Kami semua berkumpul di ruang rapat. Aku yang menjadi pihak tertuduh hanya diam. Mastur menjelaskan kejadian tanpa sekalipun menyebut nama Retno. Aku memilih tidak membantah, entahlah suara hatiku mengatakan kasihan meski akhirnya menyakiti diri sendiri. Di depan seluruh karyawan, Pak Harry menegurku agar tidak melampaui batas. Rasanya malu sekali apalagi kelompok kecil di depanku terlihat saling melirik dan mengangguk serta menahan senyum.
Selesai rapat Pak Harry masih menahanku.
"Berita ini sudah sampai ke Richard. Dia mau bicara dengan kamu. Dia curiga kamu berasal dari pihak kompetitor."
"Bapak percaya saya melakukannya?"
"Mastur yang melakukan, atas perintah dari kamu." Dia mencoba bertahan.
"Saya tidak bilang kalau tidak tahu sama sekali tentang buku pesanan lama. Tapi kalau tentang brosur Pak Richard saya sama sekali tidak tahu."
"Selama ini saya bangga sama kamu, dengan prestasi kamu. Bahkan setiap kali saya rapat di luar kota, saya selalu membawa data kamu. Fisik dan laporan barang memang tidak selalu bisa sama. Tapi kamu berhasil mencari sumber masalah hingga keakarnya. Bahkan ada beberapa produk yang salah harga selama berbulan-bulan kamu bisa menemukan dan memperbaiki. Ada apa sebenarnya?"
"Ini adalah produk pertama di tim Richard. Karena itu dia concern, sangat berharap jaringan perusahaan kita bisa memperkenalkan produknya. Dia sendiri yang menangani dari saat launching bahkan sampai iklan. Persaingan di Indonesia barat sudah sangat sulit, tapi pasar di Indonesia tengah dan timur masih bagus. Perusahaan kita memiliki jaringan yang kuat di sana. bagaimana memperkenalkannya kalau brosur itu sampai diangkut truk sampah? Barusan dia menghubungi saya dan menceritakan tentang kekecewaan sampai dia meminta agar saya memecatmu. Ini bukan hal sepele Ande, menyangkut kepercayaan. Saya nggak enak sama papa kamu kalau sampai itu terjadi."
"Kalau bapak mau saya berhenti, tidak usah mempertimbangkan papa saya."
"Saya tidak ingin kamu berhenti Ande, saya hanya ingin kamu membatasi diri untuk tidak terlalu terlibat dengan pekerjaan orang lain. Mulai hari ini, produk Besta tidak usah kamu tangani lagi."
Aku tidak terkejut dengan keputusannya sekaligus masih menimbang, apakah akan menceritakan atau tidak tentang kejadian sebenarnya, tapi rasanya sudah malas.
"Saya memilih mundur, silahkan bapak cari pengganti saya. Akan saya tunggu sampai orang tersebut tiba, itupun kalau bapak mengijinkan. Kalau tidak saya akan buat surat pengunduran diri."
"Ande, kita sama-sama tahu ini bukan jalan keluar."
"Bapak bilang bukan jalan keluar tapi disaat yang sama bapak menuduh saya!"
Pintu terbuka, Bu Fanny masuk dengan wajah merah matanya melotot seolah ingin menelanku. Namun saat ia ingin bicara, suaminya sudah lebih dulu mengangkat tangan.
"Pikirkan untuk tidak keluar dari sini."
"Sayangnya itu satu-satunya yang ada dalam pikiran saya." Bantahku.
Aku ke luar dari ruang rapat. Mastur yang berpapasan denganku menunduk tidak berani menatap. Sementara Amran sipembuat ulah tersenyum sinis, sayang aku belum memiliki bukti kuat keterlibatannya. Saat memasuki kantor, Retno melengos. Rasanya aku memang ingin bermain sedikit.
"Saya bisa bicara dengan kamu secara pribadi?"
"Oh ibu wakil direktur mau bicara apa?" jawabannya terlihat menantang dan terkesan sangat dibuat-buat. Seolah yakin besok aku tidak bekerja di sini lagi.
"Bisa sedikit sopan kalau bicara? Tunjukkan bahwa kamu juga adalah orang yang pernah duduk dibangku sekolah. Saya kira dimanapun kita belajar, sopan santun dan budi pekerti selalu diajarkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
DANDELION (Bukan) CINTA SEMPURNA/ OPEN PO/Dihapus Sebagian
RomanceBagi Dandelion, hidupnya tak pernah jauh dari filosofi namanya. Berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Beradaptasi lalu pindah lagi. Hingga suatu saat, ia memiliki harapan baru. Bahwa perjalanannya akan berhenti disisi pria bernama Martin. Dande...