Fifteen

283 15 0
                                    

Zae menatap dua orang kembar itu dengan tatapan berbinar yang aneh. "Kalian pasti sudah mengenalku, kan?"

Kedua orang itu tak menjawab. Masing-masing mereka berusaha mengalihkan pandangannya ke samping, tak ingin melihat wajah Zae.

Sebagai anak bungsu yang selalu dituruti keinginannya, gadis itu tidak mudah menyerah. Tangannya menjepit dagu kedua pria itu agar mereka menatapnya.

"Kalian pasti mengenal aku, kan? Aku sudah susah payah membongkar penyamaranku agar kita bisa mengobrol lebih mudah," lanjutnya lagi.

Zoe hanya bisa memutar mata kesal. Ia benar-benar tak habis pikir dengan tingkah manusia satu itu. Bisa-bisanya dia berani membuka penyamaran di saat seperti ini. Beruntung kantor itu hanya berisi mereka berlima. Jika kantor itu ramai, sudah pasti karir Zoe tamat saat itu juga.

"Cih, kalian sama sekali tidak seru." Zae mengerucutkan bibirnya kesal. "Kau sama menyebalkannya seperti kembaranku."

Jika Zoe tak ingat dia sedang menyamar, mungkin saja ia sudah menghajar anak itu sekarang juga. Zoe tahu, Zae sengaja melakukannya karena ini adalah satu-satunya kesempatan.

"Untuk apa kami membuka mulut di hadapan kalian?" tanya salah satunya.

"Oh, kalian bisa bicara rupanya." Zae lagi-lagi tersenyum lebar kepada mereka. "Jadi, kalian adalah otak dari jaringan iblis ini? Meski di bawah kemampuanku, tapi harus ku akui kalian hebat."

"Tak usah banyak basa-basi, Ambroise. Kalau ingin membunuh kami, lakukan sekarang juga," geram yang lain.

"Oho, kau ternyata berani, ya, Noah?" Orang yang bernama Noah terkejut ketika namanya dipanggil oleh gadis itu. Bagaimana dia....

"Bagaimana aku bisa mengenali kalian? Tentu saja aku tahu. Meski Noah dan Ned kembar, kalian tetap memiliki perbedaan. Noah memiliki tahi lalat di bawah dagunya. Aku langsung menyadarinya saat bertemu kalian," jelas Zae panjang lebar.

Entah berapa kali Zoe harus bilang bahwa adiknya itu memang memiliki otak yang cemerlang. Meski Zoe sebentar lagi akan meraih gelar PhD, ia tetap tidak bisa menandingi kecepatan berpikir Zae. Anak itu memang spesial. Sayang suka bertingkah aneh.

"Zae, bagaimana kau bisa mengenal mereka?" tanya Jay.

Zae menoleh pada Jay dan menjawab, "Kau ingat ketika aku sedang berusaha meretas data pedagang manusia itu? Ternyata keparat yang aku lawan waktu itu adalah mereka. Aku bahkan baru menyadarinya saat kita mengungkap soal Basilisk."

"Bagaimana kau bisa tahu itu mereka?" Kini gantian Paul yang bertanya.

"Mudah saja. Saat kita mencari tahu soal anggota Basilisk, tak sengaja aku melihat dua anak kembar ini. Rasa penasaranku akan merekalah yang membawaku untuk mengenal mereka lebih dalam. Tak ku sangka-sangka, dua orang ini adalah ahli IT yang luar biasa."

Tepat saat itu, pintu ruangan tiba-tiba terbuka. Muncul seorang pria bertubuh tinggi tegap dan berambut cokelat datang menghampiri mereka.

"Nona, apa ini yang Anda butuhkan?" tanya Sean.

Zae mengangguk kencang sekali. "Tepat, Sean! Terima kasih telah mencarinya." Zae mengambil dua buah laptop yang Sean pegang dan ia menatapnya dengan tatapan berbinar.

"Ada apa di tempat itu, Nona? Kenapa Anda bersikeras untuk kami mengambilnya?" tanya Sean lagi.

"Karena, di sini terletak harta karun kita." Zae menepuk dua laptop tersebut. "Kalian harus tahu, laptop yang terlihat jelek ini adalah milik mereka berdua. Kalian tebak saja sendiri apa isinya," ucapnya sembari menatap dua orang yang sudah terlihat pucat.

Agent's LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang