Papa menatap kami berdua. Aku tahu kalau diwajahnya ada kecewa dengan keputusanku untuk tetap melanjutkan hubungan dengan Richard. Tapi mau bagaimana lagi, aku sayang dia. Kami sama-sama harus berusaha agar hubungan ini sampai pada tujuan. Bukan hal mudah berhadapan dengan orang tua pasangan dan keluarga sendiri. Aku tahu beban yang disandang Richard.
"Kamu yakin, Nde?"
"Yakin pa."
Ibu mengembuskan nafas panjang. Sepertinya ingin bicara tapi masih menahan diri. Mungkin merasa kalau ini bukan ranahnya.
"Tidak mudah menyembunyikan pernikahan, Nde. Katakanlah pada awalnya kamu merasa siap dan mampu. Suatu saat nanti kamu pasti ingin orang lain tahu atau bahkan mengakui kalau kamu adalah istri sah seorang Richard. Hal yang terburuk adalah kamu tidak akan pernah menerima pengakuan tersebut. Pikirkan dulu, jangan sampai gagal untuk kedua kali."
"Kami sudah memikirkan resikonya pa." jawabku pelan.
Papa mengembuskan nafas kasar menatapku kecewa. Sebenarnya aku sedih tapi mau bagaimana lagi? Aku juga merasa tidak sanggup mengakhiri hubungan kami. Semakin lama rasa sayang itu semakin besar.
"Apakah kalian langsung menikah tanpa lamaran atau apapun?"
Aku tahu bahwa papa akan sangat tersinggung. Wajah Richard pias. Kami tidak pernah memikirkan dan membicarakan hal ini.
"Mau menikah di mana?"
"Rencana di Kupang. Tempatnya cukup jauh dari Jakarta agar tidak terlalu menarik perhatian."
"Kamu akan menyembunyikan pernikahan kalian setelah itu?"
"Dari sisi saya tidak sama sekali. Kami akan menikah secara sah. Semua orang akan tahu kalau Ande adalah istri saya. Saya hanya tidak ingin keluarga besar menghalangi dan ikut campur. Saya sudah dewasa untuk menentukan pilihan terutama menyangkut seseorang yang akan menghabiskan hidupnya dengan saya."
"Apakah hanya kalian berdua yang hadir?"
"Saya berharap om dan tante ikut hadir. Akan ada dua orang sahabat saya sebagai saksi. Pernikahan ini akan sangat sederhana dan tertutup. Tapi saya tetap ingin semua berjalan khidmat sebagaiman pernikahan sesungguhnya."
"Kalian urus berdua seperti yang kalian inginkan. Meski kamu harus tahu Richard, saya berat melepaskan Ande kepadamu. Tapi sebagai papanya saya sadar dia sudah dewasa untuk menentukan pilihan. Saya hanya berharap kamu tidak menyia-nyiakan kehidupannya kelak. Beritahu saya kapan waktunya."
"Baik om."
Aku menangis keras, paham kalau papa sebenarnya tidak menyetujui. Sampai akhirnya papa mendekat lalu memelukku erat.
"Maafin Ande, Pa."
"Ini tidak akan mudah, tapi papa percaya kalau kamu sudah berpikir matang dan siap menerima resiko. Semoga kalian bahagia."
***
Sejak itu kami tidak pernah membahas tentang restu lagi. Bagiku semua sudah selesai. Untuk surat-suratku papa yang mengurus. Meski tahu kalau dia kecewa tapi papa tetap menunjukkan tanggung jawabnya. Untuk Richard sepertinya pengacaranya yang mengurus. Entahlah keluarganya tahu atau tidak. Tapi sepertinya semua masih menjadi rahasia. Terbukti dari Pak Harry yang sama sekali tidak pernah menyinggung tentang pernikahan.
Kami juga memutuskan untuk tidak menggunakan WO karena memang tidak ada pesta sama sekali. Juga untuk menghindari rahasia ini tebongkar. Aku sendiri hanya menjahit sebuah gaun berwarna putih dengan model sangat sederhana berlengan panjang. Namun entah kenapa sudah jatuh cinta bahkan ketika hanya melihat sketsanya. Gaun tertutup sesuai keinginan Richard. Dia sendiri rencana akan mengenakan tuxedo dengan jas dan celana hitam. Untuk cincin kami memesan dari Tiffany. Miliknya ada ukiran rumit sementara milikku dihiasi tiga butir berlian dengan mata kecil. Itu memang pilihanku meski dia memaksa untuk memilih yang lebih besar. Tapi kujelaskan, aku ingin mengenakan cincin kawin setiap hari, jadi kalau terlalu besar akan tidak nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
DANDELION (Bukan) CINTA SEMPURNA/ OPEN PO/Dihapus Sebagian
RomanceBagi Dandelion, hidupnya tak pernah jauh dari filosofi namanya. Berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Beradaptasi lalu pindah lagi. Hingga suatu saat, ia memiliki harapan baru. Bahwa perjalanannya akan berhenti disisi pria bernama Martin. Dande...