Senyum Jaiden mengembang, ia pun duduk dibangku tunggu. Ia membuka ponselnya sebentar hingga suster itu kembali, menyuruhnya untuk masuk kedalam ruangan.
"Setelah di infus dan diberi suntikan, ia secepatnya akan sembuh" imbuh sang dokter.
Jaiden melirik Rani yang sedang diberi infus, "Cukup habiskan satu kantung saja, ia akan diperbolehkan pulang" tambah sang dokter.
"Baik terimakasih dok" ucap Jaiden.
"Jaiden" panggil Rani saat diluar ruangan.
"Ya"
"Gue mau bilang makasih lagi sama lo" ucap Rani tulus, ia bahkan sangat berterimakasih karena sudah datang di waktu yang tepat.
Jaiden membalasnya dengan tersenyum, ia membukakan pintu keluar rumah sakit untuk Rani. "Keadaan lo udah enakan kan?" Rani tersenyum ia menunjukan tangannya yang ditempelkan kapas.
"Yup, nih buktinya. Lumayan lah tubuh gue udah bisa diajak jalan kaki kayak gini"
"Gue hampir putus asa banget, gue kira beneran bakal pingsan tadi" sambungnya, Jaiden menaikkan sebelah alisnya.
"Loh bukannya lo di motor juga pingsan?" tanya Jaiden, pasalnya mata Rani saat itu terpejam. Dan seingatnya Rani hanya membuka matanya untuk mengucapkan terimakasih padanya.
"Berarti itu namanya pingsan?, sumpah gue belum pernah ngerasain soalnya" ucap Rani polos.
"Ya emang sih pingsannya orang-orang tuh beda, cuman ya. Masa lo nggak bisa bedain sih" ujar Jaiden tak percaya, pria itu mengarahkan langkah kaki Rani untuk menuju tempat motornya parkir.
"Sumpah nggak bisa" tegas Rani,
"Waktu kecil nggak pernah?, ayolah pasti pernah. Nggak mungkin ada orang yang belum pernah pingsan" Jaiden masih bersikeras.
Rani menggeleng yakin, tapi untuk waktu kecilnya ia kurang yakin. "Kita mampir ke tempat cemilan dulu ya" ucap Jaiden saat menemukan motornya
Rani memilih mengangguk dan menjadi anak ayam Jaiden untuk kali ini, Jaiden memasukan ID card nya ke dalam kaos. Hal itu terlihat oleh Rani, "Lo kerja?" ucapnya sambil menunjuk ID card Tersebut.
"Ah ini?, gue mulai magang di perusahaan lain" jawab Jaiden, Rani mengerjapkan matanya.
"Tapi lo bukannya bisa magang di..."
"Perusahaan ayah gue juga?" Jaiden tersenyum miring, "Gue nggak butuh magang disitu" sinis nya.
"Kenapa?, bukannya lebih mudah kalau magang di tempat ayah lo sendiri?"
Jaiden berdecih, "Dia bukan ayah yang baik Rani" Jaiden menaiki motornya.
"Kenapa?" Jaiden menarik Rani, "Naik" titah Jaiden, ia mengalihkan pertanyaan Rani.
Rani berpegangan pada bahu Jaiden untuk menaiki motor itu, "Lo pegangan kayak tadi, gue bakal ngebut"
"Gue nggak pake helm?" Jaiden menoleh, "Nanti gue beliin lo helm di jalan" Rani mulai berpegangan pada pinggang Jaiden.
"Kurang erat, kalau gue ngebut terus lo ketiup angin. Gue bakal ninggalin lo ya" ujar Jaiden
"Ya ampun sekurus itukah gue, ampe kebawa angin" Rani mendengus mendengar pernyataan Jaiden.
"Ya mangkanya pegangan yang bener"
-
"Ini udah masuk jam kerja, lain kali aja Luna" ucap Lucas.
Luna terdiam, ia sedikit kesal karena Lucas tak mau menurutinya untuk pergi ke taman sebentar.
"Ayolah, kapan lagi kita bisa jalan kayak gini. Bentar doang kok, seenggaknya beliin aku sesuatu" Lucas menghela napasnya, ia melihat sekeliling mencari benda yang bisa dibeli untuk Luna.

KAMU SEDANG MEMBACA
Asuka [21+]
ChickLitDiawali dengan pertemuan yang tak terduga membuat Lucas kembali mengulas masa lalunya, hal itu membuat Rani ikut terlibat kembali pada ledakan yang terjadi di rumahnya. Mampukah mereka mengupas tuntas siapa dalang dari ledakan itu? [Tiap Gambar bers...