Menyiapkan Hati

2.3K 88 0
                                    

Seminggu lagi Kia dan Ken akan menikah berbagai persiapan telah dipersiapkan jauh jauh hari sebelum kepergian sang kakek Kia hanya perlu menyiapkan  hati untuk menerima kenyataan bahwa sebentar lagi ia akan menjadi istri dari seseorang pilihan sang kakek yang bahkan baru saja ia kenal beberapa minggu yang lalu.

Kia menatap sendu kearah cincin yang melingkar dijari manisnya saat ini, ini tak seperti impiannya bahkan jauh sekali dari impiannya. Ya Kia merencanakan kuliah setelah ini kemudian memiliki pekerjaan lalu memperoleh kesuksesan serta menikah dengan seseorang yang ia cintai.

"Kakek... Kia akan segera memenuhi permintaan kakek... Kia harap kakek bahagia disana"

Atensi Kia berpindah pada tumpukan undangan pernikahan dimeja belajarnya. Ia mengambil selembar undangan yang tertera namanya dan juga nama calon suaminya disana ia lalu tersenyum miris melihat undangan tersebut. Fikirannya kini berpindah kepada presepsi sahabat dan teman temannya disekolah jika mengetahui ia akan menikah. Sudah pasti banyak yang membullynya atau bahkan menganggapnya yang tidak tidak setelah menerima undangan ini. Kia mengambil tumpukan undangan tersebut membuangnya ke dalam tong sampah dan menyisakan dua buah undangan untuk ia bagi kepada dua sahabatnya.

"semoga kalian tidak mengucilkanku setelah menerima undangan ini" ucap Kia lirih.

Kia menyimpan undangan tersebut kedalam tasnya untuk ia bagi esok kepada kedua temannya. Ia lalu mematikan lampu kamar dan menggantinya dengan lampu tidur yang lebih redup. Kia membaringkan tubuh mungilnya diatas ranjang.

"waktunya tidur Ki... kamu pasti bisa melewatinya" ucap Kia pada dirinya sendiri.

Ditariknya selimut bergambar kartun kesayangannya sampai menutupi dada lalu ia mengatur posisi tidurnya dan mulai mencoba memejamkan mata benar saja baru sepersekian menit saja ia sudah terlelap menyelami samudra mimpinya.

Keesokan harinya

Hujan kembali mengguyur ibu kota pagi ini dengan sisa sisa semangatnya Kia melangkahkan kaki menuju kelasnya. Ia memasukkan kedua tangannya dalam saku hodie dan menutup kepalanya dengan topi hodienya sembari berlari kecil menghindari tetesan air yang lumayan besar yang terpercik dari pipa saluran pembuangan air dari lantai atas gedung sekolahnya.

"brrrr dingin sekali " ucap Kia lirih sembari berjalan menuju kelasnya.

Sesampainya dikelas Kia mendapat sorotan tajam dari kedua sahabatnya yang menuntut penjelasan karena ia telah meninggalkan kedua sahabatnya pergi begitu saja kemarin. Kia yang menyadari hal tersebut memutar bola matanya malas dan segera membuka suara sebelum terdengar berondongan pertanyaan dari kedua sahabatnya.

"iya iya gue jelasin tenang aja" ucap Kia membuka suara yang mendapat balasan kekehan dari kedua sahabatnya.

"lo hafal banget Ki... " ucap Nia sembari terkekeh.

"iya lah orang muka kalian udah jelek begitu" cibir Kia.

Kia mengambil sesuatu dari dalam tas gendongnya lalu menyerahkan kepada kedua sahabatnya. satu detik dua detik tiga detik tak ada respon dari mereka hingga mata mereka menyadari dan mata mereka saling berpandangan lalu kemudian memekik tidak percaya. Untung saja suasana diluar sedang hujan deras saat ini jadi tidak begitu terdengar oleh teman lainnya.

"Menikah" seru mereka bersamaan.

Kia memutar bola matanya malas kemudian tangannya terulur membekap mulut kedua sahabatnya agar tak ada kata kata lain yang keluar dari mulut mereka berdua.

"Bisa gak sih jangan teriak teriak" ucap Kia kesal sembari melepas tangannya dari mulut kedua temannya.

Intan dan Nia mengangguk pelan lalu menoleh kearah sekitar memastikan teman teman sekelasnya tidak memperhatikan mereka.

"Ini seriusan Ki?" bisik Nia ditelinga Kia yang membuat sang empunya risih.

"ya elah engga bisik bisik juga kali tapi juga jangan teriak teriak nanti yang lain pada heboh"

"jadi... apa yang terjadi sebenarnya Ki... lo gak hamil duluan kan... ?" ucap Intan menyelidik.

"eh maemunah jangan ngaco deh... gini gini gue masih waras kali... " ucap Kia kesal sembari memukul pelan lengan Intan yang berada disampingnya.

"aw... ish sakit tau..." keluh Intan sembari mengusap usap lengannya.

"ya trus apa alesannya Ki.... ini bukan jaman siti nurbaya loh dan ini juga bukan drama ataupun novel...  sumpah demi apapun jangan bilang kalau lo dijodohin...." ucap Nia mengintimidasi.

"gu... gue dijodohin kakek gue" ucap Kia sembari menunduk.

"Apa? lo seriusan Ki... lo gak lagi ngeprank kita kan?" tanya Nia tak percaya.

"gue seriusan kali... mana pernah gue bohong sama kalian.... "

"oh ya ampun... lalu siapa calonnya? " tanya Intan penasaran.

"Lah lo kan bisa lihat noh diundangan fotonya kayak apa" ucap Kia sembari memutar bola matanya malas.

"Ahh ya lo benar kenapa gue gak kipikiran gitu dari tadi yak" ucap Intan sembari manggug manggut.

Kia melirik kedua sahabatnya yang sedang asik memandangi undangan didepannya tanpa memperhatikan dirinya yang sedari tadi mengajak  keduanya mengobrol.

"Woy.... ngapain sih lama amat liat undangannya... diajakin ngomong malah diem bae" teriak Kia berdecak kesal.

"sorry sorry..." ucap Nia sembari menyengir sementara intan justru memberikan tatapan kesalnya.

"lo kenapa sih gangguin gue liat cogan..." omelan Intan tanpa malu yang menyebut cogan adalah calon suami sahabatnya.

"Aishh... noh lo gak denger bel apa... masukin dulu undangannya tar lo liat lagi sepuasnya kalau udah dirumah" cibir Kia kesal.

Hawa dingin akibat hujan membuat seluruh siswa terlihat bermalasan dan berkali kali menguap ketika pelajaran. Ada yang menyadar ditembok ada yang memangku dagunya dengan tangan, ada yang menggosok gosok matanya namun sedikit sekali yang memperhatikan pelajaran. Setelah dua mata pelajaran usai bel istirahat pertama berbunyi para siswa antusias berlari keluar ruangan berhambur menuju kantin sekolah untuk makan namun ada juga yang hanya tidur dikelas karena cuaca dingin.

Kia merogoh saku roknya mengambil benda pipih yang tadi ia simpan disana. Ia membuka dan mengecek notifikasi ponselnya tak ada pesan sama sekali Kia menarik nafas dalam lalu menghembuskannya tak beraturan ia lupa jika selama seminggu kedepan ia tidak diperbolehkan bertemu dengan Ken ataupun berkomunikasi lewat ponsel. Dan lagi meski diijinkan belum tentu juga Ken akan peduli pada Kia mengingat sifatnya begitu dingin dan cuek.

"ckk ngarep banget sih Ki... " gumamnya sembari menatap datar ponsel miliknya.

"iyalah mana mungkin pria sedingin dia peculi sama gue" batin Kia.

Kia memasukkan kembali ponselnya lalu mulai menyendok bakso yang berada tepat didepannya.

"oiya Ki nanti lo tetep kuliah bareng kita kita kan? " tanya Nia hati hati.

"entahlah aku belum membicarakan itu kepada Kak Ken... " ucap Kia sembari mengunyah bakso.

"semoga saja lo diijinin kuliah yak sama laki lo"

"ya semoga saja..."

Please banget jangan lupa kasih star dan komentar kalian buat karya author ini...

Jodoh Pilihan Kakek (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang