Biasakan membaca Author notes ya. Saya jarang kok menulis panjang-panjang. Jadi kalian nggak perlu nanya sesuatu yang sudah saya jelaskan. Karena saya tidak akan menjelaskan lagi.
1. Nama tokoh Max saya ganti menjadi Richard. Sudah saya sampaikan di Bab 11. Jadi kalau kalian masih nanya sudah di bab 21 kapan tokoh Max muncul, rasanya sedikit aneh.
2. Buat yang mau saya terima permintaan pertemanan di Instagram. Tolonglah buat foto diprofil kalian. Bunga kek, pemandangan kek atau yang lainnya. Saya paham dan menghormati jika ada teman yang tidak boleh men-share foto diri dengan alasan tertentu. Tapi saya juga nggak mungkin menerima pertemanan dari seseorang yang cuma ada namanya doang. Itu pun kadang sulit untuk dibaca. Misal, Fs. FrBdmn. Sayanya jadi bingung juga cara membacanya.
***
Lelah seusai pesta, minggu pagi kuhabiskan waktu di rumah sendirian. Entah kenapa terasa sangat sepi. Papa menginap di rumah Tante Mawar, Mbak Warti nggak masuk. Dan akhirnya aku menangis sendirian. Kunikmati kesepian dengan menata isi lemari. Baru sadar kalau sudah lama tidak beli baju. Karena kantorku cukup pakai jeans. Kusisihkan beberapa yang sudah tidak kusuka untuk diberikan pada Mbak Warti atau keluarganya. Kini lemari terlihat lebih kosong. Kalau ada waktu belanja, sudah ada tempat lagi.
Sorenya barulah bersiap bertemu Richard. Kukenakan sebuah gaun midi bermotif bunga kecil warna biru. Padahal tadi niatnya pakai hotpants, tapi malas karena nanti pasti kena omel lagi.
"Kamu cantik." Bisiknya saat sudah di jalan yang membuatku tersenyum. Kali ini kami menghabiskan waktu di tepi pantai, Ancol sudah mulai sepi.
"Aku kadang aneh lihat kamu." Ujarku saat berjalan di sepanjang pantai sambil bergenggaman tangan erat.
"Kenapa?"
"Sukanya kok, ke tempat seperti ini?"
"Aku suka udara terbuka. Meski sebenarnya lebih suka laut Indonesia Timur, lebih bersih. Aku juga sering sengaja mancing ke sana. Kalau di Jakarta malah bingung, karena sudah sore aku ajak ke sini saja."
"Kamu nggak suka clubbing?"
"Sudah lewat, dulu waktu usia dua puluhan. Sekarang lebih suka hidup tenang. Mikirin kerjaan, sampai rumah tidur palingan ditambah mikirin kamu."
"Gombal kamu. Aku nggak percaya."
"Terserah, tapi aku benar. Aku mau ke LA minggu depan, mau ikut?"
"Enggaklah, pekerjaanku banyak. Ngapain ke sana?"
"Kangen sama Marco, anakku. Next kalau kita sudah menikah aku ajak kamu ke sana. Ada negara yang mau kamu kunjungi?"
"Enggak, aku baru dua kali ke luar negeri. Itupun sebatas Asia bareng teman-teman."
"Katanya tadi kangen sama mama kamu. Nggak jadi ke sana?"
"Besok saja."
Kami kemudian kembali masuk ke dalam mobil karena angin laut semakin kencang. Gaunku kadang terangkat. Richard menatap lama sebelum mencium bibirku dengan lembut. Kupejamkan mata menikmati sentuhannya yang hangat. Seperti ini rasanya kalau seseorang menyentuh bibir kita? Bagaimana kalau dia tahu bahwa ini adalah ciuman pertamaku? Selama ini Martin hanya mencium pipi dan kening saja!
***
Sesuai janji papa, hari selasa mereka menginap di sini. Aku yang masih cuti seharian menurunkan beberapa foto mama yang terlihat sendiri. Tapi foto bertiga masih kubiarkan. Tante Mawar membawa makan malam kami dari kediamannya. Wajah pengantin baru di depanku terlihat bersinar bahagia. Tak sengaja kulihat juga tanda merah di bahu Tante Mawar yang tidak tertutup. Mungkin akibat kenakalan papa. Tapi aku hanya diam meski merasa malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DANDELION (Bukan) CINTA SEMPURNA/ OPEN PO/Dihapus Sebagian
RomanceBagi Dandelion, hidupnya tak pernah jauh dari filosofi namanya. Berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Beradaptasi lalu pindah lagi. Hingga suatu saat, ia memiliki harapan baru. Bahwa perjalanannya akan berhenti disisi pria bernama Martin. Dande...