suara kicauan burung terdengar memasuki rungu sang gadis yang masih tertidur dengan nyenyak. alarm sudah bergetar setengah jam yang lalu, namun tidak direspon oleh sang puan.
lalu seorang laki-laki mengetuk pintunya beberapa kali dan sesekali berseru "dek bangun, ayo sarapan"
karena tak kunjung dibalas oleh sang penunggu kamar tersebut, akhirnya laki-laki tadi menerobos masuk ke dalam dan duduk disisi ranjang sambil mengguncang bahu adiknya.
"bangun, udah jam berapa ini"
"pasti begadang tadi malam kan? nonton drakor kan?" tanya sang kakak.
sang kakak tahu betul kegiatan sad night sang adik, menghabiskan waktunya dengan menonton drakor hingga bergadang, namun sholat subuh tetap ditunaikan.
sekali dua kali tidak juga dijawab oleh adiknya, tiga kali empat sama dengan dua belas taqi berinisiatif menggelitik tubuh sang adik.
"yakin gak mau bangun?" dengan nada menggoda.
lalu taqi memulai menggelitiki telapak kaki adiknya yang tersingkap oleh selimut tebal yang menutupi sekujur tubuhnya.
terlihat adiknya menggeliat geli, apalagi diposisinya yang terbungkus selimut, seperti ulat bulu.
"akh, kak geli"
"bangun, cuci muka biar gak ngantuk lagi. ini udah jam 9, sayang"
"hemm, apa?" larissa pura-pura tidak mendengar.
lalu taqi mendekatkan dirinya disamping rungu sang adik sembari berteriak.
"man rabbuka"
lalu larissa terperanjat seketika, siapa yang tidak kaget jika tiba-tiba ada yang bertanya seperti itu disaat nyawa masih belum terkumpul penuh.
"ya Allah, ini nyata kan? kirain udah di alam barzah beneran" melihat sekeliling kamarnya sembari mengelus dadanya pelan.
lalu memukul lengan sang kakak dengan cukup keras.
taqi tidak merasakan kesakitan, karena menurutnya pukulan larissa seperti gigitan semut, tidak sakit-sakit banget.
"abis ini langsung ke bawah, sarapan. beres-beres rumah, ini hari minggu kalau kamu lupa" ucap sang kakak dan meninggalkan adiknya yang masih duduk bersandar pada sisi ranjang.
setelah dirasa nyawanya sudah terkumpul penuh, larissa beranjak dari ranjangnya menuju ke kamar mandi setelah selesai langsung menuruni anak tangga hendak sarapan.
"eh tuan putri udah bangun" ucap mama. yang disapa hanya bisa cengir.
"itu sarapan tuan putri ada di meja makan ya " kali ini papanya ikutan.
"tuan putri lah konon, kalau tinggal dizaman kerajaan udah dipenggal si larissa karena telat bangun" ucap taqi sambil terkekeh.
"apasih, gak usah ngejek, kita gak kenal" jawab larissa ketus.
"oh oke tuan putri, kita gak kenal, oke" ucap taqi dengan bernada.
daripada terus berdebat dengan keluarganya, larissa melanjutkan sarapannya yang sempat tertunda tadi.
setelah selesai sarapan ia langsung mencuci peralatan makannya dan setelah kering dimasukkan ke dalam lemari rak.
kakinya mengijak lantai berbahan marmer, terasa dikakinya bahwa lantainya seperti sudah dibersihkan, menggunakan vacum cleaner.
"lantainya udah kakak bersihkan, giliran kamu tinggal pel ya tuan putri"
"iyadeh, giliran aku jadi upik abu" jawab larissa memelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adolescent
Teen Fictionkata orang, umur belasan adalah umur yang dimana kita bisa merasakan kebebasan yang nantinya akan tergantikan oleh kesibukan di umur puluhan. tapi rasanya tidak semua remaja menikmati usia belasan mereka dengan baik. justru mereka berusaha untuk te...