"Loh ini toh bukan Graha Lawang mas," kata si sopir ketika Jevan meminta untuk diturunkan.
"Iya mas. Saya emang mau ke sini."
Jevan kemudian turun dan memberi bayaran pada sang sopir, sang sopir yang nampaknya tak begitu peduli pun kemudian menerima uang itu dan pergi melanjutkan kerjanya.
Jevan diam sebentar sambil berdiri dan menggemblok tasnya di satu bahunya. Masib menyipit karena terik mentari masih mencekik penglihatan.
Jevan kemudian membuka ponselnya, mencari roomchat Dara dan membuka ruang obrolan berdebu itu. Percaya atau tidak, mereka sama sekali tidak pernah berkirim pesan. Namun detik ini, Jevan mematahkan kenyataan itu. Ia mulai mengetik pada papan huruf di layar ponsel murahan itu, lalu perlahan senyuman getirnya muncul.
To: Dara
| Raa inget ya
| Jangan kebanyakan makan asin
| Jangan minum soda soda
| Jangan kebanyakan minum dingin
| Jangan sering naik turun tangga
| Jangan makan junk food
| Banyakin minum anget
| Makan sayur sama buah
| Kalo bisa minum vitamin
| Jangan sembarangan ya ra kalo nggak nanti kamu makin sakit
| Sehat sehat ya ra
| Abang sayang dara.Entah berapa bubble chat yang Jevan kirim pada adiknya itu. Jevan diam sebentar dan memperhatikan status adiknya yang tak kunjung online, padahal biasanya kalo sama Jevan main hp terus, tapi sekarang kayaknya Dara lagi asik main sama Ralistha atau asik ngobrol sama Jevian.
Dia baik-baik saja.
Bahkan tanpa Jevan di sampingnya.
Jemari Jevan kemudian mengetuk sebuah roomchat yang lain.
Grup orang gantenk
Ada tiga orang dalam grup tersebut. Jevan, Bagas, dan Hendra. Dan ada dua bubble chat di grup itu yang sudah terkirim dari sehari lalu.
Bagas
| Ini yg lagi ke Jogja gada suaranya nihHendra
| Balik jekardah bawa bakpia patok ya breJevan tertawa kecil membaca semua itu. Ia tidak sadar teman-temannya mengirim pesan dalam grup, jadi ia tidak membalas dan bahkan baru baca hari ini. Jevan hela napas pelan, lalu mulai mengetik.
Jevan
| Gapunya duit anjeng
| Sori ya, ngasih gapernah tapi minta tolong mulu
| Maap banget ini mah
| Tapi makasih ya anjing buat semuanya
| Maafin gueJevan lagi-lagi menunggu untuk sesaat, dan menyadari bahwa mereka tak kunjung membalas. Mungkin sekarang lagi pada sibuk kelas, atau bisa jadi lagi asik nongki sambil siul-siulin maba cantik.
Jevan hela napas sekali lagi. Memandang ke depan yang tak lain adalah jalan raya dengan sebuah rel kereta di pertengahan jalannya. Ini jalanan menuju Graha Lawang, masih beratus-ratus meter di depan sana sebenarnya, tapi bukan itu tujuannya.
Jevan mendelik melihat semua pengendara melaju berhati-hati melewati rel bebatuan yang sudah berkarat itu. Ia kemudian tersenyum untuk dirinya sendiri.
Lo udah hebat Jev sampe sini.
Katanya dalam hati.
Ia kemudian kembali membuka ponselnya, menelpon sebuah nomor darurat yang ia dapatkan dari internet.
"Halo. Selamat siang, Rumah Sakit Pelita Medika. Ada yang bisa kami bantu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jevandara
FanficAdara Aleandra, remaja pembuat onar yang menikmati kehidupan dalam ruang lingkup pergaulan bebas, bernafas setiap detik dengan satu tekanan batin yang selama tujuh belas tahun terakhir ia sebut Jevan.