vivere militare est
🌻≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈🌻setelah melaksanakan sholat subuh tadi larissa merasakan sakit di bagian perutnya. dan untuk meminimalisirkan rasa sakit tersebut, ia memilih tidur untuk mengalihkan rasa sakitnya.
cahaya matahari memasuki ruangan yang bernuansa cream tersebut.
kemudian alarm berdering kembali tepat jam 6.00 wib pagi, setelah sebelumnya berdering di jam 5.10 wib.
larissa terbangun dari tidurnya dan ia masih memegangi perutnya yang masih terasa sakit. kemudian mencari bungkusan berwarna pink di laci, lalu beranjak perlahan menuju ke kamar mandi.
"tuhkan bener, pantesan sakit" ujarnya setelah keluar dari kamar mandi.
setelah selesai berpakaian ia menuruni anak tangga perlahan-lahan, dan otaknya sibuk memikirkan sesuatu.
"ma, ada lihat obat aku gak?" tanyanya.
"obat apa? adek sakit?" tanya mama khawatir.
"enggak ma, lagi datang bulan aja" elaknya.
"bentar ya, mama cari di laci, kamu sarapan dulu" ujar mama mengelus pelan kepala larissa.
"sakit banget ya dek?" tanya taqi yang sudah sarapan duluan.
"enggakkk, gak sakit kok. cuma kayak di gigit semut doang" jawab larissa mengubah nada bicaranya.
"jalan lemes gitu gak sakit katanya, pasti lemes karena gak disuruh sarapan sama joshua" ledek taqi.
"apasih kak, udah diem deh, makan tuh sarapan lo, kalau gak melayang nih sendok yang gue pegang, lagi gak mau berdebat" ucapnya kesal.
"tuh kan, kakak kena semprot adek" ujar papa.
"ngeri euy, udah lo gue bahasanya" nada bicara taqi memelan.
"dek, ini obatnya"
setelah sarapan, larissa langsung menelan obat pereda nyeri haid tersebut, jika tidak ada obat tersebut larissa hanya bisa terbaring di kasur sambil berguling kesana dan kesini sambil meremat perutnya dengan kuat, ia sangat benci rasa sakit ini.
"nanti jangan makan yang aneh-aneh, tambah sakit perutnya" ujar taqi ketika mereka sudah berada didalam mobil.
"kalau gak bisa ditahan lagi bilang ke gurunya izin pulang, jangan ke uks"
larissa hanya bisa berdeham.
"kak, tukeran perut ayok" rengeknya manja pada kakaknya.
taqi melihat wajah mungil tersebut sedang menahan rasa sakit, rasanya tak tega, jika bisa pasti ia akan memilih menggantikan rasa sakit yang dirasakan adiknya.
lalu tangannya terulur untuk mendekapkan tubuh larissa ke dalam pelukannya, sebagai penyalur rasa hangat pelukan untuk meminimalisir rasa sakit yang diderita larissa.
setelah turun dari mobil, taqi mengantarkan adiknya sampai ke kelas.
"makasih kak, sampai sini aja" ujar larissa ketika mereka berada didepan pintu kelas.
"nanti kalau ada apa-apa panggil kakak ya" balasnya menundukkan wajahnya sekedar melihat wajah sang adik yang pucat pasi.
larissa memilih untuk duduk di bangkunya dengan posisi merebahkan kepalanya ditangannya yang bersedekap diatas meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adolescent
Teen Fictionkata orang, umur belasan adalah umur yang dimana kita bisa merasakan kebebasan yang nantinya akan tergantikan oleh kesibukan di umur puluhan. tapi rasanya tidak semua remaja menikmati usia belasan mereka dengan baik. justru mereka berusaha untuk te...