Prolog

8.3K 1.7K 88
                                    


Happy New Year.... Hari baru, tanggal baru...bulan baru . Jangan lupa semangat harus baru. Sehat, sukses dan bahagia selalu buat kalian semua. Salam sayang dari Medan.

Mulai hari ini Dandelion akan menghiasi hari kalian. Selamat membaca. saya tunggu vote, komen, kritik dan sarannya. 

***


"Pa, tunggu sebentar." Teriak mama sambil mengejar papa ke garasi. Sementara aku masih berdiri mematung dengan rambut yang belum selesai diikat. Pasti adegan lama terulang kembali. Pelan kuikuti langkah mama dari belakang. Papa sudah masuk ke mobil. Lamat-lamat terdengar pembicaraan mereka.

"Kamu saja yang mengantar Ande. Aku harus buru-buru ketemu teman." Teriak kesal papa pada mama.

"Les menari Ande searah dengan tempat reuni kalian, bukan? Nanti biar aku yang jemput. Tanggung, setrikaan belum selesai."

"Kamu saja. Aku malas berurusan dengan kegiatan anak perempuan!" selesai berkata demikian, suara mobil papa terdengar menjauh.

Aku menyenderkan tubuh ke dinding. Benci pada jawaban papa sekaligus kesal pada mama yang kurang kerjaan. Lagian ngapain, sih, harus meminta tolong pada papa? Sudah tahu keinginan mama selalu ditolak. Seperti pengemis saja jika sudah menyangkut aku. Kalaupun mama sibuk, aku bisa berangkat bersama Rahel. Kami tinggal satu blok. Biasanya juga mama kami saling menitipkan kalau salah satu tidak bisa mengantar.

"Ande sama mama saja, ya. Kita ikat rambut dulu. Papa buru-buru katanya." ucap mama sambil berusaha tetap tersenyum.

"Aku sama Rahel saja kalau mama sibuk."

"Jangan, mama juga mau ketemu sama Mbak Tari pimpinan sanggar. Bicara tentang rencana pertunjukan kalian akhir bulan nanti di Ancol." jawab mama sambil kembali megnikat rambutku.

Aku hanya mengangguk. Ini bukan yang pertama. Selalu terjadi sejak dulu. Entah kenapa sepertinya papa tidak suka padaku. Kupikir, karena aku perempuan. Sikap papa jauh berbeda bila bertemu sepupuku yang laki-laki. Ia akan langsung bermain sepak bola, main PS dan sebagainya. Tapi denganku sama sekali tidak pernah. Pada awalnya bagiku tidak masalah. Karena mama selalu ada saat kubutuhkan. Tapi semakin lama rasanya semakin menyebalkan. Seolah aku bukanlah anak papa.

"Kita berangkat sekarang." ujar mama sambil membenahi tas berisi pakaian ganti dan air minum.

Aku menurut. Tak lama taksi langganan datang. Kami mampir ke rumah Rahel dulu. Karena Tante Ria juga ikut. Wajah sedih mama kini hilang sudah. Digantikan dengan tawa karena obrolan mereka segera terdengar menarik. Selalu seperti ini. Setiap kali mama bertengkar dengan papa. Ia akan bertemu dengan teman-temannya. Sebenarnya aku tidak pernah mendengar mama menceritakan masalahnya. Tapi sepertinya, itulah satu-satunya hiburan bagi mama. Wajahnya akan segera ceria.

***

Hari ini adalah jadwalku menerima raport. Seperti biasa, mama datang. Sambil menunggu, beliau segera berkumpul dengan teman-temannya. Saat namaku dipanggil, kami segera duduk di depan Miss Anita, wali kelasku.

"Selamat, ya, Ande. Tahun ini kembali jadi juara kelas. Nilai kamu juga masih tetap sama. Dipertahankan ya, nak. Ini, piagam penghargaan dan piala kamu tahun ini. Nanti akan diberikan saat upacara pertama di semester yang akan datang."

Aku hanya tersenyum. Bagiku menjadi juara adalah hal biasa karena sejak TK juga begitu. Banyak sekali piala di rumah. Bahkan mama sampai harus membeli satu lemari baru agar piala-piala tersebut muat. Tapi kembali, papa menganggap semua prestasiku tidak penting. Mama mengusap rambutku. Matanya berkaca, tapi aku tahu kali ini bukan karena ulah papa. Melainkan karena bangga padaku. Tidak ada yang tahu kalau aku rajin belajar hanya untuk menyenangkan mama. Karena di rumah tidak ada satu hal pun yang membuatnya bahagia.

DANDELION (Bukan) CINTA SEMPURNA/ OPEN PO/Dihapus SebagianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang