-Empat-

854 51 3
                                    

Aku sengaja post ulang lagi biar banyak yang baca dan mungkin pada baca ulang lagi😁 jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberi vote dan komen ya!


Spam komen di sini ya!!

Terima kasih sudah bersedia membaca dan mampir ke lapak ini. Cerita ini ada untuk di baca bukan untuk di plagiat! Ingat plagiat itu sangatlah tidak berkelas😉

Have fun dan selamat membaca🥰
*
L
O
V
E
*


Bel pulang, sudah berbunyi sejak 20 menit yang lalu. Tapi, murid-murid belum pulang semua dan berkumpul di lapangan untuk melihat latihan basket yang di lakukan oleh Dika dan para sahabatnya. Afifah tentu saja hadir dan duduk di bangku paling depan untuk melihat dan memberikan semangat kepada Dika.

"Ayo, Dika semangat!"

"Kamu pasti bisa!"

Semua siswi yang ada di sana menatap sinis ke arah Afifah. Teriakan Afifah tentu sangat mengganggu mereka yang juga ingin menyemangati Dika.

Diki juga ikut melihat adiknya bermain. Dia duduk di barisan paling belakang, jadi Afifah ataupun Dika tidak akan tau kalau dia berada di sana juga. Sedangkan, untuk Rama. Dia sudah pulang sedari tadi, katanya sih lagi ada urusan.

"Semangat. Dika semangat!" Afifah tak henti-hentinya berteriak sambil mengangkat sebuah poster yang sudah dia buat selamalaman. Poster yang bertuliskan 'Dika My Prince, Semangat! Kamu pasti menang!' Itu di angkat setinggi-tingginya oleh Afifah, agar Dika bisa melihatnya.

Dika tidak meladeni semua teriakan para murid itu, termasuk Afifah yang sedari tadi berteriak. Dika menjadi heran, apakah Afifah tidak akan kehabisan suara? Apakah suaranya terlalu banyak sampai-sampai dia tidak berhenti berteriak? Tak mau terlalu memikirkan Afifah, Dika melanjutkan kembali permainan basketnya. Dia menyuruh semua anggota untuk berkumpul dan menyusun strategi, agar bisa menang dalam permainan kali ini.

Di belakang sana, Diki tersenyum saat melihat Dika yang sangat lihai dalam permainan bola basket. Bukan hanya rupa saja yang berbeda, bahkan keahlian mereka juga berbeda. Jika, Diki pintar dalam hal akademik, maka Dika sebaliknya. Dia lebih pintar dalam bidang olehraga seperti basket ini.

"Lo pasti menang Dika," lirih Diki sambil tersenyum.

Setelah sekian lama berlangsung akhirnya permainan basket selesai juga. Tentu saja tim Dika yang menang dan mencetak poin lebih banyak. Afifah yang asalnya terus berteriak kini diam dan segera menghampiri Dika yang baru saja keluar dari lapangan. Afifah menghampiri Dika dengan sebotol air dingin, tisu dan juga poster yang selalu dia bawa.

"Dika-" teriak Afifah melambaikan tangannya dan berjalan menghampiri Dika.

"Apa?" Jawab Dika malas.

Dika duduk di tepi lapangan, sedangkan anggota tim yang lainnya memilih untuk pergi ke kantin. Afifah ikut duduk di samping Dika sambil memberikan botol air mineral yang dia bawa tadi.

Kenapa tidak ada siswa yang menghampiri Dika, padahal tadi banyak yang menontonnya? Karena Dika selalu marah dan mengancam siapa saja yang berani datang untuk itu. Tapi, Afifah tidak pernah takut akan ancaman Dika. Jadi, dia selalu saja datang menghampiri Dika dan memberikan minuman, walaupun tau Dika pasti akan marah.

Setelah pertandingan selesai, Diki lebih memilih untuk langsung pulang ke rumahnya menaiki angkot. Yang penting dia sudah tau kalau tim Dika lah yang menang. Ya memang sih tim Dika pasti menang. Tapi, kan, kalau liat sendiri pertandingannya jadi lebih seru.

Kembar tapi Berbeda (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang