Tempat itu begitu berisik dengan suara ketikan keyboard. Mereka semua berusaha keras untuk mencari ciri panti asuhan yang sudah Zae perkirakan. Meski hari sudah hampir gelap, para agen itu belum ada tanda-tanda ingin pulang.
"Hei, aku melihat sebuah kejanggalan!" seru Zae. Buru-buru orang-orang itu mengerubungi Zae dan menatap layar komputernya.
"Kejanggalan apa yang kau lihat, Zae?" tanya Jay.
"Lihat baik-baik," perintahnya. Gadis itu menunjuk salah satu data anak adopsi sebuah panti. "Kalau kalian perhatikan, mereka punya algoritma yang mencurigakan. Setidaknya ada dua sampai tiga anak yang diadopsi. Bukankah itu sedikit aneh?"
"Kemungkinannya hanya dua, anak-anak itu benar diadopsi atau mereka diambil untuk diperdagangkan. Tapi, sepertinya sedikit mustahil jika tiap bulan ada anak yang diadopsi," gumam Victor.
"Betul. Seringnya dalam beberapa bulan sekali ada satu anak yang diadopsi. Hal itu juga tidak tentu."
"Jadi, kita harus segera memeriksa panti ini," ujar Jay. "Aku akan segera menyiapkan prosedurnya. Kita mulai besok saja. Hari ini sudah terlalu malam, lebih baik kita beristirahat."
Zoe segera mengepak barang-barangnya. Hari ini cukup melelahkan dan yang ia inginkan sekarang adalah berpacaran dengan kasurnya. Ah, ia lupa soal tesisnya itu. Sudah hampir selesai sebenarnya. Tapi karena kesibukan Zoe, ia belum sempat bertemu dengan profesornya.
"Zo, Johan bilang dia tidak sempat menjemputmu karena ada urusan penting. Kau pulang denganku saja," ajak Zae sembari mengambil tas miliknya.
Zeo mengangguk. Setelah berpamitan, mereka berdua segera meninggalkan ruko itu dan menghampiri Jonah yang sudah menunggu.
Keesokan harinya, para agen itu segera melakukan operasi penangkapan.
"Zae, kau yakin ini tempatnya?" tanya Luke berusaha memastikan.
"Hah, kalian ini sepertinya susah sekali, ya, mempercayaiku? Sudah lakukan saja tugas kalian," ujar Zae dongkol.
Luke dan Jay masuk ke tempat panti asuhan itu. Terlihat seorang wanita paruh baya sedang mengawasi anak-anak yang berlarian sembari menggendong seorang bayi mungil.
"Anak-anak, jangan berlari terlalu kencang. Nanti kalian bisa jatuh," tegurnya.
"Baik, Bu."
Luke menghampiri wanita tersebut. "Maaf, apa Anda benar Nyonya Margareth Collins?"
Margareth menolehkan kepalanya. Ia cukup terkejut dengan kehadiran dua pria tinggi nan tampan di hadapannya. "Ya, saya sendiri. Ada apa, ya?"
"Saya Danzel Smith dan ini rekan saya, Luke Ferdinand. Kami dari pihak kepolisian." Jay menunjukan tanda pengenalnya –tidak asli tentu saja, "Ada beberapa hal yang ingin kami bicarakan. Apa Anda ada waktu sebentar?"
"Saya bersedia jika Anda menunjukan surat perintahnya," jawab Margareth defensif. Ia tidak mau sembarang orang main memeriksanya. Bukankah sedang marak seperti itu?
Luke memberikan surat itu kepada Margareth. Dengan satu tangannya yang bebas, ia membaca surat itu dengan cermat.
"Bagaimana? Apakah Anda mempercayai kami?"
Margareth menghela napasnya. "Kita bicara di ruangan saya," ajak wanita itu. Mereka bertiga masuk ke ruangan kecil Margareth dan duduk di sofa. "Anda ingin bertanya soal apa?"
"Anda mungkin tahu akhir-akhir ini sedang marak perdagangan manusia terutama di kalangan anak-anak. Kami mencurigai orang-orang tersebut mengambil anak yang akan mereka jual dari panti asuhan. Berdasarkan data yang kami dengar, di panti asuhan Anda paling tidak ada dua sampai tiga anak yang diadopsi tiap bulannya. Bukankah ini agak sedikit ganjil?" jelas Luke.
KAMU SEDANG MEMBACA
Agent's Love
General FictionTHE LOVE SERIES #3 17+ Jika ada yang bertanya orang yang mendekati sempurna di dunia ini, maka Zoe Elanor Ambroise adalah jawabannya. Paras cantik, terlahir di keluarga konglomerat, dan otaknya yang cerdas saja sudah bisa membuat Zoe dikatakan berun...