Thirty-Six

284 13 0
                                    

Mobil hitam itu terparkir asal di sebuah rumah sakit besar. Ketika mendengar soal putrinya, Troyes dan Cantrelle langsung membatalkan segala urusan mereka. Kakinya benar-benar lemas saat tahu apa yang terjadi.

"ZOE!" Troyes dan Cantrelle menghampiri anak itu dan memeluknya erat. Sang ibu mulai menangis memeluk putri sulungnya.

"Mom lega kau baik-baik saja, Zozo," ucapnya lirih.

Zoe mengangguk lemah. Ia sudah diobati oleh dokter yang ada di sana. Tidak ada luka yang serius, Zoe mungkin butuh waktu untuk istirahat sejenak. Matanya memandangi ruangan tempat sang adik di rawat. Zoe bisa melihat beberapa dokter yang berusaha menangani Zae.

"Z-zae... Mom...."

Troyes mengepalkan tangannya erat. Tanpa berpikir panjang, pria itu melangkah menuju pintu tempat Zae. Ia nyaris membuka pintu itu sebelum tangan River menahannya. Pria itu menarik Troyes dan menghantam tubuhnya ke dinding.

"Aku tahu kau marah. Aku tahu kau emosi saat Zae hampir mati. Tapi, tindakan bodohmu itu tidak akan menghasilkan apa-apa. Duduk dan tenangkan dirimu! Anakmu pasti akan baik-baik saja, Troyes. Zae bukan orang yang lemah," ujar River berusaha menenangkannya.

Air mata menitik dari manik hazel itu. Zae... anak perempuannya yang ia sayangi. Troyes tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika anak itu pergi. Dia tidak bohong jika ia bilang rela menukar apapun demi keluarganya. Troyes... mau kehilangan segalanya demi anak itu.

"Troyes." Kakaknya, Hugo, menghampiri pria itu. "Kita kekurangan stok darah dan butuh donor darah secepatnya. Apa ada yang memiliki golongan darah A+?"

"Aku." Serempak Zoe, Troyes, River, Luke dan Victor menghampiri Hugo.

"Zoe, aku tahu kau sangat khawatir dengan adikmu. Tapi, aku tidak mengizinkanmu untuk mendonorkan darahmu."

"Kenapa Uncle? Aku baik–"

"Zoe," panggil Cantrelle. "Kau belum pulih sepenuhnya, Nak. Kemarilah dan beristirahatlah sebentar saja."

"T-tapi, Mom, aku tidak–"

"Zoe." Suara parau Troyes memotongnya. "Zae akan marah besar jika tahu kau mendonorkan darahmu dalam kondisi seperti itu. Kau tidak mau dia sedih, kan? Bukankah kau sangat menyayanginya? Jadi... aku mohon, Zo... tetaplah menunggu di sini."

Zoe menyerah. Gadis itu kembali duduk di sebelah Jay dan membiarkan keempat orang lain mendonorkan darahnya.

"Empat orang cukup?" tanya Victor.

"Ya, itu sudah cukup."

"Ambil darahku sebanyak-banyaknya," kata Troyes sebelum mereka pergi dari sana.

Zoe kembali menunduk. Batinnya teramat sakit saat mengetahui ia gagal melindungi kembarannya. Kenapa... kenapa harus Zoe yang selalu dilindungi? Apa dia sekalipun tak pernah bisa melindungi kembarannya?

Padahal dia sudah sedemikian kuat. Dia sudah melepaskan segalanya termasuk hubungannya dengan Zae, demi menjadi seperti sekarang. Apa... apa lagi yang kurang untuknya melindungi anak itu?

Memahami kegelisahan di hati Zoe, membuat Jay mendekapnya erat. "Ini semua bukan salahmu, Zo. Jangan menyalahkan dirimu sendiri. Kau tidak pernah bisa mengendalikan apa yang ada di luarmu."

Zoe menangis semakin kencang. Sungguh, yang ia inginkan sekarang hanyalah Zae kembali padanya. Zoe ingin mengulang semua kenangan masa kecil mereka. Ia ingin tetap bersama Zae, tertawa bersama Zae, dan menyayangi Zae sebagaimana seharusnya.

"Zoe." Cantrelle memegang tangannya lembut. Jangan menyalahkan dirimu sendiri, Sayang. Zae akan sangat sedih jika kau terus menyalahkan dirimu sendiri."

Agent's LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang