29

9.8K 2K 220
                                    

Aku terdiam akhirnya memutuskan untuk tidak menjawab satu patah katapun meski hati sakit. Tidak ingin menambah masalah antara ibu dan anak. Richard akan akan bingung bila berada diantara aku dan keluarga besarnya. Satu jawabanku pasti menimbulkan masalah besar. Kutahan semua rasa yang tidak menyenangkan. Saat ini tidak ada yang bisa menolong. Wajah ibu mertuaku mengeras, menatap marah.

"Berapa saya harus bayar kamu agar melepaskan Richard? Sebut saja angkanya. Lebih baik saya kehilangan uang daripada kehilangan anak saya. Kamu tahu siapa dia? Calon pemimpin tertinggi NSA. Dia cucu laki-laki tertua dengan bakat bisnis cemerlang. Dan dia satu-satunya kandidat sebelum kamu muncul dalam kehidupannya. Kamu datang menghancurkan semuanya! Dia harus menentang seluruh keluarga terutama saya, ibunya! Apa yang sudah kamu lakukan padanya?!"

Bukan rasa sakit ini yang membuatku menangis tetapi malu dilihat banyak orang. Sementara disudut sana Bu Fanny dan Rania tersenyum puas.

"Saya bisa membuat hidupmu hancur. Menyuruh seseorang untuk menghabisi keluargamu. Sayang saya tidak mau mengotori tangan dengan hal bodoh seperti itu. Saya harap besok kamu sudah ke luar dari apartemen dan kembali pada kehidupan semula! Tinggalkan putra saya! Jangan bermimpi terlalu tinggi!"

Selesai berkata demikian mereka bertiga meninggalkan kantor. Aku menangis sendirian tidak peduli lagi pada pekerjaan dan orang lain. Rasa sakit dipipi tidak seberapa, tapi hatiku? Hancur! Aku duduk di kursi mencoba mengumpulkan sedikit kekuatan yang tersisa. Rasanya tidak sanggup lagi berada di sini. Sampai siang aku tidak berani ke luar ruangan.

Pintu ruangan tiba-tiba dibuka kasar, Pak Harry kini berada di sana. Dia langsung memelukku erat. Kutumpahkan semua kesedihan dalam pelukannya.

"Saya sudah memperingatkan Fanny, Richard sedang menuju kemari. Saya minta maaf atas kelakuan istri saya."

Aku mengangguk pelan. Rasanya sedikit tenang karena ada yang melindungi. Aku menangis dalam pelukannya tidak peduli kalau dia sebenarnya adalah atasanku.

"Sebaiknya kamu istirahat setelah ini. Ambil waktu seminggulah. Saya yang akan menggantikan kamu sementara."

"Saya baik-baik saja pak."

Aku tahu di luar sana karyawan lain pasti melihat apa yang dilakukannya padaku. Tapi aku sudah tak peduli. Rasanya besok mungkin aku akan resign. Tidak sanggup menjalani hidup seperti ini. Tidak menutup kemungkinan keluarga Richard akan melakukan lagi melalui tangan orang lain.

Richard datang setengah jam kemudian. Wajahnya terlihat khawatir dia langsung menggantikan Pak Harry yang masih memelukku.

"Kita pulang. Thank you, Har."

Aku mengangguk. Kami ke luar sama-sama dari dalam kantor. Kuambil tas yang masih ada digudang diiringi tatapan seluruh karyawan. Aku tidak berani menatap mereka, harga diriku berada pada titik nol.

"Kamu pasti belum makan siang."

Aku mengangguk Sebelum pulang Richard menghubungi salah seorang asistennya untuk membelikan makan siang. Ternyata kali ini dia membawa supir. Aku hanya duduk diam mematung dalam pelukannya. Masih syok dengan kejadian tadi. Sesampai di apartemen langsung berganti pakaian lalu berbaring.

Richard malah menyuapiku. Meski tidak lapar aku berusaha menghargai apa yang dia lakukan. Meski akhirnya cuma bisa makan empat suap.

"Koko nggak balik ke kantor? aku aman kok, di sini."

"Enggak, hari ini aku temani kamu."

Aku tidak ingin berkata apapun dan masih tetap menangis. Memutar kembali perjalanan hidup. Dulu sempat tidak diinginkan papa, lalu Martin hanya menjadikanku tameng untuk menutupi kekurangannya. Dan sekarang mendapatkan mertua yang tidak bisa menerimaku. Padahal aku berharap bisa bahagia dengan Richard. Aku tidak pernah meminta apapun darinya.

DANDELION (Bukan) CINTA SEMPURNA/ OPEN PO/Dihapus SebagianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang