini lagi gak baik," cegah Aksara sambil memakaikan jaket kulit kesayangannya untuk Sastra. Padahal Sastra juga sudah memakai sweater dari Rumah tadi.

Mendapat perlakuan seperti itu dari Aksara membuat Sastra mendesis pelan. Ayolah. Ia sudah sembuh. Sastra sudah tidak sakit lagi.

Memang sejak Sastra sakit sampai detik ini. Aksara selalu memperlakukannya bak seorang putri raja. Merawat dan selalu mengikuti Sastra kemana pun gadis itu pergi. Bahkan, jika Sastra ingin mengambil air minum kedapur saja, Aksara melarangnya. Dengan alasan takut jika Sastra kelelahan.

"Aksa, please jangan berlebihan gini deh. Gue gak apa-apa," ucap Sastra namun Aksara tak mengindahkan sama sekali. Cowok itu masih sibuk memasangkan jaket untuk Sastra. Juga sedikit memastikan lagi. Takut, jika gadis itu terluka atau semacamnya.

"Kotak bekal lo udah gue taruh di tas. Harus dimakan! Itu perintah Buna. Terus nanti kalau mau ketoilet jangan pergi sendirian. Minta anterin Bulan atau yang lain. Asal jangan cowok karena itu gak boleh. Kekantinnya nanti sama gue. Kalau merasa pusing atau perut lo sakit langsung telepon gue. Jangan berulah dan jangan aneh-aneh dulu!" titah Aksara sembari menatap Elsastra memberi peringatan, "Oh, iya. Nanti pas pulang sekolah gue tunggu diparkiran. Awas aja kalau lo sampai coba-coba kabur."

Sumpah. Ingin sekali rasanya Sastra berteriak dan meninju wajah menyebalkan milik sahabatnya itu. Kenapa sekarang Aksara menjadi berlebihan seperti ini? Jujur Sastra risih tau gak.

"Shutt! Jangan protes! Jangan bantah! Dan jangan banyak bacot. Ini semua demi kebaikan lo sendiri, El. Sampai lo belum benar-benar sehat sepenuhnya, gue akan selalu pantau lo kapanpun dan dimanapun. So, jangan bertingkah. Okay, Elsastra?" Baru saja Sastra ingin membalas. Aksara sudah membungkam mulutnya dengan telunjuk laki-laki itu. Huft, benar-benar menyebalkan.

Tanpa melanjutkan pembicaraan lebih dalam lagi. Aksara langsung menarik tangannya berniat mengantarkan Sastra menuju ke kelasnya. Tanpa memperdulikan si gadis, yang sejak tadi sudah menggerutu sebal dibelakang.

"Aksa, perlu banget, ya kayak gini?"

"Perlu."

Sastra menghentak-hentakkan kakinya kesal. Lalu kemudian masuk kedalam kelas tanpa pamit meninggalkan Aksara yang masih berdiri ditempatnya saat ini.

Tanpa sadar laki-laki bergigi kelinci itu mengulas senyum tipis. Bahkan, saking tipisnya orang lain tidak dapat melihat jika ia baru saja tersenyum. Sastra. Gadis itu selalu membuatnya berdebar dengan segala tingkah ajaibnya.

***

"NENG BULAN!"

Mendengar namanya dipanggil dari kejauhan. Bulan sontak berbalik. Mencari sosok yang barusan memanggilnya cukup keras. Dan benar saja. Tak jauh dari tempatnya, Pak Tohar sedang berlari menuju kearahnya sambil memegang rotan kayu ditangannya.

Penuh semangat Bulan melambai kearah Pak Tohar. Tak lupa juga dengan senyuman manis andalannya. Namun, dalam hati ia bertanya was-was. Berpikir hal yang tidak-tidak. Kenapa Pak Tohar membawa rotan? Apa pria itu ingin menghukum Bulan lagi?

Lovesick GirlsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang