Two

1.7K 51 0
                                    

Ini sudah seminggu dari hilangnya Zae dan belum ada tanda-tanda dari mereka bisa menemukan anak itu. Zoe sesungguhnya bangga dengan kemampuan IT sang adik yang terlampau hebat. Tapi, kalau sudah begini ia kadang berharap Tuhan mengambil semua kemampuan itu agar tidak semakin menyusahkannya.

Zoe bersandar pada kursi. Sudah beberapa hari ini ia sulit tidur. Matanya terus menatap layar komputer tak henti. Pencarian ini dibantu oleh tim agen rahasianya bahkan Greg juga ikut mencari. Sudah pasti orang gila itu tidak mau singa betina yang susah payah ia taklukan, lari begitu saja.

"Apakah kalian menemukan sesuatu?" tanya Zoe lewat sambungan suara.

"Nihil, Zo. Kita tidak ada yang bisa menandingi kemampuan IT anak itu," jawab Victor.

Zoe menggeram pelan. Dasar kembaran sialan.

"Sepertinya Zae benar-benar memutus semua yang berhubungan dengan dirinya dan temannya itu. Ia sudah bisa memperkirakan kita semua akan melacaknya," terang Jay. "Tenanglah, Zo. Cepat atau lambat kita pasti bisa menemukan anak itu."

"Hah, bagaimana aku bisa tenang? Greg Ford sialan itu pasti dengan senang hati akan memberiku tumpukan tugas yang menggila kalau anak itu tidak segera ditemukan."

"Kau membicarakanku dengan sangat mudah, Zoe. Aku sepertinya harus mengajarimu tata krama lebih lagi," sahut sebuah suara yang terdengar dongkol.

Dada Zoe berdegup kencang. Sial, dia lupa kalau Greg ada di sini. Ah, bunuh saja dia sekarang juga.

"Hei! Ada sebuah tanda merah berkedip!" pekik Paul. Segera saja semua orang itu menatap ke layar. Benar saja, ada satu tanda merah berkedip tertanda salah satu ponsel mereka aktif.

"Apakah itu Zae?"

Saat itu, ponsel Zoe berdering dan terlihatlah nama Anna di sana.

"Bukan Zae, tapi Anna," gumamnya. Buru-buru ia mengangkat telepon itu dengan perasaan harap-harap cemas. Semoga saja Anna menyampaikan kabar baik.

"Halo, Ann?" sapa Zoe.

"Apa kabarmu, Zo?" tanya Anna dari seberang.

"Aku baik." Zoe mengigit bibirnya dengan cemas. "Kau baik-baik saja, Ann?"

"Aku juga baik-baik saja di sini, Zo. Ternyata Eropa itu menyenangkan, ya. Aku jadi iri kau dan Zae bisa berlibur ke sini kapanpun kalian mau." Gadis itu tertawa pelan.

"Kau di Eropa?" tanya Zoe dengan nada tak percaya.

"Ya, hari ini kami berada di Berlin," ujar Anna. "Kami pasti sangat merepotkan kalian, ya?"

"Ya, kalian sungguh merepotkan."

"Maafkan kami."

Zoe tak menjawabnya. "Ann... apakah Zae baik-baik saja?"

"Ya, dia baik-baik saja. Kau tidak perlu khawatir lagi, Zoe," balas Anna berusaha menenangkannya.

Mungkin hanya Anna yang diam-diam bisa mengetahui perasaan asli Zoe sekarang. Tentu saja anak itu khawatir bukan main ketika kembarannya hilang.

"Kenapa dia melakukan ini?"

Anna tak langsung menjawab. Gadis itu menimang-nimang apakah dia bisa menjawab pertanyaan ini atau tidak. Mulutnya terbuka tatkala ia mulai memberi satu jawaban. "Karena dia... belum ingin melepaskan kebebasan ini, Zo."

Kini gantian Zoe yang terdiam. Dia tahu itu menjadi alasan yang kemungkinan terjadi. Zae tidak akan pernah rela kehidupan normal ini diganti dengan kehidupan berbahaya itu. Zae masih ingin mempertahankan apa yang bukan miliknya.

Agent's LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang