-Lima-

928 41 3
                                    

Aku sengaja post ulang lagi biar banyak yang baca dan mungkin pada baca ulang lagi😁 jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberi vote dan komen ya!


Spam komen di sini ya!!

Terima kasih sudah bersedia membaca dan mampir ke lapak ini. Cerita ini ada untuk di baca bukan untuk di plagiat! Ingat plagiat itu sangatlah tidak berkelas😉

Have fun dan selamat membaca🥰
*
L
O
V
E
*


Suara pintu terbuka membuat Dika harus terbangun dari mimpi indahnya. Diki masuk ke dalam kamar Dika dan segera membangunkannya. Dia tau Dika belum makan, jadi dia datang untuk menyuruhnya makan. Bagaimanapun juga, Dika itu adalah kembarannya.

"Bangun!"

"Lo belum makan, entar sakit."

Karena terus-menerus di tarik oleh Diki, akhirnya Dika bangun dan langsung menatap tajam Diki. "Peduli apa lo?"

"Gue peduli, karena gue Kakak lo. Cepet bangun!"

Dika tertawa hambar saat mendengar itu. "Kakak? Gue gak salah denger, kan? Gue gak akan pernah nganggep lo sebagai Kakak gue apalagi kembaran gue,"

"Dik, bodo amat lo mau bilang apa aja. Tapi, sekarang lo harus makan! Entar sakit repot lagi."

"Apa peduli lo? Gue sakit juga, gak akan ada yang peduli sama gue di rumah ini."

"Oke, terserah lo aja. Gue capek sama lo,"

"Lo pikir lo aja yang capek. Gue  juga capek kali,"

Diki tidak membalas dan segera keluar dari kamar Dika. Berlama-lama dengan Dika hanya akan membuatnya emosi saja. Diki yakin, nanti juga Dika akan turun saat benar-benar lapar. Dika itu tidak kuat jika harus menahan lapar.

Benar saja, tidak lama setelah Diki pergi. Perut Dika berbunyi, dia sangat lapar karena sedari pagi belum makan. Akhirnya, setelah berdebat dengan egonya sendiri, dia lebih memilih untuk keluar dan mengambil makanan. Daripada mati kelaparan di dalam sini. Kan, gak lucu.

Dika berjalan perlahan ke arah pintu kamarnya. Dia melihat apakah ada orang di depan kamarnya. Setelah di rasa aman, dengan perlahan Dika membuka knop pintu dan berjalan mengendap-endap menuruni tangga menuju dapur. Sudah seperti maling saja, padahal itu rumah sendiri.

"Bi, masih ada makanannya?"

"Eh, iya, Den. Masih ada kok, mau Bibi ambilin?"

"Iya, Bi. Tolong ambilin, terus anterin ke kamar saya ya! Sekalian sama susu putihnya."

Bi Ijah hanya mengangguk dan tersenyum saja mendengar itu. Sungguh lucu tingkah majikannya ini.

Dika segera bergegas menuju lantai atas dengan mendendap-endap seperti tadi lagi. Takut, jika ketahuan oleh Diki. Bisa gawat harga dirinya, jika ketahuan. Untungnya dia bisa masuk ke dalam kamarnya dengan aman dan tidak ketahuan.

Di tempat lain, ternyata Diki diam-diam memperhatikan Dika yang sedari tadi telah mengendap-endap. Diki tersenyum tipis, di atas tangga ketika melihat Dika kembali masuk ke kamarnya. Dugaannya benar Dika pasti akan turun untuk makan.

"Bi Ijah, lama banget sih. Udah laper banget nih gue, harusnya tadi gue ambil sendiri aja. Tapi, kalau ketahuan sama si Diki bisa berabe. Jatuh harga diri gue,"

Dika terus bolak-balik di dalam kamarnya menunggu Bi Ijah datang. Jujur, dia sangat lapar sekarang. Untungnya sebelum pingsan Bi Ijah sudah mengetok pintu kamarnya duluan.

Kembar tapi Berbeda (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang