-Dua puluh Dua-

454 22 3
                                    


Spam komen di sini ya!!

Terima kasih sudah bersedia membaca dan mampir ke lapak ini. Cerita ini ada untuk di baca bukan untuk di plagiat! Ingat plagiat itu sangatlah tidak berkelas😉

Have fun dan selamat membaca🥰
*
L
O
V
E
*

Dika masuk ke dalam kelasnya yang masih sepi, di karenakan masih pagi. Belum ada siswa yang datang. Dika langsung duduk di bangkunya dan menelungkupkan wajahnya pada lipatan tangannya, hingga suara langkah kaki membangunkannya.

Dika sangat heran melihat para sahabatnya sudah datang sepagi ini dan masuk ke dalam kelas. Biasanya juga, mereka datang saat bel akan berbunyi, tapi sekarang kenapa mereka datang sepagi ini. Aneh sekali.

Dika tidak mau terlalu memikirkan hal itu dan kembali menelungkupkan wajah tampannya pada lipatan tangannya.

"Woy, Ka! Kenapa kemarin lo gak ngumpul, padahal kita lagi ngadain balap liar." Gino datang dan langsung menggebrak meja Dika, membuat Dika sedikit tersentak, namun tetap diam.

"Iya, Ka. Lumayan loh hadiahnya. Eh gue lupa kalau lo itu kaya, jadi gak usah ikut gituan." Rizal bingung sendiri karena ucapannya.

Leo memutar bola matanya malas dan langsung merangkul Dika. "Lo ada masalah ya? Jangan gini lah! Cerita sama kita! Kita ini sahabat lo."

"Iya, Ka. Kita ini sahabat lo, masa lo gak mau kasih tau sih," ujar Gino dengan raut wajah sedihnya, karena merasa tak di anggap sahabat oleh Dika.

"Kita ini bukan lagi sahabat, tapi udah menjadi saudara." Rafael akhirnya ikut berbicara.

Semua orang yang ada di sana langsung mengangguk. Setuju dengan apa yang di ucapkan oleh Rafael.

Dika menghela napasnya panjang, kemudian mendonggak dan menatap ke empat sahabatnya. "Gue gak ada masalah," ucapnya kemudian.

Semua yang ada di sana langsung menghela napas. Mereka kira Dika akan bercerita, namun nyatanya tidak. Walaupun kecewa, tapi mereka harus bisa kembali menyemangati Dika. Itulah yang dinamakan sahabat.

"Yaudah kalau lo belum bisa cerita sekarang, kita tunggu sampai lo siap." ucap Leo pasrah. Dia tidak bisa memaksa Dika.

"Siap apaan?" Dengan polosnya Rizal bertanya.

"Lo diem aja, Zal!" tegur Leo emosi. Dia heran kenapa Rizal selalu bertanya di saat dan waktu yang kurang tepat.

Rizal langsung menutup mulutnya rapat-rapat. Bukan karena takut kepada Leo, tapi takut mengganggu ketenangan Dika.

"Dika!"

Semua yang ada di sana langsung terkejut, saat mendengar suara teriakan cempreng dari seseorang yang sudah sangat mereka kenal. Siapa lagi kalau bukan Afifah.

"Sumpah, cempreng amat suaranya." Celetuk Gino kesal.

"Untung telinga gue gak budek," sahut Leo sambil mengusap kedua telinganya.

"Udah kayak toa aja suaranya," Rizal juga ikut menimpali dengan nada kesal.

Afifah langsung masuk dan menghampiri Dika. Dia tidak menganggap ke empat sahabat Dika dan melewati mereka begitu saja.

"Dika, kamu udah sehat? Apa masih sakit?" Afifah langsung memegang dahi Dika dan segera di tepis oleh Dika.

"Gue lagi gak mau di ganggu! Lebih baik lo pergi aja!" Dika mengusir Afifah secara baik-baik.

Kembar tapi Berbeda (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang