Jam setengah dua belas malam kini, Jev baru saja menapakkan kaki di rumahnya, bersamaan dengan sekantung plastik sate maranggi di tangan kanannya, pemberian penumpang ojolnya tadi karena katanya Jev ganteng.
Ia masuk shift middle di kafe hari ini, sepulang kuliah siang tadi ia langsung ke rumah Hendra untuk melancarkan skill membuat kuenya bersama Salsa, lalu setelan selesai ia langsung lanjut bekerja ke kafe, dan sepulangnya ia dari kafe, ia langsung ngojek seperti biasa.
Hendra sekeluarga bilang, kue buatan Jev semakin kesini semakin enak. Berbeda dengan awal-awal ia belajar, kuenya bantet lah, kurang manis lah, kebanyakan tepung lah. Tapi tak apa, keluarga Hendra dengan senang hati selalu memakan hasil karya Jev, karena Jev tak pernah mau membawanya pulang. Kalo kata bapaknya Hendra, lumayan buat temen minum Kapal Api, soalnya bosen bala-bala bikinan mama mulu.
Seperti biasa, Jev langsung menghampiri kamar Dara untuk menyuruh gadis itu makan, dan seperti biasa pula, Dara hanya menurut. Sejatinya ia memang sengaja tidak tidur, karena jelas ia menunggu Jev pulang untuk sebuah makanan.
"Sate?" pekik Dara di meja makan ketika membuka bungkusan itu. "Ngapain lo beli ginian? Sok kaya."
Jev yang baru selesai meneguk air langsung menatap Dara. "Dikasih temen, lo tinggal makan aja berisik," kata Jev berbohong, karena Dara sama sekali tidak tau bahwa dirinya bekerja serabutan.
Dara diam, tak mampu lagi menjawab. Ia kemudian mengambil piring dan menyeruk nasi, lantas mengambil tiga tusuk sate untuk menjadi lauknya. Jev yang masih saja berdiri di depan kulkas terkejut dalam diam, untuk pertama kalinya, Dara sudi makan di meja makan lagi.
Jev diam-diam tersenyum, ia kemudian buru-buru ambil nasi dan duduk di hadapan Dara. Harapan sederhananya seketika terwujud. Makan bersama, meski sama-sama bungkam tanpa obrolan.
Keduanya sibuk mengunyah, tak ada yang mau buka suara, hanya ada bunyi hentakan piring dan decapan lidah saja di antara mereka. Hingga kemudian...
"Gue hamil," kata Dara.
Jev sontak langsung menatap adiknya tidak percaya, ia bahkan urung memakan daging dari tusukan kayu tersebut.
"Apaan lo bilang?" kata Jev datar, masih syok.
"Gue. Hamil."
Jev diam. Ia hanya mampu menatap Dara yang bahkan seperti masa bodo, masih menikmati makanannya.
"Kok bisa?" tanya Jev.
"Ya bisa lah. Gue kan cewe."
"Sama siapa lo?"
"Temen."
"Temen? Yang anter jemput lo waktu itu? Yang motornya berisik sampe-sampe diomongin tetangga?"
Dara menatap tajam Jev. "Namanya Saka!"
Jev hela napas. "Suruh dia ketemu gue."
Dara diam dan menatap Jev sinis sesaat, ia kemudian bangkit dari duduknya karena makanannya sudah habis. Ia meletakkan piring kotor tersebut di wastafel dan cuci tangan, kemudian pergi masuk ke kamar.
Sementara Jev, ia memandang nanar ke arah pintu cokelat yang kini ditutup Dara. Entah, ini jelas kesalahan besar, namun Jev tak punya kekuatan untuk marah atau memukul gadis itu seperti biasanya. Mungkin karena dia sedang tidak mabuk? Atau karena otaknya terlalu lamban mencerna keadaan?
Masa bodo. Selera makan Jev langsung hilang, padahal jarang-jarang ia bisa makan enak seperti sate maranggi malam ini. Ia yang bahkan belum menyelesaikan makannya langsung beranjak dan mengetuk pintu kamar Dara.

KAMU SEDANG MEMBACA
Jevandara
FanfictionAdara Aleandra, remaja pembuat onar yang menikmati kehidupan dalam ruang lingkup pergaulan bebas, bernafas setiap detik dengan satu tekanan batin yang selama tujuh belas tahun terakhir ia sebut Jevan.