Suara pintu diketuk dan seseorang wanita berpakaian seksi masuk ke ruangan bos besarnya.
"Sir, sepertinya para polisi sudah bergerak," lapornya pada pria yang penuh dengan tato.
Pria itu terdiam. Ia menatap asistennya datar dan menyesap segelas tequila di tangannya. "Biarkan saja."
Wanita itu membelalak sedikit kaget. "M-maksud Anda, Sir?"
"Polisi bodoh itu bahkan bisa tertipu dengan trik murahan kita. Aku sudah memastikan, mereka bukan orang hebat seperti yang waktu itu."
Si Asisten berusaha memahami percakapan bos besarnya. Apa bosnya yang satu ini sudah siap untuk ditangkap? Namun, bagaimanapun juga dia tetap harus percaya, kan?
"Apa kita akan mengawasi mereka juga, Sir?" tanya si Asisten lagi.
Pria itu lagi-lagi menyeringai keji. "Tidak perlu, aku punya rencana yang paling brilian," ucap si Pria. samar-samar tato bergambar ular itu terlihat di balik kemejanya. "Kita akan memberi mereka sedikit pelajaran."
...
"Tempatnya benar-benar di sini?" tanya Victor.
"Ya, Pak Tua itu meski menyebalkan tapi dia tetap agen yang terbaik. Itulah mengapa dia masih bisa memimpin kita semua," jelas Paul sedikit mengejek.
Sejak Zae lebih fokus pada pencarian Winter, Greg memutuskan untuk banyak membantu mereka. Bukan tanpa alasan para petinggi masih mempertahankan Greg. Kemampuan pria itu memang hebat dan sangat membantu. Ia menjadi alasan mereka bisa bekerja secepat ini.
"Maafkan aku yang tidak banyak membantu," ujar Zae lirih.
"Hei, sudahlah. Kita ini satu tim dan sudah selayaknya tim itu saling membantu, Zae. Jangan merasa bersalah," ucap Jay yang sedang mengawasi bersama Zoe.
"Ya, kemampuanmu itu masih yang terbaik. Greg yang menemukan lokasinya dan kau yang memastikannya. Lagipula, kedatangan kita di sini tidak hanya untuk menangkap mereka, kan?" tutur Paul.
Itu benar. Ada kemungkinan bahwa para bandar itu menculik Winter. Meski belum diketahui apa motifnya, bisa saja para bandar itu mencoba menelusuri siapa saja agen yang terlibat untuk menangkap mereka. Sekali lagi, ini hanya dugaan. Belum tentu benar.
"Kalian semua bersiaplah. Waktu itu mereka berani meledakan diri. Kita tidak pernah tahu apa saja yang akan mereka lakukan kali ini," tegas Luke. Ia dan anak buahnya juga sudah bersiap di tempat.
Mereka semua serempak mengangguk. Zoe mengamati tempat itu bersama Jay. Belum ada tanda-tanda mencurigakan dari markas tersebut. Namun, di penangkapan kali ini, mereka telah mengepung dari segala arah.
"Jay," bisik Zoe pada pria itu. Ia menunjuk pada seseorang yang mendekati markas. Serempak Zoe dan Jay mengikuti pria yang sedang berjalan.
"Mau ke mana?" tanya Jay sambil mengacungkan senjatanya. Pria yang baru saja lewat itu terkejut dan menjatuhkan snack di tangannya.
"Ikut kami," perintah Zoe. ia dan Jay menggiring pria itu untuk pergi ke tempat persembunyian mereka. Zoe menatap pria di hadapannya dengan tatapan tajam. Jay memberikan dompet pria itu pada Zoe dan Zoe mulai mengecek tanda pengenal pria itu.
"Emanuel Dickson?"
"Ck, jangan panggil aku dengan nama belakang itu, Polisi Sialan," decaknya kesal.
Zoe tersenyum simpul. Dapat dipastikan orang ini sering mendapat ejekan karena nama belakangnya. "Bekerjasamalah dengan kami. Kau bagian dari pengedaran narkoba itu, kan?"
Pria bernama Emanuel itu terkejut. "Bagaimana kau–"
"Jelas-jelas kau melewati tempat ini yang adalah markas besar kalian," cibir Jay. "Jangan coba-coba menipu kami, itu hanya akan menyusahkanmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Agent's Love
General FictionTHE LOVE SERIES #3 17+ Jika ada yang bertanya orang yang mendekati sempurna di dunia ini, maka Zoe Elanor Ambroise adalah jawabannya. Paras cantik, terlahir di keluarga konglomerat, dan otaknya yang cerdas saja sudah bisa membuat Zoe dikatakan berun...