18

6.5K 1.8K 309
                                    


Cerita  baru saya yang berjudul MASIHKAH KAU PERCAYA CINTA, sudah tayang ya di lapak sebelah. Silahkan dibaca. Jangan lupa tinggalkan jejak kalian. Semoga suka. 

***

"Tante minta maaf atas kelakuan Chia dan Calvyn." Suara Tante Mawar dipenuhi rasa bersalah.

Meski juga merasa tidak enak akhirnya aku menjawab. "Nggak apa-apa. Aku paham kenapa mereka bersikap seperti itu. Aku mau langsung ke kantor. Apa masih ada yang ingin dibicarakan, Pa?"

"Tidak ada. Terima kasih sudah mau datang." ucap papa sambil menepuk bahuku.

Aku segera beranjak ke luar lalu berangkat menuju lokasi pelaksanaan bakti sosial. Sesampai di acara pemberian donasi kulihat Richard justru sudah di sana. Dan seperti biasa pakai kaos Besta! Ia segera mendekatiku.

"Tumben kamu pakai dress."

"Ada acara sebelum kemari."

Dia hanya mengangguk. Kemudian menatap puing-puing sisa bangunan yang tak bersisa. Kutatap ke depan, pada wajah pengungsi yang dikumpulkan di sebuah aula kelurahan. Cukup kaget ketika melihat Richard sangat humble berhadapan dengan mereka. Dia berjongkok, menyapa dan yang membuatnya berbeda adalah, physical touch yang sepertinya menjadi kebiasaannya. Ketika acara selesai, dia kembali mendekatiku.

"Kamu sibuk di kantor?"

"Enggak, kemungkinan langsung pulang. Saya capek sekali hari ini pak."

"Mau meninjau lokasi mereka terlebih dahulu?"

"Berdua?" tanyaku sambil melirik para petinggi NSA.

"Ya."

Setelah mempertimbangkan aku mengiyakan. Kami naik mobilnya, sepertinya jeep yang mengantarku malam itu. Saat tiba di sana dia membuka kacamata hitamnya. Aku tahu tidak ada kepura-puraan dimatanya yang terlihat sedih.

"Kubayangkan para manula yang tinggal di sini. Entah kapan mereka bisa membangun kembali."

"Mungkin pemerintah harus bekerja lebih keras. Saya tidak tahu apakah nanti akan ada bantuan atau apa untuk membangun rumah kembali."

"Kita lihat saja nanti."

Kami menyusuri puing-puing bangunan dan orang-orang yang sibuk mencari benda-benda yang tersisa. Beberapa kali Richard berhenti dan bertanya pada mereka. Aku hanya mendampingi saja.

"Kamu nggak capek pakai heels 7 senti begitu?"

"Sedikit. Apa yang sedang bapak pikirkan?"

"Tentang bagaimana mereka memulai hidup."

"Dari nol pastinya."

"Pasti sulit sekali."

Aku mengangguk. Merasa bersyukur karena Pak Harry banyak sekali memberikan bantuan tadi. Setidaknya mereka bisa makan beberapa hari ke depan.

"Habis ini kamu ke mana?"

"Pulang."

"Mau makan bareng sama saya?"

Kutatap wajahnya tak percaya.

"Untuk apa? Ini masih jam empat sore, apa bapak kelaparan?"

"Sekadar ngobrol."

Sayang aku sudah terlalu letih untuk mendebatnya. Pulang juga malas karena harus berhadapan dengan papa. Aku sendiri belum tahu harus berpendapat apa tentang kejadian tadi siang. Kepalaku pusing dengan masalah kami. Tidak ingin menyakiti papa tapi tidak bisa diam juga.

DANDELION (Bukan) CINTA SEMPURNA/ OPEN PO/Dihapus SebagianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang