- delapan -

69 6 0
                                    

Jevan bangsat bangsat begitu, orangnya full of love

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jevan bangsat bangsat begitu, orangnya full of love.

- Hendra -

22.00

"Banyak?"

"Mayan."

Jev lantas duduk di sofa, tepat di sebelah Hendra yang tadi menanyainya. Kini anak itu menyuguhkan segelas kopi pada Jev dan beberapa mendoan dingin yang tadi sore ibunya buat.

"Emak bapak lu mana?" tanya Jev sembari menyeruput kopinya.

"Tidur," jawab Hendra singkat.

Sepulang kuliah tadi, Jev tidak langsung pulang, ia mengantar Hendra dulu menuju rumahnya --tentu saja dengan motor Hendra-- lantas setelah itu ia meminjam motor kawannya tersebut beserta akun ojek onlinenya. Benar, Jev banting tulang lagi malam ini. Dan untuk apa ia ke rumah Hendra? Ya balikin motornya lah, pake nanya.

Jev nih tadinya punya motor, Vario hitam kesayangannya yang meskipun second tapi ia beli dari tabungannya sendiri dari masa SMA. Tapi ketika keadaan keluarganya berantakan, ia terpaksa menjual motor itu demi biaya tambahan hidupnya dan juga Dara. Ya, begitu saja kerja kerasnya selama ini hempas.

Bagaimana dengan ayah? Apakah lelaki itu tidak membantu secara finansial atau membelikan Jev motor baru? Ah tentu tidak. Pria itu mana mau peduli soal anak-anaknya. Bahkan, ayah mulai mengirim Jev uang tiap bulan itu ketika dirinya sudah menikahi tante Farah, dan percayalah bahwa, itupun tante Farah yang menyuruhnya, bukan inisiatif dari ayah sendiri.

"Nih setengah buat lo," ujar Jev sembari menyodorkan beberapa lembar uang pada Hendra.

Hendra menggeleng. "Kaga, ambil aja. Kan lo yang ngojek ngapain setoran ke gue?"

"Ya kan itu motor sama akun lo."

"Yaelah, asal motor gue aman mah nggak masalah. Udah ambil aja nggak usah segala bagi ke gue. Bensinin aja motor gue, cukup."

Jev diam-diam tersenyum, sementara Hendra sibuk mengunyah mendoan dingin sembari bermain ponsel, mungkin sedang bertukar pesan dengan Arum, karena tak jarang bocah tengik itu tersenyum-senyum sendiri.

"Sa, kuenya mana?!"

Jev hanya diam ketika Hendra berteriak demikian namun masih dengan mata yang fokus terhadap ponsel.

"Berisik, mas ih! Mama sama bapak lagi tidur!" celoteh Salsa --adik Hendra-- yang datang dengan sepiring kue yang sudah dipotong-potong.

Hendra hanya nyengir dan kemudian menerima piring yang adiknya berikan. "Nih Jep, adek gue bikin kue. Belagu banget sok nge-chef," kata Hendra lalu menyodorkan pada Jev.

"Alah belagu belagu tapi mas doyan! Muna!" nyinyir Salsa, lalu ia berlutut sejenak dan mengambil satu mendoan.

Sementara Jev yang disuguhkan pun menerima kue cokelat yang sudah dipotong-potong itu, lalu menggigitnya. Jika Salsa bilang Hendra muna atau munafik, maka Jev akui itu benar. "Enak ini."

Jevandara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang