-Enam Belas-

436 26 4
                                    


Aku sengaja post ulang lagi biar banyak yang baca dan mungkin pada baca ulang lagi😁 jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberi vote dan komen ya!

Spam komen di sini ya!!

Terima kasih sudah bersedia membaca dan mampir ke lapak ini. Cerita ini ada untuk di baca bukan untuk di plagiat! Ingat plagiat itu sangatlah tidak berkelas😉

Have fun dan selamat membaca🥰
*
L
O
V
E
*

Dika sudah sampai ke dalam rumahnya dan seperti dugaannya, kedua orang tuanya sudah tidak ada. Sepertinya, mereka sudah kembali ke kantor. Untuk apa datang ke sini jika hanya sebentar. Dika sempat heran, karena dia tidak melihat keberadaa Diki di rumah ini. Tapi, Dika tidak peduli.

"Kenapa datang kalau cuman sebentar? Mendingan gak usah pulang aja sekalian."

Dika berjalan ke arah kamarnya. Untungnya, sebelum pulang, dia sempat mampir ke restoran untuk makan. Jadi, dia tidak perlu makan di rumah. Lagian masakan pembantu lain tidak seenak masakan Bi Ijah.

Baru saja Dika menaiki tangga, suara pintu terbuka menghentikan langkahnya. Dika menoleh ke bawah dan ternyata Diki memasuki rumah. Sepertinya dia baru pulang. Karena, tidak mau memikirkan kembaran yang tidak di inginkannya itu. Dika memilih untuk melanjutkan kembali langkahnya ke dalam kamar.

Dika langsung melempar tasnya ke sembarang arah dan menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri, serta ganti baju. Badannya sudah sangat lengket, karena di penuhi oleh keringat. Tapi, dia tidak bau.

Diki masuk ke dalam rumahnya dengan perasaan sangat senang dan bahagia. Entah kenapa, tapi setelah mengunjungi pasantren ayahnya Rama. Diki menjadi tenang, senang dan semangat. Semua keraguannya hilang dan di ganti dengan kenyamanan.

Diki segera naik ke kamarnya. Untungnya tadi dia sempat makan di pasantren, jadi sekarang dia tidak lapar. Diki sempat lupa dengan Dika. Dia sempat mendengar kalau Dika tanding basket melawan SMA Laksana. Diki memutuskan untuk pergi ke kamar Dika.

Dengan perasaan agak ragu, Diki mengetok-ngetok pintu kamar Dika. Berharap Dika membukakannya. Namun, setelah empat kali ketukan, Dika tak kunjung membukakan pintunya. Membuat Diki menjadi sedikit khawatir.

"Ka, lo di dalem, kan? Buka pintunya dong!"

Tak lama setelah itu, pintu kamar Dika terbuka dan menampilkan Dika dengan handuk di lehernya. Sepertinya, dia habis mandi. "Apaan sih lo? Gue lagi mandi juga, ganggu aja."

"Gue kira lo kenapa-napa, tapi syukurlah lo gak kenapa-napa."

"Lo doain gue kenapa-napa?"

"Gak gitu juga. Lo udah makan belum?"

"Udah,"

"Oh, yaudah kalau gitu. Lo masuk lagi aja, gue juga mau ke kamar."

"Yaudah,"

Diki segera pergi dari hadapan Dika dan Dika kembali masuk ke dalam kamarnya setelah Diki pergi. "Tumben. Aneh banget tuh orang,"

Dika duduk di bangku meja belajarnya dan menatap semua tumpukan buku yang ada di hadapannya. Di satu sisi, dia ingin belajar, tapi di sisi lain dia sudah muak dengan yang namanya belajar. Dika itu tidak pandai dalam akademik, melainkan dalam hal olahraga seperti basket. Jadi, mau di paksakan seberat apa pun, Dika tetap saja tidak pernah mengerti.

Perkataan-perkataan Bryan selalu terngiang-ngiang di otaknya. Maka, dari itu Dika memutuskan untuk mengambil salah satu buku pelajaran yang ada di sana dan membacanya. Dia sangat ingin sekali membanggakan Bryan, tapi Bryan tidak pernah bangga terhadap prestasi yang di capainya. Kali ini Dika harus berjuang untuk membanggakan Bryan.

Kembar tapi Berbeda (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang