05. Arel's Back

2.6K 298 11
                                    

"Rel, lo yakin mau turun sendirian malam ini?" tanya Aksara mendominasi seluruh ruangan.

Sementara Altarel yang ditanyai hanya menatap Aksara datar, "Lo gak takut tunangan lo marah? Lo 'kan waktu itu udah janji sama Jelita, buat gak balapan lagi setelah kejadian enam bulan lalu."

"Bener, Rel. Saran gue biar Biru atau Regal aja yang turun. Lagian balapan malam ini gak penting-penting banget kok buat Daz's." Jingga juga ikut menyahuti.

"Inget, Rel. Cewek tuh paling gak suka sama cowok yang ingkar sama janjinya. Apalagi modelan kayak Jelita. Yang sekalinya marah langsung bikin orang ketar-ketir." tambahnya.

"Atau biar gue aja yang turun?" celetuk Arkana.

Keenam inti Daz's sontak menggeleng tak setuju dengan ucapan Arkana. Bisa terjadi masalah besar kalau sampai laki-laki itu turun langsung kejalan malam ini.

"Biar gue aja, Ar. Soal Jelita itu biar jadi urusan gue," balas Altarel mencoba meyakinkan.

Jingga dan Boim saling pandang satu sama lain. Heran. Mengapa Altarel seniat ini dalam balapan kali ini. Tumben-tumbenan. Biasanya boro-boro mau turun kejalan, nonton mereka balapan di sirkuit saja Altarel ogah-ogahan.

Laki-laki itu akan lebih memilih menghabiskan waktunya untuk bermain game dirumah dari pada pergi ketempat ramai seperti itu.

"Lo ngotot karena yang turun malam ini itu Revo 'kan."

Deg!

Altarel terdiam. Perkataan Biru barusan benar-benar langsung membuatnya mati kutu. Sesarkas dan sesadis-sadisnya Altarel. Hanya dua orang yang selalu membuatnya kalah telak dalam perdebatan. Pertama, Arkana dan kedua adalah Biru.

Laki-laki berhati batu itu benar-benar pandai dalam membuat lawan bicaranya terdiam kaku.

"Beneran, Rel?" tanya Boim.

Altarel menghela nafasnya panjang dan mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Boim barusan.

"Lo masih dendam sama dia?" Arkana bertanya. Jangan kalian kira bahwa selama satu tahun ia pergi, Arkana tidak tahu apa-apa. Laki-laki bermata elang itu justru sangat tahu segalanya.

"Gue cuma mau bikin dia hancur."

Arkana, Biru, Aksara, Boim, Jingga dan Regal hanya bisa menghela nafas mereka gusar. Altarel jika sudah diusik, benar-benar sangat menakutkan. Laki-laki itu tidak akan pernah melepaskan musuhnya begitu saja.

Mungkin Altarel memang terlihat diam dan tak bereaksi apapun bila setiap kali pria itu bertemu dan dihadapkan langsung dengan musuhnya. Tapi percayalah bahwa keterdiamnya itu adalah kunci dari setiap permasalahan yang tengah terjadi. Cowok berkulit putih itu lebih parah dari Arkana. Ia bisa melakukan apa saja yang dia inginkan.

Ingat! Membisunya orang pendiam sesungguhnya jauh lebih menakutkan daripada murkanya si pemarah. Jangan pernah mencoba bermain api dengan sosok Altarel. Karena sekalinya dia marah, laki-laki itu akan jauh lebih mengerikan dari iblis.

"Rel, lo masih dendam sama Revo?" ucap Boim bertanya.

Altarel berdecih pelan, "Menurut lo gimana, Im?"

"Rel, itu udah lama. Jelita yang jadi korban aja bisa maafin dia, masa lo enggak. C'mon man. Lupain semuanya," ujar Aksara mencoba memberi nasehat.

Lagi-lagi Altarel berdecih sebagai tanggapan. Lupain? Mustahil. Altarel tidak akan pernah melupakannya. Baginya, dendam tetaplah dendam. Dan dendam harus tetap terbalaskan.

"Rel, jangan berulah lagi. Gue mohon!" bujuk Regal.

Tak ingin membalas sama sekali. Laki-laki itu malah menyambar kunci motornya, bersiap pergi meninggalkan keenam inti Dangerioz yang masih terdiam ditempatnya masing-masing sambil menatap kepergian Altarel.

Lovesick GirlsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang