Wanita berumur lima puluh-an itu menggedor pintu kamar anak lelakinya. "Jacob! Kau bilang ingin mengunjungi saudarimu. Cepat bersiap dan sarapan."
Di dalam, pria itu menggeliat malas. Ia kemudian mematikan alarm yang telah ia snooze puluhan kali. Pria itu keluar dari kamarnya dengan keadaan berantakan. Ia menghampiri sang ayah yang duduk menyesap kopinya dan ibunya yang sedang membuat sarapan.
Penthouse yang menjadi tempat tinggalnya selama dua puluh delapan tahun itu kian sepi. Sejak adiknya tinggal di Manhattan, kini hanya tersisa dirinya, Zoe, dan Jay. Kalau Jacob ikut minggat dari rumah, itu akan semakin sepi. Makanya sang ibu merengek untuknya tinggal di sini sampai dia yang pergi.
"Jacob Athanasius Shaw, kalau terus seperti ini kau tidak akan pernah dapat jodoh," ucap sang ayah.
Jacob memutar matanya malas. Selalu saja itu yang dibahas. Jacob memang belum ada niatan untuk menikah. Pria dua puluh delapan tahun itu ingin menghabiskan masa mudanya dengan bekerja sebagai undercover.
Katanya sang ibu pernah mendapat tawaran untuk bekerja sebagai undercover, tapi dia menolaknya. Cih, dasar sombong.
"Jay, sudahlah. Jacob punya hak untuk menentukan kapan ia akan membangun rumah tangga. Kalau masalah cucu, kita sudah punya, kan?" Zoe mengecup pipi suaminya mesra.
"Ya, kalian jangan menerorku soal cucu. Aku masih ingin bersantai selagi muda tanpa memikirkan perempuan," ucap Jacob sambil memakan roti selai di tangannya.
Jay hanya bisa menghela napasnya pasrah. Berkali-kali ia menasihati anaknya soal ini, dia pasti selau mengelaknya. Mungkin Jay harus bersiap jika garis keturunan Shaw berhenti padanya.
"Aku akan pergi selama beberapa lama. Kalian jangan merindukanku." Jacob mengecup pipi sang ibu dan kembali ke kamarnya.
"Jacob! Kau akan pergi ke mana, Sayang?" teriak Zoe dari ruang makannya.
"Jauh dan sangat lama. Dad dan Mom tak perlu repot mencariku," balasnya berteriak. Hari ini, dia punya misi yang sangat penting. Pria itu segera bersiap untuk melakukan misinya.
...
"Grim Reapers adalah kelompok mafia paling terkenal di Milan sana. Setidaknya mereka telah bediri di tiga generasi. Saat ini, ada dua belas petingginya dan salah satu dari mereka adalah pemimpin kelompok ini," jelas Lucas.
Jacob mengangguk mendengar penjelasan itu. "Ada informasi mengenai kejahatan mereka?"
"Ada," balas Patrick. "Setidaknya ada lebih dari dua puluh orang yang pernah menjadi korban mereka. Mereka juga terlibat dalam perdagangan manusia, peredaran narkoba, dan berbagai bisnis gelap lainnya."
"Stefanus Romanov, dia adalah bos besar yang akan kita incar. Menangkapnya sudah pasti tidak akan mudah, mungkin butuh waktu lebih lama dari ibu dan ayah kita untuk menumpas satu kejahatan ini," terang Valent.
Jacob menghela napasnya. Perburuan kali ini tidak akan mudah dan tidak pernah mudah. Ia tahu sekali resiko yang harus ia emban dalam menjalankan tugas kali ini. Tapi, Jacob menyukainya. Setidaknya ia bisa memberi pelajaran pada keparat-keparat itu agar mereka kapok.
"Baiklah, kita bersiap sebelum besok pagi berangkat ke Milan. Persiapkan segala keperluan kalian termasuk surat wasiat. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi," perintah Lucas.
Malam harinya Jacob pergi sendirian ke nightclub. Entah mengapa, ini sudah menjadi kebiasaan keturunan Ambroise saat sedang stres. Mereka akan melarikan diri dengan menegak alkohol banyak-banyak.
Jacob sebenarnya tidak begitu menyukai alkohol. Alasan kuat kenapa ia berani melakukan ini karena beberapa bulan yang lalu ia baru saja kehilangan sosok yang berharga baginya. Sosok itu adalah satu-satunya orang yang selalu ada di sisi Jacob kapan pun ia perlu. Sekarang... dia sudah tiada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Agent's Love
General FictionTHE LOVE SERIES #3 17+ Jika ada yang bertanya orang yang mendekati sempurna di dunia ini, maka Zoe Elanor Ambroise adalah jawabannya. Paras cantik, terlahir di keluarga konglomerat, dan otaknya yang cerdas saja sudah bisa membuat Zoe dikatakan berun...