18. Sastra Sakit

2.2K 286 24
                                    

Aksara memasuki rumah Sastra dengan tergesa-gesa. Pagi ini Kak Lia, kakak dari Sastra memberi tahunya bahwa keadaan gadis itu sedang tidak baik-baik saja.

Suhu badannya cukup tinggi dan Sastra yang juga tidak mau makan sejak semalam. Sampai membuat Kak Lia merasa kewalahan mengurusnya. Itulah mengapa Kak Lia langsung menghubungi Aksara, karena hanya laki-laki itu yang bisa membujuk Sastra.

Dan parahnya lagi, tidak ada orang dirumah ini. Seperti yang kita tahu kedua orang tua Sastra adalah orang-orang sibuk. Sementara Kak Lia sendiri, gadis itu juga harus pergi ke luar kota untuk menghadiri acara penting dan akan pulang sore nanti.

Aksara perlahan masuk kedalam kamar gadis itu. Menghidupkan lampu kamar dan berjalan duduk disamping Sastra yang tengah tertidur pulas. Entahlah, belakangan ini Aksara perhatikan Sastra gampang sekali terkena penyakit. Bahkan tak jarang Aksara menjumpai Sastra dengan wajah pucat dan terlihat sangat lelah di sekolah.

"El..."

Merasa terganggu dengan bisikan pelan Aksara, Sastra menggeliat didalam tidurnya. Aksara memegang dahi Sastra mencoba memastikan. Dan tak berapa lama kemudian dia meringis, merasakan suhu tubuh Sastra yang benar-benar panas.

"Panas banget..."

"El, bangun dulu yuk! Makan terus minum obat. Badan lo panas banget sumpah!" tukas laki-laki itu terlihat sangat khawatir.

Sastra berbalik menatap Aksara dengan sayu, "P-pusing, Al."

"Iya. Makanya bangun dulu. Makan terus minum obat. Habis itu tidur lagi, biar gak pusing." Aksara berusaha membujuk Sastra sambil sesekali mengelus rambutnya.

Dengan dibantu Aksara, Sastra mulai terbangun. Lihat, Sastra hanya menurut jika Aksara yang memintanya. Itulah mengapa Sastra sangat membutuhkan keberadaan laki-laki itu untuk selalu berada disampingnya. Begitupun sebaliknya. Aksara pun sama.

Lalu tak lama kemudian tanpa diperintah Sastra langsung melingkarkan kedua tangannya dan menyandarkan kepalanya didada bidang milik Aksara. Disaat sakit seperti ini Sastra memang sangat manja.

"Jangan dilepas. El, mau gini aja, ya please..." Sastra dengan wajah pucatnya berkata demikian.

Aksara mengalah. Sastra yang dalam keadaan sakit seperti ini memang harus ekstra sabar untuk menghadapinya.

"El, lo kenapa sih?" Aksara mulai bertanya, "Gue perhatiin belakangan ini lo gampang banget sakit, ya? Ada sesuatu yang ganggu pikiran lo?" Aksara menatap Sastra yang masih setia menutup mata sambil memeluknya, "Kalau ada yang gangguin lo, ngomong aja ke gue. Jangan dijadikan kebiasaan dipendam sendirian. Itu gak baik."

"Dan lagi biar gue juga bisa ngerasain sakitnya, El. Jadi lo gak akan pernah merasa sendiri kalau berbagi rasa sakit sama gue," lanjut laki-laki itu dengan tangan yang setia mengelus punggung Sastra penuh ketulusan.

"El?"

"Sejak dulu pikiran gue emang udah terganggu, Al. Jadi jangan tanya lagi. Gue lagi capek." Iya memang. Aksara tau itu. Tapi kali ini seperti ada sesuatu yang berbeda yang sudah terjadi kepada Sastra, sahabatnya.

"Kadang gue berpikir. Apa tuhan emang menciptakan gue untuk selalu menderita seumur hidup, ya? Kayak nyari bahagia tuh sesulit dan semustahil itu untuk gue dapetin, Sa." Sastra berkata dengan suara paraunya.

"Kapan, ya. Papi bisa menghargai dan memperlakukan gue layaknya seorang anak kandung. Bukan seperti budak, yang bisa dia paksa untuk memenuhi semua keinginannya kapan aja." Lagi Sastra berkata dengan sendu.

"Gue ini manusia, bukan boneka..."

"Gue pengen banget ngerasain yang namanya kasih sayang dari orang tua yang lengkap. Pengen banget dimanja sama Papi, pengen di buatin sarapan setiap pagi sama Mami, pengen deket juga sama Kak Lia. Tapi rasanya kayak itu semua cuma keinginan yang mustahil banget untuk jadi kenyataan untuk seorang manusia sampah kayak gue ini, Aksara," tutur Sastra.

Lovesick GirlsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang