-Enam-

705 35 3
                                    

Aku sengaja post ulang lagi biar banyak yang baca dan mungkin pada baca ulang lagi😁 jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberi vote dan komen ya!


Spam komen di sini ya!!

Terima kasih sudah bersedia membaca dan mampir ke lapak ini. Cerita ini ada untuk di baca bukan untuk di plagiat! Ingat plagiat itu sangatlah tidak berkelas😉

Have fun dan selamat membaca🥰
*
L
O
V
E
*

Hari ini, pagi-pagi sekali, Dika dan Diki sudah siap untuk pergi ke sekolah. Seperti biasanya, orang tua mereka belum pulang. Entah kapan mereka akan pulang, mungkin nanti sore.

Dika sebenarnya malas untuk turun ke bawah, mengingat dia pasti akan bertemu dengan Diki. Tapi, mau bagaimana lagi. Jika menunggu lebih lama, dia akan telat dan pasti Diki selalu menunggunya di bawah.

"Kesel banget deh. Yakali gue harus liat muka si Diki lagi, ogah banget tau gak." Dika terus saja mengeluh sambil mengancing bajunya.

Setelah di rasa rapi. Rapi darimana? Baju yang di keluarkan, dasi yang di kaitkan di leher, cuman rambutnya saja yang rapi. Benar-benar murid tak patut di contoh.

Dika langsung turun menuruni anak tangga menuju ke bawah. Untungnya dia tidak berpapasan dengan Diki. Entah dia sudah pergi atau masih di kamar, mungkin juga dia sudah di bawah.

Dengan perlahan Dika menuruni anak tangga dan sepertinya salah satu dugaannya benar. Diki sekarang sudah berada di meja makan dengan beberapa berkas di sampingnya. Dika sempat heran dengan orang itu. Di mana-mana selalu saja membawa buku atau berkas. Apakah yang namanya kertas itu sangat lengket dengannya.

Tanpa mau memikirkannya, Dika lebih memilih duduk di hadapan Diki dan menunggu Bi Ijah membawakan sarapan. Dia kapok karena kemarin tidak sarapan, perutnya jadi sakit. Sebisa mungkin, mulai sekarang dia akan terus sarapan. Tak peduli jika ada Diki atau tidak, yang penting dia tidak sakit lagi.

"Ekhm... ekhm..." Dika sengaja berdeham, agar Diki mengetahui keberadaannya.

Diki yang asalnya sibuk menatap berkasnya langsung menoleh ke arah Dika dan mendapati Dika ada di hadapannya. Sempat kaget, tapi dia mencoba bersikap biasa saja.

"Lo naik motor atau mobil?"

"Gue naik motor. Papah ngelarang lo buat naik motor."

Diki hanya mengangguk saja dan tak lama Bi Ijah datang sambil membawakan makanan untuk mereka.

"Makasih, Bi."

Bi Ijah hanya tersenyum dan mengangguk, lalu segera pergi ke dapur. Tinggalah Dika dan Diki berdua. Rasanya sangat canggung dan menengangkan, tapi sebisa mungkin mereka bersikap biasa saja.

"Gue udah selesai. Gue pergi duluan," Dika segera pergi setelah menghabiskan sarapannya.

!!!!

Seperti biasa, ketika Dika sudah turun dari motornya. Semua orang langsung berkumpul dan memuji ketampanannya. Dika bersikap biasa saja saat banyak siswi yang berkumpul dan memujinya. Baginya ini sudah biasa. Dika berjalan, melewati para siswi yang berkumpul itu dengan gaya yang sangat keren dan cool. Dia sempat lupa bahwa...

"Selamat pagi, Dika."

Ada satu sosok cewek menyebalkan yang selalu menghalangi jalannya dan membuatnya tidak terlihat keren dan cool lagi.

Kembar tapi Berbeda (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang