26

6.8K 1.9K 218
                                    


Sejak pertemuan dengan papa malam itu aku tahu bahwa hubungan kami memang tidak mendapat restu. Meski sudah menerka sejak awal tetap saja aku harus beradaptasi dengan keadaan ini. Kadang kucari informasi tentang para keluarga kaya di berbagai belahan dunia. Hampir semua beranggapan kalau perempuan dari kaum biasa sepertiku sebagai perempuan materialistis yang ingin menumpang hidup. Kebanyakan dari kaum mereka menikah dengan putra atau putri rekan bisnis orang tuanya. Terbayang juga Pak Harry dan Bu Fanny yang sudah dijodohkan sejak SMU. Jadilah ada kerajaan bisnis baru yang tumbuh. Mungkin karena itu mereka menikah diusia yang masih terbilang muda. Lalu bagaimana nasibku?

Richard sepertinya tidak terlalu peduli. Dia masih menghubungi setiap kali ada kesempatan. Tapi kami memang tidak pernah pergi ke acara keluarganya. Jangan harap ada kejadian dadaku berdebar karena akan bertemu calon mertua. Aku memang dianggap tidak ada. Mungkin mereka berpikir kalau aku tak lebih dari seorang simpanan dan kelak akan berpisah dengan sendirinya.

Tak terasa hubungan kami akhirnya genap satu tahun. Mungkin karena bukan pasangan romantis jadi tidak ada perayaan apapun. Aku sendiri sejak pagi sudah sibuk dengan karyawan yang akan gajian. Semua berjalan seperti biasa. Sepulang dari kantor juga tak ada bedanya. Kami tetap berkomunikasi tapi tidak ada ucapan apapun. Namun saat tiba di rumah aku menemukan sosoknya sudah menunggu di teras, jam sembilan malam! Ditangannya ada buket mawar berwarna merah, cantik sekali.

"Happy first anniversary."

"Thank you." balasku sambil mengajaknya masuk. Ada Mbak Warti kok, jadi aku tidak terlalu khawatir.

"Aku mandi dulu koko, mau minum apa?"

"Yang hangat saja."

Segera kubuatkan segelas teh sebelum masuk ke kamar. Dia duduk di sofa dan seperti biasa langsung berbaring. Selesai mandi dan berganti pakaian kutemukan dia sudah memejamkan mata. Kuraih kepalanya utnuk diletakkan diatas pahaku.

"Kamu wangi."

"Namanya juga habis mandi. Koko sudah makan?"

"Sudah, kamu?"

"Sudah juga. Kita mau ngapain?"

"Aku ngantuk, ke apartemen, yuk."

Kuelus rambutnya yang tebal dan menyentuh keningnya. "Wajah kamu berminyak belum mandi?"

"Bersihin dong."

Setelah pacaran satu tahun aku semakin tahu kalau dia manja sekali. Mungkin jika kami menikah aku harus mengurusnya seperti seorang anak kecil. Dulu pernah kami main ke pantai, dan pulangnya wajahnya kotor. Kubersihkan begitu sampai di rumah. Sampai sekarang kalau kami ketemu dan dia belum mandi pasti minta wajahnya dibersihkan.

"Benerin tidurnya."

"Ke apartemen aja, yuk. Nggak enak di sini ada Mbak Warti."

"Dia di kamar, nggak akan tahu."

"Ayolah aku kangen sama kamu." Rengeknya.

Hadeh, dia sudah seperti bocah berusia lima tahun yang merengek minta permen.

"Tapi janji, koko nggak macem-macem."

"Kalau saya mau sudah maksa kamu dari dulu. Nggak usah nunggu sekarang. Tenaga saya jauh lebih kuat untuk bisa memenangkan kamu."

Akhirnya aku mengiyakan. Kami berangkat dengan mobilnya setelah pamit pada Mbak Warti dan membawa kunci sendiri. Dia terlihat sangat mengantuk tapi tetap berusaha untuk menyetir. Setahuku Richard memang jarang menggunakan supir kalau kami sedang berduaan.

Sesampai di apartemen dia mengganti pakaian dan langsung tidur di sofa. Kubersihkan wajahnya dengan hati-hati. Tak lama malah sudah tertidur pulas. Kukecup puncak hidung dan keningnya kemudian membiarkannya beristirahat. Sofanya jelas lebih empuk dibanding sofa di rumahku. Fix first anniversary kami tidak ada perayaan apapun. Setelah membereskan perlengkapan kembali kupangku kepalanya. Tak lama aku juga ikut mengantuk.

DANDELION (Bukan) CINTA SEMPURNA/ OPEN PO/Dihapus SebagianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang