Miris. Ini semua ternyata bukan mimpi.
- Jevan -
•
•Jika mengikuti kata hati, demi Tuhan Dara tak ingin pergi meninggalkan Jakarta.
Ralat, lebih tepatnya... ia tak ingin pergi meninggalkan Jevan.
Cuaca siang ini panas, mereka berdua ambil perjalanan sore yang dimulai dari jam tiga, dan bis besar ini kini sudah melaju tepatnya jam tiga lewat dua puluh menit, atau lebih. Dara menyandarkan kepalanya menghadap jendela, menatap apapun yang masih bisa ia rekam ke lembar memorinya perihal Jakarta. Ia bisa saja menutup jendela itu dengan gorden merah marun yang ada di sana, tapi ia tak ingin. Lebih memilih membiarkan sinar-sinar menusuk mata itu menyapa langsung padanya. Jev tak banyak omong, ia hanya duduk diam saja, bahkan main ponsel pun tidak. Terlihat dari wajahnya yang sarat beban, laki-laki itu memikirkan banyak hal.
Dara melepas earphone di kedua telinganya yang memang sejak tadi tak memutar lagu apapun, hanya alibi saja agar tak diajak bicara, karena pasti hanya kecanggungan yang menjadi jawabannya.
Jev yang duduk tepat di sebelah adiknya itu bisa melihat bahwa Dara kini meletakkan ponsel serta kabel penyumbat telinga itu ke dalam tas gemblok yang kini ada di pangkuannya. Ia pikir mungkin Dara akan tertidur, tapi nyatanya tidak, gadis itu kembali bersandar dan menatap keluar jendela. Seperti didorong niat entah dari mana, Jev rasanya ingin mengajaknya bicara, basa-basi apapun yang sekiranya membuat mereka selamat dari kesunyian. Ya sebenarnya... sebelum hal itu tidak bisa lagi Jev lakukan.
"Ada McD tuh, Ra," katanya basa-basi kala melihat bangunan makanan cepat saji tersebut. Demi Tuhan, rasa canggung langsung menusuk-nusuk dirinya.
"Terus?" kata Dara.
"Dulu lo seneng banget ayam McD, apalagi kalo yang dapet mainan-mainan."
Tak sangka, Dara tertawa. Meski sedikit, hanya sekitar tiga detik, bahkan tanpa melihat kearah Jev.
"Terus kulit ayamnya dimakan terakhir," balas Dara.
Detik itu juga, rasanya dunia Jev berhenti berputar. Tak disangka Dara akan merespon obrolan basa-basinya, bahkan dengan sebuah tawa yang meskipun sedikit. Diam-diam, ada bagian beku yang seketika luruh dari dalam diri Jev.
"Terus mainannya lo kumpulin," balas Jev lagi, tak mau putus pembicaraan.
"Terus pada ilang nggak tau kemana."
Dara tertawa kecil lagi, begitupun dengan Jevan. Namun detik berikutnya, obrolan itu habis sampai di sana. Putus begitu saja dan keduanya kembali pada sunyi masing-masing.
[ j e v a n d a r a ]
KAMU SEDANG MEMBACA
Jevandara
FanficAdara Aleandra, remaja pembuat onar yang menikmati kehidupan dalam ruang lingkup pergaulan bebas, bernafas setiap detik dengan satu tekanan batin yang selama tujuh belas tahun terakhir ia sebut Jevan.