13

6.8K 1.8K 176
                                    

"Kamu atau saya yang keluar! Saya sudah sepuluh tahun ikut Pak Harry. Baru sekali ini dipermalukan. Kamu orang baru yang nggak tahu apa-apa tentang perjuangan gudang ini."

"Oh ya? Lalu bagaimana dengan barang-barang yang sering lenyap tanpa bekas dengan alasan rusak? Bagaimana dengan susu yang katanya boksnya rusak dan ada di luar gudang tanpa ada berita acara? Bagaimana dengan barang-barang yang minus karena kesalahan input berkali-kali?"

"Kamu mau nyalahin saya?"

"Jadi saya mau nyalahin satpam di depan sana? Yang kepala gudang siapa? Mastur sini kamu!" teriakku. Mastur yang awalnya berdiri dengan tubuh gemetar mendekat.

"Ada nggak saya suruh kamu untuk membuang brosur Besta? Kamu laporan ke saya hanya tentang buku orderan lama yang sudah tidak digunakan, kan? Lalu saya suruh kamu tanya ke siapa? Retno, kan?" Mastur mengangguk lemah.

"Lalu kenapa jadi salah saya Pak Amran? Bukan urusan saya kalau bapak mau resign. Tapi jangan unjuk kekuatan di depan, saya juga sedang menjalankan perintah. Kalau mau tahu alasannya, tanya langsung Pak Harry. Kita sama-sama karyawan pak. Seharusnya saling membantu, bukan saling menjatuhkan seperti sekarang. Bapak merasa kesal, apalagi saya?"

Kutinggalkan mereka semua. Rasanya benar-benar mau pergi dari sini.

Saat supervisor dan tim dari NSA datang, kubiarkan Pak Rommy yang menyambut mereka. Ingin mecari udara segar kuraih kunci mobil dan ke luar dari kantor. Mengabaikan tatapan aneh dari seluruh karyawati. Mau lapor, silahkan. Bodo amat! Aku juga sudah capek. Pilihanku jatuh pada sebuah café di depan area pintu masuk kawasan pergudangan. Kuhabiskan satu jam lebih di sana sampai tiba-tiba Pak Harry muncul. Dia kemudian menarik kursi dan duduk di depanku.

"Kamu kenapa?" tanyanya dengan suara pelan.

"Emosi saya sedang kacau, saya takut orang yang tidak salah terkena imbasnya." jawabku sambil menatap cuaca panas di luar sana. Tak peduli lagi bahwa dia adalah atasanku.

Dia kemudian ikut memesan kopi lalu menatapku lembut.

"Sebenarnya saya ingin bicara secara pribadi dengan kamu. Seharusnya sudah sejak awal kamu bekerja. Tapi karena kesibukan kita tidak pernah punya waktu. Masalah di gudang sangat kompleks. Seperti benang kusut yang harus diurai satu persatu. Saya senang akhirnya bertemu kamu, suka dengan cara kerja kamu, orang sini jarang yang bisa menyamai pencapaian yang kamu peroleh. Selalu fokus dan tepat waktu. Saya lihat sendiri kamu tidak pernah berhenti, makanya ketika banyak yang memberi laporan kalau kamu sering olahraga sore saat jam kantor saya abaikan. Karena saya yakin kamu juga butuh berganti suasana."

"Orang-orang di sana sudah sangat lama ikut dengan saya. Bahkan Rommy adalah karyawan pertama. Dia setia dan loyal. Amran masuk setelahnya, baru kemudian diikuti oleh yang lain. Saya tahu ada yang salah dengan data dan fisik barang meski saya sudah membuat sistim sedemikian rupa. Beruntung kamu tahu dimana letak lubangnya dan bisa segera menutup sehingga tidak ada kebocoran lagi."

"Saya minta maaf karena kemarin emosi, kalimat saya seperti menuduh kamu. Tapi saya sama sekali tidak berniat melakukan itu. Saya juga kacau kemarin karena masalah ini sampai ketelinga Richard. Dia seorang yang perfeksionis. Kalau berada pada posisinya, kamu juga pasti akan marah. Baru kali ini ia dipercaya untuk memegang sebuah produk, dan sangat sulit untuk menembus pasar. Dia harus berpikir sedemikian rupa agar nama Besta dikenal banyak orang. Saya yang tahu bagaimana saat dia membuat konsep produk, mencari lokasi pabrik dan juga mesin. Investasi untuk Besta angkanya tidak main-main. Dia mempertaruhkan semua."

"Tapi siang ini saya tidak ingin berbicara tentang dia. Karena Besta tetaplah sebuah produk yang harus saya support penjualannya. Yang saya pikirkan adalah kamu. Ande, saya harus bagaimana agar kamu tetap bekerja di Sentosa Jaya Abadi."

DANDELION (Bukan) CINTA SEMPURNA/ OPEN PO/Dihapus SebagianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang