19

6.3K 1.9K 235
                                    

Sejak pembicaraan itu, hubungan papa dan Tante Mawar semakin terbuka. Papa kerap mengajaknya ke pertemuan keluarga. Banyak yang bertanya apakah aku setuju atau tidak. Tapi sekali lagi kujawab, semua terserah papa. Di keluarga mama tidak ada masalah. Bagi mereka itu urusan pribadi papa. Malahan aku yang sudah mulai ditanyai terus, apakah sudah punya calon atau belum. Bagaimana mau punya calon? Kalau pacar saja nggak punya. Pekerjaanku benar-benar menyita waktu.

Martin sendiri kini sudah pindah ke Padang. Dia memimpin salah satu cabang di sana. Kuakui kemampuannya memang sangat bagus. Hubungan kami juga masih tetap bagus, meski akhirnya cuma sebagai teman. Sementara di kantor aku juga sudah hampir mengerjakan seluruh tugas Pak Harry. Dengan demikian aku mulai sering mewakili beliau untuk pertemuan bersama pihak produsen. Termasuk dengan Richard tentunya. Tapi aku masih membatasi diri meski akhirnya mulai bisa menebak arah pendekatannya.

Bukan seperti anak remaja memang. Gila aja laki-laki sukses berumur empat puluhan nggak mungkinlah punya waktu untuk bermain-main. Tak jarang saat berada di Jakarta dia mengirim makan siang yang sialnya selalu dibawakan supirnya. Padahal supaya orang nggak tahu kan, bisa saja dikirim lewat gojek. Meski sebenarnya aku tidak yakin kalau dia memiliki akun tersebut. Tapi sepertinya seluruh karyawan SJA sudah tahu. Mungkin mereka mendapat bocoran dari Pak Harry. Lumayan sebal melihat dia yang sok perhatian tapi orangnya nggak muncul-muncul.

Aku tengah bersiap ke kantor saat mendapat telepon dari Tante Mawar pagi ini.

"Ande kata Mas Danu kamu besok ulang tahun. Mau tante buatkan tumpeng atau kue tart?"

Apa papa cerita?

"Nggak usah repot tan, lagian aku ngantor seharian. Pulangnya aja biasa sudah jam sembilan malam baru sampai rumah."

"Nggak repot sama sekali. Nanti tante kirim ke kantor kamu. Atau mau tiup lilin pagi-pagi bareng Mas Danu?"

"Nggak usah, papa juga berangkat pagi takut telat."

"Jadi kamu mau dibuatkan apa?"

Sebenarnya aku sungkan, tapi kupikir mungkin ini caranya mendekatkan diri padaku.

"Tumpeng aja deh. Nanti kirim ke kantor . Kalau sudah selesai kabari ya, tan. Biar aku pesan taksi online saja."

"Ya, sudah kalau begitu. Nanti tante kirim menunya, kamu boleh pilih."

"Siap, terima kasih tan."

Aku kembali duduk diranjang. Antara suka karena diperhatikan dan sebaliknya karena merasa dia mulai mencoba menggeser posisi mama dalam hatiku. Tapi tidak mungkin menunjukkan sisi tak suka itu. Aku sudah dewasa, bahkan sudah jadi janda. Seharusnya aku menyingkirkan segala hal yang tidak menyenangkan dalam sebuah calon hubungan. Tak lama ponselku berdenting. Ada tiga menu yang ditawarkan. Kupilih salah satu. Sebenarnya ingin memesan dalam porsi yang paling besar tapi segan takut dia tidak mau dibayar. Kupikir nanti pesan lagi saja supaya cukup untuk anak sekantor.

***

Keesokan paginya, aku dikejutkan dengan kedatangan sebuah buket bunga besar berwarna biru, pink bercampur putih. Pengirimnya Richard! Pada kartunya tertulis

Happy birthday Dandelion Margaretha

Wish you all the best.

With love

Richard

Aku tersenyum kecil lalu meletakkan bunga tersebut di ruang tamu. Gila aja pakai kata with love. Perasaan hubungan kami tidak ada kemajuan. Mbak Warti terkejut saat melihat buket bunga yang berukuran hampir satu meter besarnya itu.

"Besar sekali mbak."

"Iya, dari teman."

Tak lama ada dua buket bunga lagi yang datang. Dari Martin dan Tante Agatha. Segera kuhubungi mereka untuk mengucapkan terima kasih. Papa yang ke luar kamar belakangan segera memeluk dan mengecup keningku.

DANDELION (Bukan) CINTA SEMPURNA/ OPEN PO/Dihapus SebagianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang