Three

1.2K 30 0
                                    

Perjalanan dari bandara menuju mansion sang kakek sebenarnya tidak terlalu jauh. Tapi, justru itu yang Zae takutkan. Gadis itu benar-benar paling takut dengan sang kakek yang memang tak pernah segan untuk menghukumnya. Sebagai mantan anggota militer, Cornelius memang terlampau tegas.

Zoe dapat melihat gerak-gerik gelisah Zae ketika mobil mereka mulai memasuki halaman mansion kediaman kakeknya.

"Telah tiba saatnya. Aku akan mati di tempat ini," gumam Zae.

"Cih, dasar hiperbola," sindir Zoe.

"Grandad tidak akan pernah membunuhmu. Kau memang sangat menyebalkan, tapi dia tidak sesadis itu," ucap Troyes.

Zae mendadak membeku ketika melihat pria baya yang ada di hadapannya. Pria itu menatapnya tajam dan intens.

"Dad apa kabar?" tanya Cantrelle berusaha mencairkan suasana tegang yang muncul.

Pria itu menatap menantunya lembut. "Aku baik-baik saja, Cantrelle. Tapi, hari ini aku ingin berbicara dengan cucuku yang satu itu," ujarnya sambil menunjuk Zae dengan jarinya.

"Ehm, Grandad ingin bicara soal apa?" tanya Zae dengan raut wajah yang berpura-pura polos.

Cornelius mendengus kasar. "Kau masih tidak menyadari apa kesalahanmu, Zae Ambroise? Kita bicara di ruanganku sekarang."

Oke, saat ini kakeknya benar-benar serius dengannya. "Grandad tidak ingin menyambut kami terlebih dahulu? Kami bahkan baru tiba dari Indonesia. Setidaknya berilah kami minum sebelumnya." Kata-kata Zae sukses membuat Cornelius melotot padanya.

"Kalau kau masih saja membangkang, aku akan mencabut semua fasilitas dan menghapusmu dari garis keturunan Ambroise," ancamnya yang langsung membuat Zae menurut dengan kakeknya itu.

Kelima orang itu segera masuk ke ruang kerja milik Cornelius. Mereka duduk di sofa yang ada di ruangan itu. Cornelius menatap cucunya intens.

"Keberatan menjelaskan apa yang sudah kau lakukan selama dua minggu ini?" tanya pria itu langsung.

Zae tidak langsung menjawab. Ia harus pintar-pintar agar nyawanya tidak melayang secara cuma-cuma. "Aku melakukannya karena bosan, Grandad."

"Bosan katamu? Coba kau sebutkan apa saja kesalahan yang sudah kau lakukan!" perintahnya.

"Eh? Memangnya ini ujian?"

"Sebutkan, Zae Ambroise!"

"Aku kabur ke Eropa diam-diam dengan Anna tanpa izin."

"Bagus, dua kesalahan dalam satu kalimat. Lalu?"

"Aku menyembunyikan keberadaanku dan membuat semua orang kerepotan mencariku."

"Bagus, kau ternyata menyadari kesalahanmu itu." Cornelius mendengus kesal. "Kau mengerti kalau perbuatanmu itu sudah menyusahkan banyak orang?"

"Aku tahu itu, Grandad," jawab Zae lemah. "Tapi, memangnya salah jika aku ingin punya hidup yang normal?" lanjutnya lagi sambil meneteskan air mata.

Mereka semua terdiam. Mereka tahu persis apa yang selalu menjadi keinginan Zae untuk bisa hidup seperti anak pada umumnya. Namun, gadis itu kadang melewati batas. Semua orang ingin punya hidup normal, bahkan Zoe juga ingin memilikinya.

"Tidak perlu mengeluarkan air mata buaya seperti itu. Memangnya aku tidak tahu trikmu?" ketus Cornelius.

Zae berdecih pelan. "Grandad tidak asik. Sepertinya aku harus meningkatkan skill aktingku."

"Aktingmu sampah," cibir Zoe sambil memukul kepala gadis itu. Hah, entah berapa kali mereka tertipu dengan air mata buaya milik Zae Ambroise.

"Grandad akan menghukummu kali ini. Kau harus berjanji akan bekerja dengan benar minggu ini. Grandad tidak ingin mendengar hal-hal buruk lagi tentangmu, paham?"

Agent's LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang